Loading...

Mustafa Garment, Menemukan Islam di Saat Tersulit


Mustafa Garment mualaf
Mustafa Garment, Menemukan Islam di Saat Tersulit - Buku yang terletak di meja kantor Mustafa Garment berjudul “‘Merubah’ Rencana Permainan Anda. Bagi lelaki Afrika-Amerika yang memutuskan berpisah dari kehidupan kriminalnya dengan memeluk Islam, buku tersebut terkait erat ketimbang buku-buku yang pernah ada.

“Saya dapat katakan dengan mengubah rencana permainan, mengubah cara berpikir, karena seperti itulah cerita hidup saya,” ungkap Mustafa, seorang kordinator forensik di Mahkamah Kesehatan Mental Brooklyn.

Mustafa, bercambang dan berpenuturan lemah lembut, 64 tahun itu tak sama dengan ia saat 20 puluh tahun lalu. Kini ia bekerja di Pengadilan Kesehatan Mental, sebuah lembaga yang berafiliasi dengan Mahkamah Tinggi Negara Bagian New York. Ia membantu penghuni penjara yang mengalami sakit mental dan kecanduan obat, mendapat perawatan layak

Tak ada satupun, menurut para sipir, yang dapat membantu lebih baik ketimbang Mustafa, lelaki yang telah menghabiskan awal kehidupannnya berjuang tanpa rumah dalam kecanduan obat-obatan dan alkohol.

Tumbuh besar di lingkungan sangat miskin, Harlem, masa kecil Mustafa diliputi penderitaan. “Saya ingat ketika luar biasa lapar. Saya ingat merasa begitu lemah karena kelaparan,” ungkapnya.

Sentuhan pertamanya dengan narkoba dan alkohol–yang lantas menjadi bagian gaya hidup selama 30 tahun kemudian–terjadi saat Mustafa berusia 13 tahun.

Ia mengatakan untuk diterima di kalangan temanya ia mesti terlibat dalam rutinitas merokok mariyuana dan minum anggur.

“Saya sering bertemu dengan ibu saya di bar,” ujarnya menuturkan dirinya yang dulu. Ia putus sekolah di tingkat menengah di awal masuk SMP.

Namun ketika ia mulai berkenalan dengan crack, istilah kokain khusus untuk rokok, gaya hidup kecanduan Mustafa mencapai klimaksnya.

Ia mulai mengambil barang-barang dan mencuri dan bahkan menjual narkoba demi memenuhi nafsu kecanduannya. “Ketika anda kecanduan kokain, pikiran pertama yang merasuki adalah bagaimana cara untuk mendapatkan lagi,” ujarnya.

Mustafa pun tumbuh menjadi lelaki getir pemarah yang keluar masuk penjara lebih 30 kali gara-gara dakwaan tindak kriminal mulai dari pengedar hingga perampokan

Titik Balik

Berada di lingkaran narkoba dan penjara, Mustafa yang dibesarkan sebagai seorang Katholik, bersentuhan dengan Islam saat berusia 27 tahun.

Namun Mustafa mengakui jika perpindahan agama yang ia lakukan sebatas administasi, dan itu tidak menghentikannya dari tindak kriminal dan gaya hidupnya.

“Saya dulu tidak berpikir tentang mengubah rencana permainan saya,” ujarnya.

Saat ia tetap meneruskan hidup dalam cengkeraman narkoba dan penjara, istrinya, seorang Muslim akhirnya menuntut cerai.

Setelah sekurangnya 40 tahun hidup di jalan, bertahan dari sup-sup sisa dapur restoran, mencuri dan menggunakan narkoba, Mustafa memutuskan untuk membuka lembar baru untuk dirinya.

Ia mulai mendatangi pertemuan Narkotik Tanpa Nama dan mencari bantuan dari The Bridge, sebuah organisasi yang membantu kaum gelandangan, dan mereka yang terkena masalah kekerasan.

Disanalah Mustafa kemudian bertemu Amin, pemandu Muslimnya yang membimbing ia menjadi Muslim sesungguhya saat dalam masa penyembuhan.

Amin sendiri ialah mantan pecandu heroin dan pasien AIDS. Ia mengenalkan Mustafa kepada Milliati Islami–program penyembuhan narkoba berdasar prinsip-prinsip Islam.

“Kita berbicara tentang mendekat kepada Allah, dan beribadah serta berdoa,” kenang Mustafa.

Lucille Jackson, salah satu pengelola yang dulu menjalankan The Bridges, menyatakan penemuan kembali Mustafa atas islam menjadi salah satu titik baliknya.

“Ia mengambil manfaat dengan pandangan positif terhadap apa yang terjadi di sekitarnya nya. Ia menjadikan pengetahuan tersebut dengan sebaik-baiknya,” kata Lucille.

Membantu Orang Lain

Lucille sangat terkesan hingga ia memutuskan memberi Mustafa pekerjaan di organisasi tersebut meski ia tengah menjalani penyembuhan.

Ketika Lucille menjadi Direktur Proyek Pengadilan Kesehatan Mental Brooklyn, ia ingin pula mempekerjakan Mustafa sebagai kordinator forensik. Namun karena catatan kriminal yang berderet, Lucille pun mesti mendapat ijin khusus dari pengadilan tinggi negara bagian. Wanita itu pun mendapatkan ijin tersebut.

Pekerjaan Mustafa melibatkan para penghuni penjara dengan layanan yang dibutuhkan untuk menyembuhkan gangguan mental dan masalah kekerasan yang mereka hadapi. Selain itu ia juga kerap memberi bantuan terhadap pengangguran dan gelandangan.

Meski ia tidak diminta berbagi pengalamannya dengan para pasien, Ia dengan suka rela membuka masa lalunya jika ia pikir itu akan membantu seseorang, terutama pemuda yang hidup dalam trauma tragedinya.

“Saya melihat hidup mereka dipotong. Saya akan memperlakukan mereka sebagai anak saya. Saya selalu katakan,’Raihlah pendidikan. Jangan lakukan itu terhadap dirimu sendiri,” ujarnya.

Lucille melabeli dedikasi Mustafa sangat istimewa. “Ia adalah sosok manusia luar biasa,” ujarnya.

“Ia tidak pernah membiarkan satu pun menghalangi jalannya dalam membantu klien. Bahkan jika perlu ia akan menempuh ekstra kilometer untuk sampai kesana,” kata Lucille.

Saat ini, ayah sekaligus seorang kakek itu mengaku bersyukur saban hari telah menemukan Islam kembali selama masa sulit dalam hidupnya.

Selain pekerjaanya, Mustafa juga menyelesaikan Peningkatan Pendidikan Umum (GED). Ia juga cemerlang dalam kelas Bahasa Arab yang ia ambil demi upayanya memahami Al Qur’an secara penuh.

Mustafa bahkan berencana mengambil kuliah Studi Islam suatu hari kelak.

“Ketika kamu muda, kami terbiasa menyalahkan semua hal pada pria kulit putih,” kenangnya.

“Namun kini saya seorang Muslim. Kondisi saya bergantung pada upaya dan kehendak Allah,” ujarnya.

(sumber)
Sang Jendral dan Alquran

Sang Jendral dan Alquran


Sang Jendral dan Alquran - Suatu sore, ditahun 1525. Penjara tempat tahanan orang-orang di situ serasa hening mencengkam. Jendral Adolf Roberto, pemimpin penjara yang terkenal bengis, tengah memeriksa setiap kamar tahanan.

Setiap sipir penjara membungkukkan badannya rendah-rendah ketika 'algojo penjara' itu berlalu di hadapan mereka. Karena alau tidak, sepatu 'jenggel' milik tuan Roberto yang fanatik Kristen itu akan mendarat di wajah mereka.



Roberto marah besar ketika dari sebuah kamar tahanan terdengar seseorang mengumandangkan suara-suara yang amat ia benci.

"Hai...hentikan suara jelekmu! Hentikan...! " Teriak Roberto sekeras-kerasnya sembari membelalakan mata. Namun, apa yang terjadi? Laki-laki di kamar tahanan tadi tetap saja bersenandung dengan khusyu'nya. Roberto bertambah berang.

'Algojo penjara' itu menghampiri kamar tahanan yang luasnya tak lebih sekadar cukup untuk satu orang. Dengan congkak ia menyemburkan ludahnya ke wajah renta sang tahanan yang keriput hanya tinggal tulang. Tak puas sampai di situ, ia lalu menyulut wajah dan seluruh badan orang tua renta itu dengan rokoknya yang menyala.

Sungguh ajaib... Tak terdengar secuil pun keluh kesakitan. Bibir yang pucat kering milik sang tahanan amat gengsi untuk meneriakkan kata, "Rabbi, waana'abduka..." Tahanan lain yang menyaksikan kebiadaban itu serentak bertakbir sambil berkata, "Bersabarlah wahai ustadz...Insya Allah tempatmu di Syurga."

Melihat kegigihan orang tua yang dipanggil ustadz oleh sesama tahanan, 'algojo penjara' itu bertambah memuncak amarahnya. Ia memerintahkan pegawai penjara untuk membuka sel, dan ditariknya tubuh orang tua itu keras-keras hingga terjerembab di lantai. "Hai orang tua busuk! Bukankah engkau tahu, aku tidak suka bahasa jelekmu itu?!

Aku tidak suka apa-apa yang berhubung dengan agamamu! Ketahuilah orang tua dungu, bumi Spanyol ini kini telah berada dalam kekuasaan bapak kami, Tuhan Yesus.Anda telah membuat aku benci dan geram dengan 'suara-suara' yang seharusnya tak pernah terdengar lagi di sini. Sebagai balasannya engkau akan kubunuh. Kecuali, kalau engkau mau minta maaf dan masuk agama kami."

Mendengar "khutbah" itu orang tua itu mendongakkan kepala, menatap Roberto dengan tatapan tajam dan dingin. Ia lalu berucap,"Sungguh...aku sangat merindukan kematian, agar aku segera dapat menjumpai kekasihku yang amat kucintai, Allah. Bila kini aku berada di puncak kebahagiaan karena akan segera menemuiNya, patutkah aku berlutut kepadamu, hai manusia busuk? Jika aku turuti kemauanmu, tentu aku termasuk manusia yang amat bodoh."

Baru saja kata-kata itu terhenti, sepatu lars Roberto sudah mendarat diwajahnya. Laki-laki itu terhuyung. Kemudian jatuh terkapar di lantai penjara dengan wajah bersimbah darah. Ketika itulah dari saku baju penjaranya yang telah lusuh, meluncur sebuah 'buku kecil'. Adolf Roberto bermaksud memungutnya.

Namun,tangan sang Ustadz telah terlebih dahulu mengambil dan menggenggamnya erat-erat. "Berikan buku itu, hai laki-laki dungu!" bentak Roberto. "Haram bagi tanganmu yang kafir dan berlumuran dosa untuk menyentuh barang suci ini!" ucap sang ustadz dengan tatapan menghina pada Roberto. Tak ada jalan lain, akhirnya Roberto, mengambil jalan paksa untuk mendapatkan buku itu.

Sepatu lars berbobot dua kilogram itu ia gunakan untuk menginjak jari-jari tangan sang ustadz yang telah lemah. Suara gemeretak tulang yang patah terdengar menggetarkan hati. Namun tidak demikian bagi Roberto. Laki-laki bengis itu malah merasa bangga mendengar gemeretak tulang yang terputus. Bahkan 'algojo penjara'itu merasa lebih puas lagi ketika melihat tetesan darah mengalir dari jari-jari musuhnya yang telah hancur.

Setelah tangan renta itu tak berdaya, Roberto memungut buku kecil yang membuatnya penasaran. Perlahan Roberto membuka sampul buku yang telah lusuh. Mendadak algojo itu termenung. "Ah...sepertinya aku pernah mengenal buku ini. Tapi kapan? Ya, aku pernah mengenal buku ini." suara hati Roberto bertanya-tanya.

Perlahan Roberto membuka lembaran pertama itu. Pemuda berumur tiga puluh tahun itu bertambah terkejut tatkala melihat tulisan-tulisan "aneh" dalam buku itu. Rasanya ia pernah mengenal tulisan seperti itu dahulu. Namun, sekarang tak pernah dilihatnya di bumi Spanyol. Akhirnya, Roberto duduk disamping sang ustadz yang telah melepas nafas-nafas terakhirnya. Wajah bengis sang algojo kini diliputi tanda tanya yang dalam. Mata Roberto rapat terpejam. Ia berusaha keras mengingat peristiwa yang dialaminya sewaktu masih kanak-kanak.

Perlahan, sketsa masa lalu itu tergambar kembali dalam ingatan Roberto. Pemuda itu teringat ketika suatu sore di masa kanak-kanaknya terjadi kericuhan besar di negeri tempat kelahirannya ini.

************
Sore itu ia melihat peristiwa yang mengerikan di lapangan Inkuisisi (lapangan tempat pembantaian kaum muslimin di Andalusia).Di tempat itu tengah berlangsung pesta darah dan nyawa. Beribu-ribu jiwa tak berdosa berjatuhan di bumi Andalusia. Di hujung kiri lapangan, beberapa puluh wanita berhijab (jilbab)digantung pada tiang-tiang besi yang terpancang tinggi. Tubuh mereka bergelantungan tertiup angin sore yang kencang, membuat pakaian muslimah yang dikenakan berkibar-kibar di udara. Sementara, ditengah lapangan ratusan pemuda Islam dibakar hidup-hidup pada tiang-tiang salib, hanya karena tidak mau memasuki agama yang dibawa oleh para rahib.

Seorang bocah laki-laki mungil tampan, berumur tujuh tahunan, malam itu masih berdiri tegak di lapangan Inkuisisi yang telah senyap. Korban-korban kebiadaban itu telah syahid semua.

Bocah mungil itu mencucurkan air matanya menatap sang ibu yang terkulai lemah ditiang gantungan. Perlahan-lahan bocah itu mendekati tubuh sang ummi yang sudah tak bernyawa, sembari menggayuti ibunya. Sang bocah berkata dengan suara parau, "Ummi, ummi, mari kita pulang. Hari telah malam, bukankah ummi telah berjanji malam ini akan mengajariku lagi tentang alif, ba, ta, tsa....? Ummi,cepat pulang ke rumah ummi..." Bocah kecil itu akhirnya menangis keras, ketika sang ummi tak jua menjawab ucapannya. Ia semakin bingung dan takut, tak tahu harus berbuat apa. Untuk pulang ke rumah pun ia tak tahu arah.

Akhirnya bocah itu berteriak memanggil bapaknya " Abi...Abi... Abi..." Namun, ia segera terhenti berteriak memanggil sang bapak ketika teringat kemarin sore bapaknya diseret dari rumah oleh beberapa orang berseragam.

"Hai...siapa kamu?!" teriak segerombolan orang yang tiba-tiba mendekati sang bocah. "Saya Ahmad Izzah, sedang menunggu Ummi..." jawab sang bocah memohon belas kasih. "Hah...siapa namamu bocah, coba ulangi!" bentak salah seorang dari mereka.

"Saya Ahmad Izzah..." sang bocah kembali menjawab dengan agak grogi.

Tiba-tiba plak! sebuah tamparan mendarat dipipi sang bocah. "Hai bocah...! Wajahmu bagus tapi namamu jelek. Aku benci namamu. Sekarang kuganti namamu dengan nama yang bagus. Namamu sekarang 'Adolf Roberto' ..Awas! Jangan kau sebut lagi namamu yang jelek itu. Kalau kau sebut lagi nama lamamu itu, nanti akan kubunuh!" ancam laki2 itu. Sang bocah meringis ketakutan, sembari tetap meneteskan air mata. Anak laki-laki mungil itu hanya menurut ketika gerombolan itu membawanya keluar lapangan Inkuisisi. Akhirnya bocah tampan itu hidup bersama mereka

************
Roberto sadar dari renungannya yang panjang. Pemuda itu melompat ke arah sang tahanan. Secepat kilat dirobeknya baju penjara yang melekat pada tubuh sang ustadz. Ia mencari-cari sesuatu di pusar laki-laki itu. Ketika ia menemukan sebuah 'tanda hitam' ia berteriak histeris, Abi...Abi.. .Abi..." Ia pun menangis keras, tak ubahnya seperti Ahmad Izzah dulu.

Fikirannya terus bergelut dengan masa lalunya. Ia masih ingat betul, bahwa buku kecil yang ada di dalam menggamannya adalah Kitab Suci milik bapaknya, yang dulu sering dibawa dan dibaca ayahnya ketika hendak menidurkannya. Ia jua ingat betul ayahnya mempunyai'tanda hitam' pada bahagian pusar. Pemuda beringas itu terus meraung dan memeluk erat tubuh renta nan lemah. Tampak sekali ada penyesalan yang amat dalam atas ulahnya selama ini.Lidahnya yang sudah berpuluh -puluh tahun alpa akan Islam, saat itu dengan spontan menyebut, "Abi.. aku masih ingat alif, ba, ta, tsa..." Hanya sebatas kata itu yang masih terekam dalam benaknya.

Sang ustadz segera membuka mata ketika merasakan ada tetesan hangat yang membasahi wajahnya. Dengan tatapan samar dia masih dapat melihat seseorang yang tadi menyiksanya habis-habisan kini tengah memeluknya.

"Tunjuki aku pada jalan yang telah engkau tempuhi Abi,tunjukkan aku pada jalan itu..." Terdengar suara Roberto memelas. Sang ustadz tengah mengatur nafas untuk berkata-kata, ia lalu memejamkan matanya. Air matanya pun turut berlinang. Betapa tidak, jika sekian puluh tahun kemudian, ternyata ia masih sempat berjumpa dengan buah hatinya, di tempat ini. Sungguh tak masuk akal. Ini semata-mata buktikebesaran Allah.

Sang Abi dengan susah payah masih bisa berucap." Anakku, pergilah engkau ke Mesir. Disana banyak saudaramu. Katakan saja bahwa engkau kenal dengan Syaikh Abdullah Fattah Ismail Al-Andalusy. Belajarlah engkau di negeri itu," Setelah selesai berpesan sang ustadz menghembuskan nafas terakhir dengan berbekal kalimah indah "Asyahadu anla Illaaha ilallah,waasyhadu anna Muhammad Rasullullah. ." Beliau pergi dengan menemui Rabbnya dengan tersenyum, setelah sekian lama berjuang dibumi yang fana ini.

Kini Ahmad Izzah telah menjadi seorang alim di Mesir. Seluruh hidupnya dibaktikan untuk agamanya, 'Islam', sebagai ganti kekafiran yang di masa muda sempat disandangnya. Banyak pemuda Islam dari berbagai penjuru berguru dengannya... " Al-Ustadz Ahmad Izzah Al-Andalusy.

Benarlah firman Allah..."Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah, tetaplah atas fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrahnya itu. Tidak ada perubahan atas fitrah Allah. Itulah agama yang lurus,tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui." (QS 30:30)

(sumber)

Ustadz Yusuf Mansur: Ada Kekuatan dalam Niat

Ustadz Yusuf Mansur
Ustad Yusuf Mansur: Ada Kekuatan dalam Niat - Dahulu ada seseorang dari Bani Israil yang alim dan rajin beribadah kepada Allah SWT. Suatu ketika ia didatangi sekelompok orang. Mereka berkata, ”Di daerah ini ada suatu kaum yang tidak menyembah Allah, tapi menyembah pohon.” Mendengar hal itu ia segera mengambil kampak dan bergegas untuk menebang pohon itu. Melihat gelagat tersebut, iblis mulai beraksi dan berusaha menghalangi niat orang alim itu. Ia mengecohnya dengan menyamar sebagai orang tua renta yang tak berdaya. Didatanginya orang itu setelah ia tiba di lokasi pohon yang dimaksud.

”Apa yang hendak kau lakukan?” tanya iblis. Orang alim itu menjawab, ”Aku mau menebang pohon ini!”

“Apa salahnya pohon ini?” tanya iblis lagi.

“Ia menjadi sesembahan orang-orang selain Allah. Ketahuilah ini bukan termasuk ibadahku.” Jawab orang alim itu.

Tentu saja iblis tidak menginginkan niat orang itu terlaksana dan tetap berusaha untuk menggagalkannya.

Karena iblis berusaha menghalang-halanginya, orang alim itu membanting iblis dan menduduki dadanya. Di sinilah iblis yang licik mulai beraksi. ”Lepaskan aku supaya aku dapat menjelaskan maksudku yang sebenarnya,” kata iblis.

Orang alim itu kemudian berdiri meninggalkan iblis sendirian. Tapi ia tidak putus asa. ”Hai orang alim, sesungguhnya Allah telah menggugurkan kewajiban ini atas dirimu karena engkau tidak akan menyembah pohon ini. Apakah engkau tidak tahu bahwa Allah mempunyai Nabi dan Rasul yang harus melaksanakan tugas ini.”

Orang alim tersebut tak mempedulikannya dan tetap bersikeras untuk menebang pohon itu. Melihat hal itu, iblis kembali menyerang. Tapi orang alim itu dapat mengalahkanya kembali. Merasa jurus pertamanya gagal, iblis menggunakan jurus kedua. Ia meminta orang alim itu untuk melepaskan injakan di dadanya.

”Bukankah engkau seorang yang miskin. Engkau juga sering meminta-minta untuk kelangsungan hidupmu,” tanya iblis.

”Ya, memang kenapa,” jawab orang itu tegas, menunjukkan bahwa ia tak akan tergoda.

“Tinggalkan kebiasaan yang jelek dan memalukan itu. Aku akan memberimu dua dinar setiap malam untuk kebutuhanmu agar kamu tidak perlu lagi meminta-minta. Ini lebih bermanfaat untukmu dan untuk kaum muslimin yang lain daripada kamu menebang pohon ini,” kata Iblis merayu.

Orang itu terdiam sejenak. Terbayang berbagai kesulitan hidup seperti yang didramatisasi iblis.

Rupanya bujuk rayu iblis manjur. Ia pun mengurungkan niatnya. Akhirnya ia kembali ke tempatnya beribadah seperti biasa. Esok paginya ia mencoba membuktikan janji iblis. Ternyata benar. Diambilnya uang dua dinar itu dengan rasa gembira. Namun itu hanya berlangsung dua kali. Keesokan harinya ia tidak lagi menemukan uang. Begitu juga lusa dan hari-hari selanjutnya. Ia pun marah dan segera mengambil kapak dan pergi untuk menebang pohon yang tempo hari tidak jadi ditebangnya.

Lagi-lagi iblis menyambutnya dengan menyerupai orang tua yang tak berdaya.

”Mau ke mana engkau wahai orang alim?”

”Aku hendak menebang pohon sialan itu,” jawabnya emosi.

“Engkau tak akan mampu untuk menebang pohon itu lagi. Percayalah! Lebih baik engkau urungkan niatmu,” jawabnya melecehkan.

Orang alim itu berusaha melawan Iblis dan berupaya untuk membantingnya seperti yang pernah dilakukan sebelumnya.

”Engkau tak akan dapat mengalahkanku,” sergah iblis.

Kemudian iblis melawannya dan berhasil membantingnya.

Sambil menduduki dadanya, iblis berkata, ”Berhentilah kamu menebang pohon ini atau aku akan membunuhmu.”

Orang alim itu kelihatannya tidak punya tenaga untuk mengalahkan iblis seperti yang pernah dilakukannya sebelum itu.

”Engkau telah mengalahkan aku sekarang. Lepaskan dan beritahu aku, mengapa engkau dapat mengalahkanku,” tanya orang alim.

Iblis menjawab, ”Itu karena dulu engkau marah karena Allah dan berniat demi kehidupan akhirat. Tetapi kini engkau marah karena kepentingan dunia, yaitu karena aku tidak memberimu uang lagi.”

Kisah yang diuraikan Imam Al-Ghazali dalam kitab Mukasyafatul Qulub itu memberi pelajaran bahwa betapa pentingnya nilai sebuah keikhlasan, yakni berbuat kebajikan tanpa pamrih kecuali hanya mencari ridho Allah SWT. Ikhlas ini merupakan ruh ibadah kepada Allah SWT. Karena itu untuk mewujudkan ibadah yang berkualitas kepada Allah SWT kita harus pandai-pandai menata niat. Niat inilah yang akan membawa konsekuensi pada diterima atau tidaknya suatu ibadah yang kita lakukan.

Rasulullah SAW bersabda: ”Sesungguhnya perbuatan itu tergantung pada niatnya, seseorang itu akan memperoleh apa yang telah diniatkannya. Barang siapa hijrahnya itu karena Allah dan rasulnya, maka ia akan memperoleh pahala dan barang siapa hijrahnya itu karena harta atau wanita, maka ia akan memperoleh apa yang telah diniatkanya itu.”

Asal muasal hadits ini adalah ketika Rasulullah SAW berdakwah di negeri Mekah merasa sulit karena selalu mendapatkan perlawanan hebat dari kaum Quraisy. Beliau akhirnya mendapat perintah untuk hijrah ke Yatsrib (Madinah). Beliau pun memerintahkan para sahabat untuk berhijrah. Tapi para sahabat ternyata punya motivasi yang berbeda-beda dalam melakukan hijrah. Mulai dari sahabat yang ikhlas mencari keridhoan Allah SWT hingga alasan wanita, harta, dan benda. Karena itu Rasulullah menginstruksikan kepada para sahabat untuk menata niat mereka melalui hadits itu.

Memang niat mudah diucapkan namun sukar untuk dipraktikkan. Saat kita punya niat baik, maka saat itu juga iblis telah bersiap siaga untuk menjerumuskan dan merusaknya. Padahal awalnya niat itu murni karena Allah. Itulah sebabnya, Ibnu Qoyim mengatakan bahwa ikhlas itu membutuhkan keikhlasan (al-ikhlashu yahtaju ilal ikhlash).

Niat itu bersarang dalam hati. Agar ia tetap terjaga utuh, seseorang harus menata niatnya sebelum melakukan amal, ketika melakukannya, dan sesudah selesai. Dan hal itu bisa dimiliki dengan melalui berbagai latihan (riyadhah) mental yang intensif, yakni berusaha menata niat, karena ia tidak akan serta merta bersih dengan sendirinya.

Yang perlu diwaspadai, iblis menggoda manusia sesuai dengan kualitas ketaatannya kepada Allah. Semakin berkualitas seseorang kepada Allah, maka akan digoda oleh iblis kelas berat. Di sinilah pentingnya kita selalu memohon perlindungan kepada Allah SWT untuk menjaga niat.

Apalagi manusia memiliki nafsu yang cenderung mengarahkan kepada hal-hal yang buruk dan jahat. Bila ia tidak diarahkan sebagaimana mestinya, maka ia akan bekerja sama dengan iblis untuk merusak niat seseorang, baik itu lewat penyakit ujub, riya, dan sum’ah.

Kunci ibadah adalah ikhlas. Dan ikhlas itu ada di dalam hati orang yang melakukan amal tersebut. Maka sah atau tidaknya pahala amal itu, tergantung pada niat ikhlas atau tidak hati pelakunya. Jika dalam melakukan amal itu hatinya bertujuan untuk mendapat pujian dari manusia, maka hal itu berarti tidak ikhlas. Akibatnya amal ibadah yang diusahakannya tidak menerima pahala dari Allah.

Kita benar-benar diperintahkan oleh Allah untuk memasang niat dengan ikhlas dalam setiap ibadah kita. Jangan dicampuri niat itu dengan hal yang lain, yang nantinya akan merusak pahala amal ibadah tersebut. Allah berfirman:

”Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam menjalankan agama yang lurus.” (Q.S Al-Bayyinah: 5)

Sebagai seorang muslim, kita harus bercermin dari kisah antara iblis dan orang alim dari Bani Israil di atas. Semoga Allah SWT melindungi kita dari iblis si perusak amal

Franck Ribery, Islam adalah sumber kekuatanku

Franck Ribery islam
Ia dikenal sebagai pribadi yang santun, rendah hati, dan rajin melaksanakan shalat lima waktu, di mana pun dan pada kondisi apa pun.

Penggemar sepak bola dunia, tentu sudah tak asing dengan nama Franck Ribery, gelandang serang asal Prancis yang kini bermain di klub raksasa Bundesliga (Jerman), Bayern Munchen.
Begitu juga, dengan mantan pemain terbaik dunia asal Prancis, Zinedine Zidane, Nicholas Anelka (Chelsea/Prancis), Frederik Kanoute (Sevilla/Mali), Khalid Bouhlahrouz (Sevilla), Zlatan Ibrahimovic (Inter Milan/Swedia), Eric Abidal (Barcelona/Prancis), Kolo Toure (Chelsea), dan Yaya Toure (Barcelona). Mereka adalah pemain sepak bola yang beragama Islam dan menjadi andalan klub maupun negaranya masing-masing.
Berbeda dengan pesepak bola Muslim lainnya, yang lebih dulu memeluk Islam, Franck Ribery justru memeluk Islam setelah bermain di klub asal Turki, Galatasaray, pada 2005. Secara singkat, Ribery mengatakan, dia memilih ajaran yang dibawa Nabi Muhammad SAW ini karena menemukan kedamaian dalam Islam.

Baginya, Islam adalah sumber kekuatan dan keselamatan. ''Islam adalah sumber kekuatan saya di dalam dan di luar lapangan sepak bola. Saya mengalami kehidupan yang cukup keras dan saya harus menemukan sesuatu yang membawa saya pada keselamatan dan saya menemukan Islam,'' kata Ribery.

Senantiasa berdoa
Pesepak bola bermata biru yang memperkuat tim Prancis itu memulai karier sepak bolanya, dengan bergabung dengan tim Boulogne di tanah kelahirannya. Kemudian, ia pindah ke tim Ales, Brest and FC Metz.

Kepindahannya ke Olympique Marseille membawanya ke posisi pertama bintang sepak bola Prancis paling populer pada bulan Agustus, Oktober, dan November 2005. Ribery terpilih untuk memperkuat tim Prancis pada Piala Dunia FIFA tahun 2006 yang digelar di Jerman.

Pada 2006 itulah, jati diri Ribery yang telah menjadi mualaf dan memeluk agama Islam terkuak dan menjadi pemberitaan di tengah pertandingan pembukaan antara tim Prancis melawan tim Swiss saat acara Piala Dunia 2006.

Ketika itu, Ribery tersorot publik tengah menengadahkan tangan sebelum pertandingan dimulai. Ribery tengah berdoa, seperti yang dilakukan seorang Muslim. Saat itulah, banyak orang terkaget-kaget dengan sikapnya. Namun, berkat kecemerlangannya dalam bermain bola, publik pun tak menghiraukan perilaku dan kebiasaan Ribery.

Namun, rutinitas berdoa sebelum pertandingan itu akhirnya terkuak juga. Dan, Ribery mengaku sebagai penganut Islam. Ia menemukan kedamaian dalam agama Islam dan menjadi spiritnya dalam menjalankan aktivitas sehari-hari, tak terkecuali saat bermain bola.

Kabar Ribery masuk Islam, menyeruak sejak awal tahun 2006. Kabar itu mula-mula dilansir L'Express. Majalah ini menyebut adanya pemain nasional Prancis yang secara teratur beribadah di masjid di selatan Marseille. Mingguan itu tidak menyebut nama secara eksplisit, namun yang dimaksud adalah Ribery.

Kendati aksi berdoanya di lapangan hijau telah menarik perhatian publik Prancis, Ribery tetap enggan mengemukakan keyakinan barunya itu secara terbuka. Gelandang kanan klub Olympique Marseille ini mengatakan, keimanan barunya adalah perkara pribadi, tak perlu publikasi.

Alhasil, sejumlah spekulasi pun bermunculan. Ada yang menyebut perubahan itu terjadi sejak Ribery bermain bersama klub Galatasaray pada 2005. Ia membantu klub raksasa Turki tersebut memenangi Piala Turki pada tahun 2005. Semasa menetap di Turki, pemain kelahiran Boulogne-sur-Mer, Prancis, 7 April 1983, ini dikabarkan kerap berbaur dan berdiskusi dengan komunitas Muslim di sana.

Ada pula yang menyebut istri Ribery, Wahiba Belhami, yang asli Maroko itu memainkan peran penting terhadap perubahan Ribery. Ribery memang setahun tinggal di negara berpenduduk mayoritas Muslim itu. Di sana, Ribery berkenalan dengan Wahiba yang kemudian ia peristri. Konon Wahiba berperan besar menuntun Ribery mengenal ajaran Islam. Dari pernikahan tersebut, Wahiba memberinya dua anak, Hizsya dan Shahinez.

Kedua versi itu tak pernah dibantah atau dibenarkan oleh Ribery. Namun, kepada majalah Paris Match, ia mengungkapkan, Islam telah membawanya pada keselamatan.

''Islam juga yang menjadi sumber kekuatan saya di dalam maupun di luar lapangan," ujar Ribery kepada majalah Match tanpa menjelaskan sejak kapan memeluk Islam. Ia menambahkan, ''Saya menjalani karier yang berat. Saya kemudian berketetapan hati untuk menemukan kedamaian. Akhirnya, saya menemukan Islam.''

Tidak pernah tinggalkan shalat
Keimanan dan kepribadian Ribery sebagai seorang Muslim tampaknya tak perlu diragukan. Di tengah padatnya jadwal pertandingan, bapak dua anak ini tak pernah lupa dengan kewajibannya sebagai Muslim. Ia senantiasa melaksanakan shalat lima waktu, di mana pun dan dalam kondisi apa pun. Baginya, shalat merupakan tiang agama yang harus ditegakkan.

Selain rajin melaksanakan shalat, Ribery juga dikenal sebagai pribadi yang santun dan rendah hati. Islam benar-benar telah mengubah perangainya yang keras dan arogan menjadi seorang pribadi yang santun dan memiliki akhlak mulia.

Sifat dan akhlaknya ini tak heran membuat kagum rekan-rekannya di timnas Prancis, FC Bayern Muenchen (tempat ia bermain bola saat ini), maupun kerabatnya.

Steve Bradore dari Organisasi Syuhada, yang melayani para mualaf Prancis, telah mengatakan bahwa muslim Prancis merasa bangga sekali dengan Ribery. ''Dia adalah sumber kebanggaan kami karena penampilannya yang khas dan kerendahhatiannya,'' kata Steve, seperti dikutip dari situs Islamonline.net.

Ribery termasuk pesepak bola sukses. Di usianya yang baru 26 tahun, dia sudah mengoleksi berbagai gelar. Antara lain, satu gelar Fortis Piala Turki bersama Galatasaray di musim 2004/2005, Piala Intertoto bersama Olympique Marseille di tahun 2005, Piala Liga Jerman bersama Bayern Muenchen di tahun 2007, Piala Jerman dan Bundesliga Jerman di tahun 2008. Selain itu, penghargaan Pemain Terbaik Prancis di tahun 2007 dan 2008, juga pesepak bola Jerman terbaik di tahun 2008. sya/dia/berbagai sumber

Franck Ribery yang lahir di Boulogne-sur-Mer, Perancis, 7 April 1983 memiliki tinggi badan 175 cm. Sebelum bermain di FC Bayern Munchen, Jerman, pemain yang beroperasi sebagai gelandang serang ini berkarir di klub US Boulogne (2001-2002), Olympique Ales (2002-2003), Stade Brestois 29 (2003-2004), FC Metz (2004), Galatasaray (2005), dan Olympique Marseille (2005-2007).

sumber: http://www.facebook.com/SudahTahukahAnda

Menghindari Ghibah

Ghibah merupakan sifat tercela, menyerupakan pelakunya dengan orang yang memakan daging mayat, dan sebagai perbuatan yang harus dijauhi. Allah SWT berfirman dalam QS Al-Hujurat ayat 12: "Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan prasangka, karena sebagian dari prasangka itu dosa. Dan -janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertaqwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang."

Rasulullah saw bersabda, "Janganlah kalian saling mendengki, saling membenci, saling bersaing, dan saling membuat makar. Janganlah sebagian yang lain, dan jadilah kalian hamba-hamba Allah yang bersaudara. (HR Bukhari-Muslim). Anas r.a. berkata, Rasulullah saw bersabda, "Pada malam ketika aku melakukan perjalanan malam (isra dan mi'raj), aku melewati suatu kaum yang mencakar wajah mereka dengan kuku-kuku mereka sendiri." Aku bertanya, 'Wahai Jibril, siapakah mereka itu?' Jibril  menjawab, 'Mereka adalah orang-orang yang menggunjing dan mencela kehormatan orang lain." (HR Abu Dawud)

Al-Barra berkata, Rasulullah saw berkhutbah kepada kami hingga terdengar oleh kaum wanita di rumah-rumah mereka. Nabi saw bersabda, "Wahai orang-orang yang beriman dengan lidahnya tetapi tidak beriman dengan hatinya, janganlah kalian menggunjing kaum muslimin dan janganlah kalian mencari-cari kesalahan mereka, karena sesungguhnya orang-orang yang mencari kesalahan saudaranya maka Allah akan mencari-cari kesalahannya dan siapa kesalahannya dicari-cari oleh Allah maka pasti Allah akan membongkarnya di tengah rumahnya." (HR Ibnu Abu Dunya dan Abu Dawud)

Jabir r.a. berkata, Kami pernah bersama Rasulullah saw dalam suatu perjalanan, kemudian Rasulullah saw melewati dua kuburan yang penghuninya tengah disiksa, lalu Nabi saw bersabda, "Sesungguhnya keduanya disiksa dan keduanya tidak disiksa karena dosa besar. Yang satu disiksa karena dahulu menggunjing orang, sedangkan yang satu lagi disiksa karena dahulu tidak membersihkan dari kencingnya." Lalu Nabi saw meminta dua pelepah korma dan memerintahkan kepada kami agar setiap belahan pelepah korma itu ditanam di atas kuburan. Nabi saw bersabda, "Sesungguhnya keduanya akan diperingan siksanya selagi kedua pelepah itu masih basah (atau belum kering)." (HR Bukhari Muslim)


Akhirnya marilah kita sadari bersama bahwa setiap orang mu'min itu adalah saudara (QS Al-Hujurat: 10). Sebagai sesama saudara, tidak etis dan tidak pantas jika kita menggunjingnya. Kita tidak ingin termasuk golongan orang yang muflis (bangkrut), yaitu orang yang rajin shalat, zakat, puasa, akan tetapi rajin juga menghina, menggunjing, dan memfitnah orang.

(Ilam Maolani dalam Suara Masjid Agung Tsm No. 100/V/12)
Terpikat Suara Adzan, Tatiana Pilih Islam

Terpikat Suara Adzan, Tatiana Pilih Islam

masuk islam karena terpikat suara adzan
Gadis asal Slowakia itu terbuka hatinya kepada Islam selepas mendengar suara azan kala berkunjung ke Kairo, Mesir. “Ketika mendengar suara azan, jujur saja, saya merasakan getaran-getaran aneh dalam hati. Ketika itu saya seakan terhipnotis dan tak mendengar suara lain kecuali suara yang berkumandang melalui menara masjid itu,” akunya. Sekembalinya ke Slowakia dia memperdalam Islam dengan dibantu Muslimah di sana. Bahkan internet juga sangat membantunya dalam mengenal Islam. Alhasil, dia pun memeluk Islam dan kini menjalani hari-hari yang dikatakannya sebagai begitu indah dan nikmat terasa. Itulah Tatiana Fatimah, yang kami rangkum dari beberapa situs.
“Sejuta kata-kata tak cukup untuk mengekspresikan bagaimana kecintaan saya kepada Allah. Inilah yang saya rasakan saat ini. Islam ibarat darah yang mengalir di sekujur tubuh hingga ke ujung jari saya. Ketika bercakap-cakap dengan Allah di dalam shalat, sangat indah,” kata Tatiana.

“Saya berterima kasih kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala atas hadiah yang sangat berharga ini, yakni menjadikan saya sebagai seorang Muslim. Sepanjang hidup kini hanya untuk memuji dan mensyukuri nikmat-Nya,” kata dia lagi.

Suka traveling

Sebelum seperti sekarang, perjalanan Tatiana menuju Islam cukup sederhana dan tidak melewati jalan yang rumit. Kadang dia mengaku sering tersenyum sendiri jika ingat perkenalan pertamanya dengan Islam. “Traveling adalah kesukaan saya. Kami sering bepergian sekeluarga dengan berkunjung ke berbagai negara. Negara-negara Muslim telah banyak pula jadi tempat liburan kami,“ akunya.

“Mesir merupakan negara terakhir yang pernah kami kunjungi. Budaya dan segala rupa keunikan masyarakatnya sangat berkesan di hati,“ kenangnya. Di sana pula pertama kali Tatiana bersentuhan secara dekat dengan masjid. Namun waktu ke sana dia belum sempat masuk ke dalamnya. “Waktu itu saya mengira, karena bukan Muslim, dilarang masuk ke dalam masjid,“ katanya.

“Tapi jujur saya katakan, ketika mendengar suara azan, saya merasakan getaran-getaran aneh dalam hati,“ aku dia. Ketika itu Tatiana seakan terhipnotis dan tak mendengar suara lain kecuali suara yang berkumandang melalui menara mesjid. Dia benar-benar terpikat dengan suara azan. “Yang lebih berkesan lagi adalah tatkala melihat orang-orang yang berkumpul di dalam masjid, penuh dengan kesan kesatuan dan kasih sayang dikala mendirikan shalat. Hal itu hingga kini masih sangat berbekas dalam ingatan saya,“ katanya lagi.Tertarik bahasa Arab

“Oya saat itu saya tidak banyak tahu tentang Islam. Sama sekali nol. Berbanding terbalik dengan apa yang telah saya ketahui hari ini,“ kata dia. Tatiana masih ingat, waktu ketika kembali dari Kairo, dia sangat tertarik sekali belajar bahasa Arab. “Secara tiba-tiba bahasa Arab menjadi salah satu bahasa yang paling indah di dunia,“ tukasnya. Sayangnya di kota tempat Tatiana tinggal tidak ada kursus yang menyelenggarakan bahasa Arab. Kala itu cuma ada bahasa Inggris dan Jerman.

Pernah pihak sekolah berencana membuka kelas bahasa Arab. Tapi dibatalkan. “Waktu itu mau masuk puasa Ramadhan. Rupanya sang guru yang berasal dari Arab, mau pulang liburan ke kampung halamannya. Makanya dibatalkan. Tentu saja saya kecewa berat,“ sambung Tatiana.

Beberapa lama dia vakum dari mempelajari bahasa Arab. Namun dia mengaku memang sangat “haus” untuk mempelajari Islam dan bahasa Arab secara lebih mendalam. “Tak lama saya mulai belajar Islam lagi, secara perlahan. Mulai dari awal sekali. Belajar melalui internet. Berbagai website tentang Islam saya telusuri. Begitu juga semua chanel di TV yang menyajikan acara tentang Islam dan Muslim tak pernah saya lewati,” tuturnya. Dia juga ikut sebuah forum khusus untuk wanita via internet. Ya melalui internet Tatiana banyak belajar Islam.

Ikut kelas Al-Qur'an

Ada juga beberapa warga Muslim Slowakia yang membantunya dalam memahami Islam. Pernah satu ketika seorang Muslimah asal Kosice memberitahukan akan ada kelas bahasa Arab dan Alquran. Kosice merupakan sebuah region di Slowakia yang memiliki luas wilayah 6.753 km² dan populasi penduduk 766.012 jiwa. “Muslimah itu cukup saya kenal wajahnya sebab sering tampil di acara talk show menceritakan tentang Islam dan Muslim,” kenangnya.

“Saya tentu saja tak menyia-nyiakan kesempatan itu dan segera mengirim email kepadanya memberitahukan keikutsertaan saya. Kami ketemu sepekan kemudian. Bukan main. Orangnya sangat ramah dan santun sekali. Wajahnya memancarkan kedamaian,” aku Tatiana lagi.

Satu sifat Tatiana, yakni dia selalu berprasangka baik terhadap orang lain. Jadi tak sulit baginya untuk belajar sesuatu yang baru. Tak ada rasa takut tentang disebut teroris, misalnya. “Saya belajar dari siapa saja. Saya hadir bersama rekan Muslimah tersebut ke kelas bahasa Arab. Tak berapa lama saya punya banyak kenalan baru. Saya hadir secara rutin dan sangat menikmati kelas Alqu'ran,” katanya. Ketika itu dia belum masuk Islam lagi, namun tak menghalanginya untuk belajar Qur'an. Semua yang ada di kelas sangat respek dan membantu setiap kesulitan yang dihadapinya.

Selepas beberapa bulan kemudian kelas bahasa Arab berakhir. Tapi keakraban di antara mereka telah terjalin begitu kental. “Kami sering bertemu. Bahkan sering kami diskusi berjam-jam lamanya. Bagi saya hal itu sangat membantu untuk mengenal kehidupan Islam lebih dalam,” imbuh dia.

Waktu itu Tatiana masih ragu-ragu, antara masuk Islam dan tidak. “Saya masih menghadapi dilema soal itu. Tapi batin saya mengatakan itu bukan hal krusial. Yang paling penting sekarang adalah belajar mengenal dan mencintai Tuhan (Allah).

Saya bertanya kepada kawan-kawan Muslimah lainnya, kapan waktu yang tepat (untuk masuk Islam). Mereka secara diplomatis menjawab bahwa tanda itu nanti akan datang dengan sendirinya. Mereka menyebutnya dengan hidayah Allah.”

Keluarga Tatiana berlatar belakang Kristen Katolik. Namun dia mengaku tak ada seorang pun yang membimbingnya belajar agama. Praktis sejak kecil dia tak menganut agama apapun. “Ibu memberikan kebebasan bagi saya untuk memilih keyakinan. Dia tak memaksa. Semua terserah saya. Keluarga saya bahkan tak pernah pergi ke gereja,” katanya berterus terang. Namun Tatiana mengaku, di antara anggota keluarga yang lain dialah yang lebih “alim”. “Saya merasa Tuhan itu ada dan dekat sekali.”

Waktu berlalu dan semuanya berjalan biasa saja, tak ada kejutan yang berarti. Setiap hari Tatiana berdoa supaya Tuhan beri petunjuk kepadanya untuk jadi seorang Muslim.

Debar aneh

Pas musim panas Tatiana menghabiskan waktu liburannya di rumah nenek. Selepas liburan dan kembali ke rumah dia merasakan sesuatu yang lain dalam hati. Sesuatu yang amat “spesial“ itu hadir secara tiba-tiba. Spontan Tatiana teringat dengan kata-kata teman Muslimahnya:”Satu saat kamu akan dapatkan petunjuk dari-Nya.“

“Entah mengapa saya persis seorang anak kecil yang baru mendapatkan sesuatu. Mendadak saya merasakan gairah yang hebat untuk segera menjadi seorang Muslim. Tuhan serasa membimbing saya,” aku dia. Tatiana benar-benar ingin segera dekat dengan Yang Kuasa.

Dia percaya kebenaran telah datang. Allah telah kirimkan kepadanya. Tekad Tatiana sudah bulat. Dia tidak ragu-ragu lagi untuk memeluk Islam. “Saya yakin pilihan saya benar adanya. Jika Anda tanya kenapa, saya tak mampu menjawabnya. Tapi saya yakin dengan sinyal ini,” tukas Tatiana.

Bersyahadah

Tatiana memberitahukan rekan Muslimah yang pertama kali membimbingnya. “Tak berapa lama saya pun bersyahadah. Rekan-rekan memeluk saya dengan penuh kasih sayang. Saya merasa seperti “orang baru” di dunia ini. Seperti dilahirkan kembali. Menurut Alqur'an semua dosa-dosa masa lalu dihapuskan. Seperti kain putih, tak ada noda lagi. Saya sudah siap untuk menjalani kehidupan baru ini,” kenangnya.

Pada awal keislaman, dia semakin banyak bertanya terutama hal-hal yang prinsipil dalam Islam. “Saya ingin tahu apa saja, dari nol. Jujur saja, keinginan untuk belajar sangat menggelegak ketika itu. Islam benar-benar telah “membangunkan” kehidupan baru bagi saya. Saya inginnya mendapat semua informasi, dari hukum-hukum hingga sejarah Islam dan bermaksud meneruskannya ke koleganya yang lain,” kata dia penuh obsesi.

“Contekan” Shalat

“Oya usaha pertama saya untuk shalat sangat amatiran sekali. Tapi semuanya benar-benar keluar dari hati, bukan paksaan,” kenang dia. Ketika baru pertamakali belajar, dia menulis semua tatacara shalat di secarik kertas. Begitu juga dengan ayat Alqur'an, ditulisnya di secarik kertas. Jadi dia membaca “contekan“ di kertas tersebut sembari shalat. Bukan main. “Tahu tidak, sekitar tiga minggu kemudian saya sudah bisa mengerjakan shalat tanpa bantuan kertas itu lagi,” ujarnya senang.

“Saya selalu berdoa kepada Allah agar dimudahkan dalam belajar Islam,” tukasnya. “Islam agama yang sangat indah, “ kata dia lagi.

Di akhir penuturannya, dia berharap dapat terus dekat dengan Allah dan melakukan segala hal semata-mata karena perintah-Nya. “Menghindari larangannya, lalu memperlihatkan dan memberi contoh budi pekerti yang baik kepada orang lain. Hanya dengan cara itu kita bisa tunjukkan Islam yang sebenarnya,” tutupnya.
sumber: http://www.facebook.com/SudahTahukahAnda

Tirulah Sifat Jujur Abu Bakar


Tirulah Sifat Jujur Abu Bakar - JUJUR adalah sifat terpuji. Secara naluri, semua orang suka kejujuran. Namun, secara aplikasi, tidak semua orang bisa berlaku jujur. Orang yang berbusa-busa menyuarakan kejujuran, belum tentu berperilaku jujur. Kenapa? Karena jujur tidak cukup ditimbang dengan apa yang diucapkan di lisan seseorang saja. Menyerukan kejujuran harus butuh bukti dalam kehidupan nyata.

Selain itu, menjadikan jujur sebagai karakter yang mengakar di hati, juga menjadi syarat akan kebenaran kejujuran seseorang. Belum bisa disebut orang jujur, manakala tiga komponen ini, hati, lisan, dan perbuatan, belum bersatu-padu dalam diri seseorang, atau dengan bahasa lain masih parsial, dekotomi.
Terkadang ada orang yang jujur hatinya saja, namun lisannya belum mampu mengucapkannya. Atau, lisannya yang mampu berkata jujur, tapi perbuatannya belum bisa membenarkannya. Ada pula, sekedar perbuatannya yang sepertinya melakukan kejujuran, tapi hati dan lisannya mengingkari itu semua.

Tentu perilaku macam ini, yang memisahkan antar komponen tersebut tidak dibenarkan dalam konsep kejujuran. Dan realitas di lapangan, khususnya di negeri kita, justru mala praktek macam ini yang malah menyeruak di tengah-tengah lapisan masyarakat, baik itu rakyat jelata, atau pun para pemimpinnya. Mulai dari pengusaha, hingga bawahan-bawahannya.

Sebagai contoh. Setiap para pejabat disumpah, mereka selalu berjanji dangan sumpah dengan ditandai meletakkan kitab suci masing-masing di atas kepala mereka. Apakah kemudian mereka juga jujur? Buktinya tidak juga. Justru terkadang, di kemudian hari terbongkar tindak pidana korupsinya.

Seorang pelajar (siswa/mahasiswa) yang hampir setiap saat dididik untuk menjadi pribadi yang jujur, namun masih banyak juga ketika ujian mereka menyontek.

Fenomena di atas setidaknya sebagai cermin, bahwa praktek kejujuran belum seutuhnya teraplikasi dalam sebagian besar masyarakat kita dengan benar. Sikap ini terjadi di semua lini di antara kita. Karyawan marketing memark-up kwitansi, sopir memark-up bensin, petugas jalanan “mengutip” pungutan, jaksa, hakim dan petugas hukum juga masih menerima suap. Bahkan orang antri ingin masuk PNS dengan suap. Pegawai korupsi waktu. Semua lini selalu ada korupsi.

Padahal Rosulullah pernah mengatakan, “As-shidqu yahdii ila al-birri” (Kejujuran itu mengarahkan ke pada kebaikkan).

Kisah Abu Bakar

Dalam sejarah, terdapat salah satu sosok manusia yang mampu menampilkan kejujuran yang benar, selain Nabi Muhammad Shalallaahu 'Alaihi Wasallam adalah Abu Bakr. Dia merupakan sahabat yang pertama yang beriman ke pada Nabi dari golongan laki-laki dewasa.

Kejujurannya telah teruji semenjak awal dia masuk Islam. Hal tersebut terbukti -salah satunya- di tengah-tengah kaum Quraisy mengingkari dan bahkan menghina Nabi dengan peristiwa Isra’ dan Mi’raj, Abu Bakr justru menjadi orang pertama yang meyakini kebenaran hal tersebut.

Bahkan, dia berani menantang kaum kafir, bahwa kalau saja ada berita yang lebih dahsyat dari peristiwa Isra’ dan Mi’raj, maka dia akan mempercayai hal tersebut tanpa sedikitpun meragukannya.

Kejujuran Abu Bakr ini, kemudian terwujud dengan tindakan nyata. Dia tidak pernah meragukan akan apa yang telah menjadi janji Allah dan Rosul-Nya. Dan hal itu setidaknya tergambar dengan keberaniannya menyerahkan kepada Nabi seluruh harta bendanya demi memperjuangkan kejayaan Islam pada suatu peperangan.

“Aku tinggalkan mereka Allah dan Rosul-Nya”. Hanya kalimat singkat ini lah yang terlontar dari lisan Abu Bakr, ketika Rosulullah bertanya tentang apa yang dia sisakan untuk keluarganya, kalau semua kekayaannya dia serahkan fii sabilillah.

Karena kejujurannya ini, yang telah menjadi gaya hidupnya, beliau pun mendapat julukan sebagai As-Shiddiq (orang yang membenarkan). Tidak itu saja, jaminan ‘tiket’ masuk surga secara langsung, pun telah beliau genggam dari Rosulullah. Allahu Akbar !!!.

Lain Abu Bakr, lain pula Abu Tholib. Beliau adalah orang jujur, yang meyakini akan kebenaran ajaran Rosulullah. Selain itu, beliau pun membuktikan akan kejujuran hatinya dengan tindakannya yang selalu melindungi perjalanan dakwah Rosulullah Shalallaahu 'Alaihi Wasallam (??? ???? ???? ? ???). Sayang hanya karena kurang satu dimensi saja, pengucapan (lisan), perilaku jujur itu pun ‘mandul’, tidak menghasilkan apa-apa di sisi Allah. Dia pun akhirnya mati dalam kekafiran yang tempat kembalinya adalah neraka.
Apa lagi dengan sosoknya Abu Lahab. Secara naluri (Baca: hati) beliau mengakui akan kebenaran risalah Nabi Muhammad Shalallaahu 'Alaihi Wasallam. Namun, karena lisannya dan tindakkannya berpaling dari keyakinan hatinya, maka dia pun mati dalam keadaan kafir pula, dan tempat kembalinya adalah neraka.

Dari sini kita bisa mengambil benang merah, bahwa seyogyanya kita mengikuti jejak Abu Bakar dalam mempraktekkan kejujuran kita dalam segala aspek kehidupan. kita harus meyakini bahwa sesuatu yang benar itu adalah benar, tanpa diiringi keraduan sedikitpun. Dan suatu yang salah itu adalah salah. Tidak cukup itu saja, tindakkan kita pun harus menunjukkan hal tersebut, dan terakhir kita pun harus berani mensuarakannya ke pada khalayak umum.

Sebaliknya, jangan sampai kita berperilaku jujur dengan kejujuran ala Abu Thalib, lebih-lebih Abu Lahab. Sungguh perilaku macam ini sama sekali tidak akan membawa keuntungan sedikit pun bagi kita di dunia lebih-lebih di akhirat kelak. Kerana itu kita harus menjauhinya.

Pintu kemunafikan

Lawan dari pada jujur adalah dusta. Dan sampai kapanpun dua hal ini tidak akan pernah bersinergi. Barangsiapa yang berperilaku jujur, maka pasti dia akan menjauhi sifat dusta. Begitu pula sebaliknya, barang siapa yang suka berdusta, maka secara otomatis dia akan memusuhi kejujuran.

Karena demikian, tidak jarang orang yang berperilaku jujur harus menghadapi resiko yang tidak kecil, terlebih jikalau dia hidup di tengah masyarakat yang telah menjadikan dusta sebagai strategi ilegal dalam meraih sesuatu, sebagaimana yang terjadi di negeri kita saat ini.

Sekali pun demikian, kita tidak boleh getir. Perinsip ‘Qul al-Haqqa wa lau kaana murran’ (katakan lah sebenarnya meskipun pahit), harus menjadi prinsip kita.

Biasanya, dusta atau kebohongan dilakukan seseorang untuk berbagai tujuan; misalnya untuk memperoleh keuntungan materi secara tidak fair, untuk membuat kesal atau mencelakakan orang lain, dan adakalanya untuk menutupi kebohongan yang lain.

Implikasi dari kebohongan juga berbeda-beda. Jika kebohongan itu pada hal yang bersifat informasi, implikasinya bisa menyesatkan atau mencelakakan orang lain. Jika kebohongannya pada janji, maka implikasinya pada mengecewakan atau merugikan orang lain. Jika kebohongannya pada sumpah maka implikasinya pada merugikan dan mencelakakan orang lain.

Nabi bersabda; “Sesunggguhnya kebohongan adalah satu di antara beberapa pintu kemunafikan, innal kizba babun min abwab an nifaq.”

Jadi orang yang melakukan kebohongan dan dusta berarti sedang berada dalam proses menjadi seorang munafik. Kata Nabi, tanda-tanda orang munafik itu ada tiga; (1) jika berkata, ia berdusta, (2) jika berjanji, ia ingkar dan (3) jika diberi kepercayaan, ia berkhianat.

Jika kebohongan dan dusta merupakan pintu kemunafikan, maka kejujuran merupakan pintu amanah. Sebagai contoh, Nabi memiliki sifat siddiq (benar dan jujur), maka sifat lain yang menyertainya adalah amanah (tanggungjawab), fathanah (cerdas) dan tabligh (menyampaikan secara terbuka apa yang mesti disampaikan).

Kebalikannya, dusta (kizib) akan diiringi oleh sifat curang (khiyanah), bodoh, yakni melakukan perbuatan bodoh (jahil) dan menyembunyikan apa yang semestinya disampaikan secara terbuka (kitman).

Rasulullah mengatakan, "Seorang mukmin memiliki tabiat atas segala sifat aib, kecuali khianat dan dusta." (HR. Al Baazaar)

Diriwayatkan dari Abdullah bin Mas'ud r.a, dari Nabi Shalallaahu 'Alaihi Wasallam bersabda: "Hendaklah kalian bersikap jujur karena kejujuran akan membawa kepada kebaikan dan kebaikan dapat mengantarkan ke surga. Sesungguhnya seseorang senantiasa jujur sehingga ditulis sebagai seorang yang jujur. Dan sesungguhnya dusta dapat menyeret kepada kejahatan dan kejahatan dapat menyeret ke dalam neraka. Sesungguhnya seseorang senantiasa berdusta hingga ditulis di sisi Allah sebagai pendusta." (HR Bukhari [6094]). Mudah-mudahan kejujuran kita membawa ke surga yang dijanjikan.