Bahaya Pujian

Bahaya Pujian

Mengapa orang memuji? Karena mereka tidak tahu siapa diri kita. Kalau mereka tahu siapa diri kita yang sebenarnya, pasti mereka tidak akan memuji. Celakanya kalau kita dipuji, kita akan menikmati sesuatu yang tidak ada pada diri kita itu. Pujian dapat membuat kita jadi yakin seperti apa yang dikatakan orang, sampai kita tidak jujur kepada diri sendiri. Sebenarnya yang tahu seperti apa diri kita adalah kita sendiri. Orang yang memuji, hanya menyangka saja.

Seharusnya, pujian itu membuat kita malu. Karena apa yang mereka katakan, sebenarnya tidak ada pada diri kita. Tapi, bagi para pecinta dunia, mereka akan menikmati sesuatu yang tidak ada pada dirinya. Artinya, dia berbohong pada dirinya sendiri.

Bahayanya pujian itu ada tiga. Yang pertama, kita jadi terpenjara oleh pujian orang. Kita takut kehilangan segala pujian pada diri kita. Akibatnha, kita akan melakukan apa saja supaya pujian itu tidak hilang. Orang yang dipuji dan mempercayai pujian itu, dia tidak akan menerima nasihat dari orang lain. Karena dia benar-benar termakan, terbelenggu dan terpenjara oleh pujian tersebut.

Kedua, dia akan sangat sulit sekali mengakui kekurangannya. Ini adalah malapetaka. Orang yang tidak bertaubat, dialah orang yang dzalim. Jadi, kalau kita telah menyakiti orang, tetapi tidak mengakui, berbarti kita sudah dzalim. Dzalim pada orang dan pada diri sendiri.

Ketiga, kalau orang sudah senang dipuji, maka tidak ada ikhlas dalam dirinya. Karena segala perbuatan yang dilakukannya hanya untuk mempertahankan pujian itu. Dia akan mengatur penampilan dan sikapnya agar terlihat baik bagi orang. Apakah mungkin orang seperti ini akan ikhlas? Jawabannya tidak! Karena dia melakukan apa pun bukan untuk Allah lagi, tapi karena untuk kemasannya. Tiap hari pekerjaannya hanya berpikir bagaimana agar tetap dianggap teladan. Seorang anak yang sudah terbiasa dipuji, berarti kita merusak dia. Dia akan merasa dirinya istimewa. Dia merasa dirinya khusus dan merasa dirinya lebih dari orang lain. Maka tunggulah ketika dia dewasa, dia tidak akan memandang orang tuanya. Karena dia dibesarkan untuk tidak jujur melihat dirinya. Dia dibesarkan untuk melihat dan membangun topengnya. Islam mengajarkan kita untuk menjadi orang yang asli. Murni tanpa rekayasa dan kepura-puraan. Apa yang kita perbuat, tujuannya cuma satu, agar Allah menerima. Tidak ada masalah dengan penerimaan dan penghargaan dari orang lain. Yang penting apa yang kita lakukan benar, tidak menyakiti dan melanggar hak orang lain. Tidak ada kepura-puraan, tidak ada kepalsuan. Antara perbuatan dan perkataan sama, maka akan tercipta rasa nyaman. Nyaman untuk kita, nyaman untuk orang di sekitar kita. Kalau kita berpura-pura, kita tidak akan merasa nyaman. Orang lain pun juga merasa sama, tidak nyaman.

Islam itu nyaman di hati betapa pun badai harus dihadapi. Kenapa? Karena tidak ada kepura-puraan.

Mudah-mudahan kita tidak termasuk orang yang penuh kepura-puraan dan selalu mengharapkan pujian orang lain. Semoga Allah mengampuni dosa-dosa kita.

(Sakinah No. 324, Oktober 2011)
Manusia bisa lebih dari Iblis

Manusia bisa lebih dari Iblis

Sombong termasuk sifat yang membahayakan keimanan, modalnya melakukannya tidak mahal, tetapi bisa membuat seseorang defisit amal baik yang luar biasa besar. Iblis pada mulanya adalah bala tentara Allah sejenis para malaikat Allah, ttapi menentang perintah Allah untuk sujud (penghormatan) kepada Adam as yang terbuat dari tanah, Allah pun berfirman dengan nada bertanya: "Apa yang membuatmu tidak bersujud ketika Aku perintahkan?" Iblis menjawab," Aku lebih baik dari pada dia. Engkau ciptakan aku dari api sedangkan ia Engkau ciptakan dari tanah." Menanggapi sikap sombong Iblis yang tidak mau bersujud itu kemudian Allah berfirman "Turunlah engkau dari surga karena tidak pantas engkau berlaku sombong di dalamnya. Keluarlah! Sesungguhnya engkau termasuk orang yang hina."(QS.al-A'raf: 13)

Iblis yang sebelumnya telah beribadah selama 6 ribu tahun lamanya –wallahu a’lam apakah tahun dunia atau alam lain--, melakukan kesombongan satu kali saja membuat dirinya terlempar jauh sekali dari rahmat Allah, meski Iblis mengakui bahwa Allah adalah tuhan semesta alam. Bagaimana dengan manusia yang melakukan kesombongan berkali-kali??

Surga diharamkan bagi orang orang yang di dalam hatinya masih bercokol sebiji atom sekalipun rasa sombong, Rasulullah saw bersabda; "Tidak masuk surga orang yang di dalam hatinya ada kesombongan meski sebutir atom."(HR. Muslim dari Abdullah bin Mas'ud ra). Sebutir atom yang tidak terlihat kasat mata saja dapat menghalangi perolehan kenikmatan surga seluas langit dan bumi, lalu bagaimana dengan pribadi kita yang seringkali menyombongkan diri dengan keberhasilan usaha dan ilmu pengetahuannya?? Tentu akan lebih jauhlagi ketimbang iblis laknatullah, kalau tidak mendapat rahmat dari Allah swt.

Hadits bahaya sombong di atas menggetarkan seorang laki-laki yang mendengarnya dan ia pun bertanya kepada Rasulullah saw," Seseorang itu tentu senang kalau pakaiannya bagus dan sandalnya pun indah. Apakah itu sombong?" Beliau saw menjawab pertanyaan tersebut dan menerangkan hakikat sombong," Allah itu Maha Indah dan menyukai keindahan. Sombong adalah menolak kebenaran (bathru al-Haq) dan merendahkan orang lain (ghamtu al-Nâs).

Rupanya kisah iblis, bukan berakhir di golongannya saja, Hamba Allah yang bernama manusia ini, ketika lepas kendali bisa berbuat lebih jahat daripada Iblis dalam sifat sombongnya, misalnya Fir'aun, ia lebih sombong daripada iIblis. Kesombongan Iblis masih mengakui bahwa Allah adalah tuhan penciptanya, tetapi Fir'aun mengaku sebagai tuhan sang pencipta, seperti yang dikatakan di dalam Al Qur’an: " Ana Rabbukum al-A'lâ (Akulah Rabb kalian yang paling tinggi)."

Kalau Fir’un sombong karena kekuasaannya, lain lagi dengan Qarun yang sombong karena hartanya. Saking berlimpahnya harta kekayaannya, untuk memikul kunci-kunci tempat penyimpanan hartanya saja tidak kuat dipikul orang-orang kuat sekalipun. Menjawab ajakan untuk beramal menggunakan Qorun dengan angkuh dan sombong mengatakan: "Harta ini aku dapatkan karena ilmuku."(QS.al-Qashash: 78). Kemudian Qarun dan hartanya dibenamkan oleh Allah swt.

Hanya Mengaku
Manusia pada hakekatnya adalah makhluk miskin, bumi tempat kita berpijak, sebelum kita dan orang tua kita terdahulu diciptakan, tanah ini sudah ada, itu berarti tanah ini bukan milik kita seutuhnya, bahkan sebelum Adam as tanah inipun sudah ada. Kalau saat ini kita katakan milik kita, itu hanya pengakuan manusia saja. Manusia tukang mengakui harta yang hakekatnya bukan milik pribadinya secara hakiki, karena itu tidak patut disombongkan.

Saat ini kita bisa mengatakan, ”ini tangan-ku, ini kakiku, ini pakaianku,” tapi 100 tahun lagi kita sudah tidak bisa mengatakan apa-apa lagi, bahkan nama kita-pun ikut terbenam ke dalam tanah yang kita injak setiap hari ini. Yang patut berlaku sombong hanya Allah swt. "Kebesaran adalah pakaian-Nya dan kesombongan adalah selendang-Nya. (Allah Ta'ala berfirman): Barang siapa menyaingi Aku pada keduanya pasti Aku azab ia." (HR. Muslim dari Abu Hurairah ra)

Semoga kita bukanlah hamba Allah yang masuk ke dalam bujuk rayu iblis terlaknat itu, dan marilah terus menyadari sepenuhnya bahwa apa yang kita miliki ini adalah pemberian Allah, sekecil apapun pemberian itu harus di syukuri, dengan ucapan dan tindakan.

.