Loading...

Ketika Barat Berbicara Poligami

barat bicara poligami
Ketika saya berada di kota Dublin pada tahun 1956, saya sempat mengunjungi Yayasan Baba Yosua. Lantas terjadilah dialog panjang antara saya dengan seorang Baba yang juga ketua yayasan tersebut. Dalam salah satu dialognya, saya bertanya padanya, “Mengapa kalian menuduh Islam dan Nabinya, khususnya dalam buku-buku kurikulum, dengan tuduhan yang tidak pantas diucapkan pada masa dimana bangsa-bangsa telah saling mengenal dan berbagai budaya saling berinteraksi?”

“Kami bangsa Barat, tidak bisa menghormati seorang laki-laki yang menikah dengan sembilan wanita,” jawabnya.


Saya bertanya, “Apakah kalian menghormati Nabi Daud dan Nabi Sulaeman?”

“Tentu. Bagi Kami, mereka berdua adalah bagian dari nabi-nabi bangsa Israel.”

Saya menimpali, “Nabi Daud mempunyai 99 isteri. Kemudian Nabi Daud menikah dengan isteri salah seorang panglimanya untuk melengkapi jumlah isterinya menjadi 100. Seperti yang diterangkan dalam Taurat, Nabi Sulaeman mempunyai 700 isteri dari wanita-wanita yang merdeka, dan 30 isteri daei budak-budak wanita. Mereka semua adalah wanita-wanita tercantik pada zamannya. Lalu, bagaimana kalian bisa menghormati seorang laki-laki yang menikah dengan 100 wanita, sementara itu, kalian tidak bisa menghormati laki-laki yang hanya menikah dengan sembilan wanita? Delapan diantara mereka adalah janda, kaum ibu, yang sebagiannya telah tua usianya, dan hanya seorang yang dinikahi dalam keadaan gadis?

Sang Baba terdiam, lalu dia berkata, “Saya telah salah ucap, maksud saya, Kami bangsa Barat tidak bisa menikahi lebih dari satu wanita. Bagi Kami, seorang lelaki yang menikah dengan beberapa wanita adalah aneh, atau hanya menuruti syahwat.”

Saya berkata padanya, “Lantas, apa pendapat Anda tentang Nabi Daud dan Nabi Sulaeman dan Nabi-nabi Israel yang lain, hingga Nabi Adam yang mempraktekkan poligami?”

Dia terdiam, tam mampu memberikan jawaban.

############################

Tidakkah mereka merasa bersalah ketika mencemooh Islam karena poligami?

Tidakkah mereka merasa bahwa poligami hingga empat isteri lebih baik daripada jika tiap malam terus berganti-ganti pasangan? Bukankah laki-laki yang rela memikul tanggung jawab wanita yang ia gauli lebih baik daripada laki-laki yang ‘lepas tangan’?

Tidakkah mereka merasa bahwa melahirkan sejuta anak melalui pernikahan yang sah lebih baik daripada melahirkan satu anak di luar ikatan pernikahan  yang sah???

(Mustafa Al Siba’i dalam Ganesha Edisi 055 2013)

Kejujuran dalam Usaha

Sejak usia muda, Rasulullah saw termasuk orang yang sudah belajar hidup mandiri. Tidak tergantung pada orang. Tidak menggantungkan nasib pada orang lain dan tidak menjadi beban orang lain. Hal ini terlihat dari ikhtiarnya untuk terlibat langsung dalam berbagai kegiatan ekonomi untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

Dalam catatan sejarah nabi (Shirah Nabawi), ditemukan informasi, ada tiga kegiatan ekonomi yang dilakukan Rasulullah yaitu menjadi penggembala, berdagang dengan pamannya, dan menjalin mitra usaha dagang Siti Khadijah yang kemudian hari menjadi istrinya. Hal ini menggambarkan, sedari usia muda, Rasulullah ikut terbiasa dan sudah membiasakan diri meenjadi orang mandiri.


Khusus dalam kaitannya dengan bisnis (dagang), pada mulanya Rasulullah terlibat dengan usaha-usaha yang dikembangkan pamannya, Abu Thalih, yang mengembangkan sayap bisnisnya dengan menjalin usaha bersama dengan pengusaha besar yakni Siti Khadijah. Ia adalah seorang janda kaya di Mekah yang berakhlak mulia. Ia adalah wanita yang senantiasa menjaga kehormatan dirinya sehingga mendapat gelar At-Thahirah (Wanita Suci).

Menanggapi permohonan Muhammad untuk ikut berdagang, Siti Khadijah tanpa pikir panjang langsung menyambutnya dengan senang hati, karena ia telah cukup mengenal Muhammad sebagai pemuda yang ramah, jujur, dan sopan santun.

Berangkatlah Nabi Muhammad sae ke negeri Syam, ditemani oleh Maisarah, budak Siti Khadijah. Jalinan usaha antara Abu Thalib dan Siti Khadijah berjalan lancar, dan bahkan mampu membesarkan bisnisnya. Karena kemajuan dalam bisnisnya itulah Siti Khadijah melalui pembantunya, Maisarah kemudian mencari tahu, apa dan bagaimana cara berdagangnya partner usaha tersebut. Ternyata Muhammad dengan Abi Thalib mampu melakukan komunikasi usaha dengan ara yang sangat baik.

Mereka berdua mampu melakukan komunikasi usaha yang memegang prinsip kejujuran dalam usaha, sehingga bisa memberikan kenyamanan kepada pembeli. Nilai kejujurannya itulah, yang kemudian menyebabkan usaha-usaha Muhammad dan Abu Thalib bisa berkembang baik, dan itu semua sudah tentu menguntungkan usaha Siti Khadijah.

Dalam kaitan ini, ada beberapa nilai kejujuran yang memang penting dikembangkan dalam konteks usaha kerja sama sebagaimana yang dilakukan Rasulullah. Nilai kejujuran merupakan nilai-nilai penting dalam hal apa pun apalagi dalam bisnis. Pertama, jujur terhadap rekanan usaha kita. Jangan samapai, rekanan kita merasa dirugikan karena kita tidak pernah memberikan laporan keuntungan secara terbuka. Banyak pebisnis sekarang, kalau untuk dimakan sendiri, tetapi kalau rugi dilaporkan kepada mitra usaha kita.

Kedua, jujur kepada pembeli. Dimana pun kita berdagang, pembeli harus dihargai secara optimal. Kita tidak boleh berdusta atau mencederai konsumen kita. Ada sifat buruk, di sejumlah pedagang kita. Melihat calon pembeli bukan daerah asli tempat tinggal kita, misalnya pendatang, harga barang kemudian dinaikkan. Sikap seperti ini, sesungguhnya hanya merugikan diri sendiri. Memang, sekali waktu dia mendapatkan untung besar, tetapi citra usaha menjadi buruk. Pernahkah kita mendengar, ada saudara kita yang kapok jajang di suatu tempat wisata, karena barang-barangnya dimahalkan? Apakah dengan pengalaman itu, kelak kalau kita berkunjung lagi ke tempat wisata itu, kita berminat untuk belanja lagi?

Tingginya korupsi di negara kita ini, pada dasarnya karena telah kehilangan sikap kejujuran. Di negeri kita ini, sifat-sifat sebagaimana yang diajarkan Rasulullah sekarang hampir sulit ditemukan. Ketidakjujuran merajalela sehingga korupsi pun marak.

Ketiga, setiap pengusaha atau pegawai pun harus jujur terhadap profesinya atau hasil usahanya. Di sini, sifat amin (jujur), bermakna pula amanah atau transparansi. Seorang yang jujur (al-amin) adalah orang yang mengembangkan sikap transparan, terbuka pada orang lain. Sikap ini penting, karena bila pengusaha, pedagang tidak mau bersikap transparan, dia akan terjerumus melakukan tindak pidana korupsi, manipulasi, atau penggelapan hasil usaha.

Ketidakjujuran bisa jadi menguntungkan, tetapi sifatnya hanya sesaat. Bahkan, ketidakjujuran bisa menghancurkan dalam jangka panjang. Apakah kita mementingkan keuntungan jangka panjang atau sekadar jangka pendek?

Banyak yang mengatakan apabila jujur, usaha akan hancur lebur. Jujur akan membuat kerugian. Sebagai kaum Muslimin yang meyakini janji-janji Allah, maka kalimat-kalimat seperti itu merupakan kalimat yang tidak dibenarkan. Kalau Allah SWT sudah menjamin seseorang yang jujur akan mujur, mengapa kita masih memercayai anggapan umum yang menyalahi prinsip ajaran Islam? Jujurlah, Insya Allah hidup akan mujur.


Penulis: H. HABIB SYARIEF MUHAMMAD ALAYDRUD
Ketua Yayasan Assalam Bandung, mantan anggota MPR dan mantan Ketua PW NU Jabar
Hadits Meninggal Hari Jumat

Hadits Meninggal Hari Jumat

Saat usai memberikan ceramah singkat beberapa hari yang lalu, salah satu jam'ah ada yang meminta keabhsahan sebuah hadits tentang hadits meninggal dunia hari jumat sambil berkata: "orang yang meninggal hari jumat sudah dijamin masuk surga, benar nggak pak ustadz," sebagai ustad bodoh seperti saya sontak kaget, karena sebelumnya sayup-sayup saya juga mendengar hadits itu. Tapi saya tetap tidak berani menjawab secara tegas, saya katakan:"saya tidak tahu", agar saya tidak tekena taklif, menjawab tanpa ilmu pengetahuan.
Hadits yang dimaksud secara lengkap adalah berbunyi:

حدثنا محمد بن بشار حدثنا عبد الرحمن بن مهدي و أبو عامر العقدي قالا حدثنا هشام بن سعد عن سعيد بن أبي هلال عن ربيعة بن سيف عن عبد الله بن عمرو قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم ما من مسلم يموت يوم الجمعة أو ليلة الجمعة إلا وقاه الله فتنة القبر

menceritakan kepada kami Muhammd bin Bisyar dari Abdurrahman bin Ahdy dan Abu Amir al Aqdiy, keduanya berkata: "menceritakan kepada kami Hisyam bin Sa'd dari Sa'id bin Abi Hilal dari Rabi'ah bin Syaif dari Abdillah bin 'Umar berkata: Berkata Rasul saw, :" “Tidak ada seorang muslim pun yang meninggal pada hari Jum’at atau malam Jum’at kecuali Allah akan menjaganya dari fitnah kubur.” hadits ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad no. 6582 dan At-Tirmidzi no. 1074

Kajian Sanad
Rangkaian sanad dalam hadits tersebut diatas terdapat nama perawi bernama Rabi’ah bin Saif,
Imam Mundziri berpendapat bahwa hadits ini lemah karena sanadnya terputus, Syaikh Syu’aib al-Arnauth berkata, “Sanadnya lemah, karena perawi Rabi’ah bin Saif tidak mendengar dari Abdullah bin Amru. di samping itu dua perawi yakni Rabi’ah bin Saif dan Hisyam bin Sa’ad adalah dua perawi yang lemah.(Musnad Imam Ahmad, 11/147)”
Imam at-Tirmidzi sendiri yang meriwayatkan hadits ini menilai gharib, dengan alasan karena tersebut menilai bahwa hadits ini gharib karena Rabi'ah in Saif tidak diketahui mendengar langsung dari Amru (lih. Sunan At-Tirmidzi, III/378)


adapaun hadits yang sejenis diirwayatkan oleh Imam Ahmad, hadits no 6646 dari beberapa perawi yaitu Suraij, Baqiyah, dari Mu’awiyah bin Sa’id dari Abu Qabil dari Abdullah bin Amru bin Ash berkata: Rasul saw bersabda:

 مَنْ مَاتَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ أَوْ لَيْلَةَ الْجُمُعَةِ وُقِيَ فِتْنَةَ الْقَبْرِ
Barangsiapa meninggal pada hari Jum’at atau malam Jum’at maka ia akan dilindungi dari fitnah kubur.”

hadits ini sadanya dha'if karena Baqiyah bin Muslim adalah seorang mudallis (perawi yang memanipulasi sanad) rangakaian sanad dalam hadits ini, tidak menunjukkan dengan tegas bahwa Baqiyah menerima hadits secara langsug dari Mu’awiyah.” (lihat. Musnad Ahmad dengan tahqiq Syaikh Ahmad Syakir, 6/204) yang menilai Mu'awiyah atau nama aslinya Mu’awiyah bin Said bin Syuraij at-Tujaibi al-Fahmi al-Mishri sebagai perawi yang shahih hanya Ibn Hibban.

Perawi yang bernama Abu Qabil menurut Ibnu Hajar al Ats Qalani adalah lemah berdasarkan katerangan di dalam kitab Ta'jilul Manaf, begitu juga Ibn Ma'in

Meninggal hari jumat adalah syahid
Beberapa orang mungkin berpendapat bahwa, orang yang meninggal pada hari jumat dianggap sebagai mati syahid. memang ada hadits yang menyebutkan seperti itu, adapun haditsnya berdasarkan riwayat Imam Abu Nu’aim al-Asbahani dalam Hilyatul Awliya’.
Dari Umar bin Musa bin Wajih dari Muhammad bin Munkadir dari Jabir bin Abdullah radhiyallahu ‘anhu berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda:

مَنْ مَاتَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ أَوْ لَيْلَةَ الْجُمُعَةِ أُجِيرَ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ وَجَاءَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ عَلَيْهِ طَابَعُ الشُّهَدَاءِ
Barangsiapa meninggal pada hari Jum’at atau malam Jum’at niscaya ia akan dijauhkan dari siksa kubur dan pada hari kiamat ia akan datang dengan memiliki tanda orang mati syahid.” (HR. Abu Nu’aim)

Menurut Imam Abu Nu’aim al-Asbahani mengatakan: “Hadits ini gharib dari hadits Jabir dan Muhammad bin Munkadir ia adalah perawi yang dha'if. Dalam rangkaian perawian hadits di atas ada nama Umar bin Musa, ia pemalsu hadits begitu, menurut Ibnnu 'Ady, Berbeda lagi dengan penilaian Imam ad-Daruquthni yang memberikan komentar bahwa Umar bin Musa adalah Matruk

Mungkin masih banyak lagi dasar-dasar yang dikemukakan oleh para cerdik cendekia dalam hadits yang beragam terkait dengan hadits tentang meninggal hari jumat, namun bagi kami paparan diatas sudah cukup untuk dijadikan pedoman bahwa anggapan orang awam, meinggal hari/malam jumat adalah mengandung kekeliruan.

Kajian Matan
Dari segi matan terdapat kejanggalan, yakni adanya surga gratisan hanya disebabkan meninggal dunia bertepatan dengan hari tertentu (jumat), lalu dimana letak kemampuan amal kebaikan menunjukkan jalan ke surga, dan kemaksiatan memuluskan jalan ke neraka. Di Khawatirkan karena dalil ini di anut sehingga banyak orang yang berbuat nekad pada hari jumat dengan harapan supaya meninggal pada hari tersebut.

Kalau memang hari meninggal pada hari Jumat adalah hari yang paling baik dan akan dibebaskan dari siksa neraka atau siksaan kubur, maka pertanyaan yang tersisa adalah mengapa Nabiyullah saw tidak meninggal pada hari tersebut. Bukankah setiap ajal erat di dalam genggamannya, alangkah dimanjanya bagi orang yang ditentukan ajalnya oleh Allah pada hari jumat, karena tanpa harus berupaya keras dia akan masuk surga dan bebas dari siksa neraka hatta pelacur sekalian

Dari kejanggalan makna ini kemudian meyakinkan kepada kita semua bahwa hadits tersebut diatas adalah lemah untuk dijadikan hujjah. akhirnya kita bisa mengambil kesimpulan bahwa hukum meninggal hari jumat bukan secara otomatis masuk surga, tetapi yang membuat jalan terbaik untuk masuk surga adalah amal kebajikan
Piyama Ini Bisa Bacakan Cerita Untuk Anak

Piyama Ini Bisa Bacakan Cerita Untuk Anak

NEW YORK – Hampir semua anak kecil menyukai dongeng yang dibacakan sebelum tidur. Seiring dengan kemajuan teknologi, belum lama ini seorang peneliti mengembangkan piyama untuk anak-anak yang dapat menyediakan cerita untuk mereka sebelum tidur.Piyama yang dinamakan Smart Pajamas atau Smart PJ ini merupakan piyama interaktif pertama di dunia yang mampu membacakan cerita untuk anak Anda sebelum
Mengintip Dapur Kerja Pabrik Huawei Di China

Mengintip Dapur Kerja Pabrik Huawei Di China

MINGGU lalu, Okezone mendapat kesempatan berkunjungan ke negara dengan jumlah penduduk  terpadat di dunia, China. Negara yang pernah mengalami kemiskinan merata luar biasa di seluruh negeri pada tahun 1900an ini, baru pada tahun 1990 bangkit dan membuka diri terhadap dunia luar. Sejak itu China pun mulai membangun.Ditengah keterbukaan itu, China pun mulai membangun. Sejumlah pabrik dan
Presiden Paling Rajin Nge-tweet

Presiden Paling Rajin Nge-tweet

Siapa presiden di dunia yang paling kecanduan Twitter? Barangkali presiden Argentina juaranya.Ketika satu juta rakyat Argentina berunjuk rasa untuk memprotes pemerintahannya, Presiden Cristina Fernandez memilih menjawabnya melalui Twitter. "Ya, aku agak keras kepala, dan aku juga tua. Tapi pada akhirnya, kita beruntung bisa menjadi tua, bukan?" tulisnya.Kali lain, dalam perjalanan ke Caracas, ia

Teologi Santet

Beberapa minggu belakangan ini kata “santet” menjadi akrab ditelinga kita, isu santet ini booming terkait adanya perseteruan beberapa kalangan artis dengan orang tertentu. Topik santet ini rupanya terus digilai oleh publik terbukti dengan pemberitaan di televisi, pagi, siang, sore dan malam bahkan ada acara bergengsi di salah satu televisi swasta mengambil tema ini dikaitkan dengan anggota dewan yang membahas tentang pasal santet, hmm…

Santet atau guna-guna (Jawa: tenung, teluh) adalah upaya mencelakai orang lain dari jarak jauh dengan menggunakan ilmu hitam. Santet dilakukan dengan menggunakan berbagai macam media antara lain rambut, foto, boneka, dupa, ruparupa kembang, dan sederet media aneh lainnya. Akibat ulah santet ini diduga menciptakan efek cacat atau meninggal dunia. biasanya dilatarbelakangi motif dendam kepada orang lain. Santet dipergunakan sebagai alat pembunuh tanpa jejak sehingga aman dari jeratan hukum positif.

Di Jawa Barat pada umumnya tidak dikenal nama santet tetapi dikenal dengan nama telush, teluh ganggaong atau sogra, kalau di Bali disebut desti, leak, atau teluh terangjana, di Maluku dan Papua dikenal suangi, di Sumatra Utara begu ganjang, di Sumatra Barat puntianak dan sederet nama lain, tidak hanya di bumi belahan Asia saja, tetapi sampai dibelahan benua Afrika, mengenal santet dengan istilah voodoo. Santet dikaji dari berbagai sudut memang mempunyai nilai akademis tinggi karena tak pernah habis dan tuntas untuk dibahas, sebut saja Prof Dr Tb Ronny Nitibaskara, menyatakan santet termasuk sorcery (ilmu tenung) atau witch craft (ilmu sihir).

Jika santet yang dimaksud adalah sihir, berarti sugah ada sejak Nabi Musa as. Di dalam al Qura’an disebutkan adanya keterangan bahwa Musa as diserang beberapa ular jelmaan dari tukang sihir suruhan Fir’un, dari lemparan tali tambang dan tongkat mereka yang dilemparkan kepada Nabi Musa as.
Di dalam al Quran disebutkan, Allah befirman;

قَالَ بَلْ أَلْقُوا فَإِذَا حِبَالُهُمْ وَعِصِيُّهُمْ يُخَيَّلُ إِلَيْهِ مِنْ سِحْرِهِمْ أَنَّهَا تَسْعَى
Berkata Musa: "Silakan kamu sekalian melemparkan". Maka tiba-tiba tali-tali dan tongkat-tongkat mereka, terbayang kepada Musa seakan-akan ia merayap cepat, lantaran sihir mereka. (QS. Thaha:66)

Dalam kisah yang lain, latar belakang turunnya (asbabun nuzul ) surat al-Falaq dan An-Naas juga bagian dari kisah serangan sihirnya orang Yahudi yang bernama Lubai al-A’sham kepada Nabi Muhammad saw, Disebutkan di dalam kitab Dalaailun Nubuwwah karya Imam Baihaqi menuliskan sebuah hadits dengan sanad sebagai berikut:

Dari al Kalibi dari Abu Saleh dari Ibnu Abbas r.a. Menceritakan, bahwa suatu hari Rasulullah saw. mengalami sakit serius, kemudian dua malaikat datang kepada Nabi saw, yang satu di kepala dan satunya lagi di kaki, Malaikat yang berada di kaki Rasulullah saw bertanya, "Apa yang kamu lihat?" Malaikat di sebelah kepala Rasul saw menjawab: "Thabb", kemduian bertanya lagi "Apakah Thabb itu?" malaikat yang berada di kepada menjawab: "Sihir", "Siapakah yang menyihirnya?" Malaikat yang di kepala menjawab: "Lubaid Al A'sham orang Yahudi". Lalu malaikat yang berada di sebelah kaki terus bertanya: "Di manakah sihir itu disimpan?", "Di dalam sumur keluarga si Polan, ia terletak di bawah sebuah batu besar dalam keadaan terbungkus". Jawabnya.

Kemudian mereka berdua mendatangi sumur itu, lalu mereka menguras airnya dan mengangkat batu besar untuk mengambil buntelan buntelan lalu membakarnya di dalamnya ada seutas tali degnan sebelas ikatan. Kemudian diturunkan kedua surah yakni an-Naas dan al Falaq ini kepada Rasulullah saw., setiap kali beliau membaca satu ayat dari kedua surah tersebut terlepaslah satu ikatannya. Jumlah ayat an-Naas dan al Falaq jika dikalkulasikan sebanyak 11 ayat.
***
Kisah tersebut di atas memberikan kesimpulan kepada kita bahwa sihir atau santet itu ada, dan membahayakan bagi manusia, namun semua akan terjadi jika Allah menghendaki karena semua yang terjadi adalah atas kuasa Allah swt. Oleh karenanya Allah swt memerintahkan untuk selalu berlindung dari kajahatan manusia. Sihir termasuk kejahatan yang mengakibatkan pelakunya diganjar dengan dosa besar, sihir tergolong dalam tujuh perbuatan dosa besar, Nabi bersabda:

"Jauhilah tujuh perkara yang merusak Para sahabat lantas bertanya: apa (tujuh perkara) itu, wahai Rasulullah?, Jawab Rasul: (1) Menyekutukan Allah, (2) sihir, (3) membunuh jiwa yang dilindungi Allah kecuali dengan cara yang haq, (4) memakan riba, (5) memakan harta anak yatim, (6) lari menghindar saat berkobarnya perang dan (7) menuduh zina wanita yang dilindungi yang beriman dan yang lupa (yang tidak pernah membayangkan untuk melakukannya). (diriwayatkan oleh Bukhari).

Sihir adalah kekuatan gaib yang dimiliki oleh seeorang bertujuan untuk merusak dan meresahkan maasyarakat, dalam rancangan perubahan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang menyatakan, orang yang berupaya menawarkan kemampuan magisnya bisa terancam pidana lima tahun penjara.

Aturan ini dituangkan pada Bab V tentang Tindak Pidana terhadap Ketertiban Umum yang secara khusus dicantumkan dalam Pasal 293. Lebih jelasnya kutipannya sebagai berikut:
(1) Setiap orang yang menyatakan dirinya mempunyai kekuatan gaib, memberitahukan, memberikan harapan, menawarkan atau memberikan bantuan jasa kepada orang lain bahwa karena perbuatannya dapat menimbulkan penderitaan mental atau fisik seseorang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun atau pidana denda paling banyak Kategori IV;

(2) Jika pembuat tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 melakukan perbuatan tersebut untuk mencari keuntungan atau menjadikan sebagai mata pencaharian atau kebiasaan, maka pidananya ditambah dengan sepertiga."

Karena bersifat magic inilah, tentunya pembuktiannya akan mengalami berbagai kendala, sebab tidak bisa dibuktikan secara faktual, entahlah bagaimana cara mengimplementasikan pasal tersebut.

Hukum positif dan hukum agama telah melarang keras untu mengembangkan, memakai atau mengajarkan ilmu sihir karena tidak ada sisi baiknya sama sekali, entah siapakah pencipta ilmu hitam tersebut. Yang pasti secara teologis jika santet yang dimaksud adalah ilmu sihir, maka ilmu tersebut jelas benar adanya, tak bisa diragukan lagi. Setiap orang perlu waspada terhadap kejahatan manusia pengguna ilmu santet/sihir tersebut.