Loading...
Mangkuk, Madu, dan Sehelai Rambut

Mangkuk, Madu, dan Sehelai Rambut

Suatu hari Rasulullah saw berkumpul bersama sahabat-sahabatnya Abu Bakar Ash-Shiddiq, Umar bin Khatab, Utsman bin Affan dan Shahibul Bait, Ali bin Abi Thalib., Istri Ali, Fathimah yang juga putri Rasulullah saw, menghidangkan madu untuk mereka yang sedang berdiskusi. Madu itu diletakkan di dalam sebuah mangkuk yang sangat indah.

Ketika madu dihidangkan, Rasul mendapati sehelai rambut di dalamnya, Rasul diam sejenak dari diskusi. Daripada membincang apalagi menuduh rambut siapa, kecerdasan Rasul kemudian membelokkan tema diskusi, dengan meminta semua sahabat membuat tamsil terhadap mangkuk yang indah nan cantik, madu, dan sehelai rambut.
Abu Bakar r.a. mengawali, "Iman itu lebih cantik dari mangkuk yang cantik ini. Orang yang beriman itu lebih manis dari madu ini, dan mempertahankan iman jauh lebih sulit dari melewati sehelai rambut."

Umar r.a. berkata, "Kerajaan itu lebih cantik dari mangkuk yang cantik ini. Seorang raja lebih manis dari madu. Raja yang memerintah dengan adil lebih sulit daripa meniti sehelai rambut."

Utsman r.a. berkata, "Ilmu itu lebih cantik dari mangkuk yang cantik ini. Orang yang menuntut ilmu itu lebih manis dari madu. Dan beramal dengan ilmu yang dimilikinya lebih sulit daripada meniti sehelai rambut."

Ali r.a. berkata, "Tamu itu lebih cantik dari mangkuk yang cantik ini. Menjamu itu lebih manis daripada madu. Membuat tamu senang sampai kembali pulang ke rumahnya adalah lebih sulit daripada melewati sehelai rambut."

Fathimah juga berkata, "Seorang wanita itu lebih cantik dari sebuah mangkuk cantik. Wanita yang berjilbab itu lebih manis dari madu. Mendapatkan wanita yang tak pernah dilihat orang lain kecuali muhrimnya lebih sulit daripada melewati sehelai rambut."

Selanjutnya Rasulullah saw berkata, "Seorang yang mendapat taufik untuk beramal adalah lebih cantik dari mangkuk yang cantik ini. Beramal dengan amal yang baik itu lebih manis daripada madu. Berbuat amal dengan ikhlas lebih sulit dari melewati sehelai rambut."

Malaikat Jibril berkata, "Menegakkan pilar-pilar agama lebih cantik dari mangkuk yang cantik. Menyerahkan diri, harta, dan waktu untuk usaha agama lebih manis dari madu. Mempertahakan usaha agama sampai akhir hayat lebih sulit daripada melewati sehelai rambut."

Allah SWT berfirman, "Surga-Ku itu lebih cantik dari mangkuk yang cantik itu. Nikmat surga-Ku lebih manis dari madu itu, jalan menuju surga-Ku lebih sulit daripada melewati sehelai rambut."

Diskusi Rasulullah saw yang dapat kita jumpat dalam The Secret of Kisah-kisah Teladan, Sumber Inspirasi dan Penyejuk Hati, karya Abdul Aziz S (2011) sengaja penulis angkat dalam kisah Ramadan, karena memiliki makna yang sangat komprehensif dan holistik.

Konvergensi antara akhlak dan kecerdasan Rasulullah saw dalam menyikap persoalan ringan, menjadi pintu bagi para sahabat untuk mengeluarkan nalar-nalar yang berbobot. Abu Bakar bicara hal yang paling fundamen, yaitu iman dan hati. Umar bicara soal nafsu dan kekuasaan. Utsman mengenai nalar keilmuan. Ali tentang etika, akhlak atau perilaku, dan Fathimah soal syariat. Semua sangat urgen dan harus ditegakkan meskipun berat, itulah jalan menuju surga Allah SWT.

Bila kita renungkan, tamsil yang disodorkan oleh para sahabat, sesungguhnya sebuah resume dari kehidupan manusia.

(Samsul Ma'rif, S.Ag dalam PR 25 Agustus 2011)
Memilih Rahim sebagai Ladang Menabur Benih

Memilih Rahim sebagai Ladang Menabur Benih

Ceramah singkat saya kali ini akan membahas tentang pemilihan jodoh atau pasangan hidup yang serasi dan selaras sebagai ladang untuk menabur benih keturunan, karena al Qur’an dengan jelas memberikan isyarat isteri bagaikan ladang yang butuh digarap dengan baik, penuh kesabaran untuk mencapai kebahagiaan sejati di dunia dan di akhirat QS. Al baqarah: 223

نِسَاؤُكُمْ حَرْثٌ لَكُمْ فَأْتُوا حَرْثَكُمْ أَنَّى شِئْتُمْ وَقَدِّمُوا لِأَنْفُسِكُمْ وَاتَّقُوا اللَّهَ وَاعْلَمُوا أَنَّكُمْ مُلَاقُوهُ وَبَشِّرِ الْمُؤْمِنِينَ.
“Isteri-isterimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok-tanam, maka datangilah tanah tempat bercocok-tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki. Dan kerjakanlah (amal yang baik) untuk dirimu, dan bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa kamu kelak akan menemui-Nya. Dan berilah kabar gembira orang-orang yang beriman.” (al Baqarah :223)

Ayat di atas memberikan isyarat bahwa, secara tersirat ada semacam anjuran berikhtiyar mencari pasangan hidup yang sempurna untuk dijadikan sebagai ladang menanam benih keturunan, karena isteri itu bagaikan ladang untuk menanam benih keturunan. Sudah menjadi hukum alam, ladang yang subur diimbangi dengan perawatan yang baik, lebih berpotensi menghasilkan tanaman yang berkualitas daripada ladang tandus dengan garapan yang baik pula.

Ayat di atas, juga memberikan pengarahan, tidak hanya ladang dan sistem garapan yang baik saja untuk mencita-citakan hasil yang berkualitas, tetapi sebelum memilihi ladang yang subur, dahulukan dirimu menjadi individu yang memproduksi bibit berkualitas tinggi, lanjutan ayatnya : ”Dan kerjakanlah (amal yang baik) untuk dirimu” , lanjutan ayat ini mengarahkan kepada pembacanya, sebelum memilih ladang yang subur maka pastikan sang suami memiliki benih yang berkualitas. Usaha untuk menghasilkan keturunan yang berkualitas harus di awali dari diri sendiri, jangan menyalahkan ladang (isteri) kalau individu seorang suami belum bisa menjadi bibit yang berkualitas.

Terpenuhinya cita cita memperoleh hasil tanaman yang baik, ternyata harus melalui cara yang panjang, sejak dari sendiri, pemilihan isteri dan mempergauli isteri degnan cara yang baik. Dengan usaha itu, kedua belah pihak akan merasa diuntungkan, alangkah meruginya seorang isteri jika mendapat suami yang mempunyai bibit tidak berkualitas, begitu juga sebaliknya, suami akan merasa kecewa kalau mendapati isteri yang digadang-gadang sebagai ladang untuk menanam benih ternyata tidak subur. Lalu bagaimana jika sudah terlanjur.

Ingat!!! Tidak ada kata terlambat untuk melakukan perbaikan, mulailah sekarang, sekarang, sekarang untuk berbuat baik, ajak isteri juga untuk melakukan aktivitas yang baik-baik. wassalam
Perisai Sabar

Perisai Sabar

Perjuangan para Nabi adalah gerakan kesabaran, sabar dalam menjalankan perintah Allah SWT dan sabar menghindari larangan-Nya. Sebelum diterpa cobaan, hatinya telah dibalut perisai sabar. Mereka menyiapkan perisai sabar terus-menerus. Ahmad bin Hanbal menuturkan, Alquran mengulang kata sabar sebanyak 90 kali.

Pengulangan kata sabar menandakan betapa pentingnya energi makna dibalik kata sabar itu. Kapan momentum yang tepat mengenakan perisai sabar? Apakah kita mengenakan perisai sabar hanya ketika terimpit cobaan atau ujian? Jamak dipahami, perisai sabar dikenakan saat menghadapi cobaan atau ujian yang tak diinginkan. Andai orang tidak mengenakan perisai kesabaran, niscaya akan limbung, terjatuh pada sikap kecewa, sedih, menderita, berujung pada frustasi.


Bagi orang yang mengenakan perisai sabar, niscaya akan jauh dari ancaman frustasi. Karena frustasi hanya patut mengena pada orang kafir. "Jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir." (QS Yusuf [12]:27). Orang bersabar niscaya akan terhindar dari putus asa, lantaran sabar adalah pintu awal yang dapat menyelamatkan manusia dari perasaan negatif. Rasulullah saw bersabda, "Kesabaran itu pada pukulan pertama."

Jika respons pertama disertai kesabaran, sontak kebahagiaan senantiasa terus menyusupi hati. Kesabaran berperan menghadirkan ketenangan hati. Bersabar dalam kemiskinan. Bersabar dari cercaan dan makian. Bersabar dengan ujian yang menerpa silih berganti. Kesabaran seperti itu akan meneguhkan jiwa meraih kemuliaan. Pun demikian, perisai sabar tak hanya dikenakan di saat terkena musibah. Perisai sabar juga semestinya dikenakan ketika berada dalam kelapangan. Betapa banyak orang yang mampu bersabar dalam kesulitan, akan tetapi tak bisa bersabar dalam kelapangan.

Model pribadi yang bersabar dalam kejayaan dan bisa dicontoh adalah pada diri Nabi Sulaiman. Dikisahkan, walau Nabi Sulaiman termasuk sosok kaya raya yang kekuasaannya memenuhi seluruh kerajaan, dari manusia, binatang, dan golongan jin, namun makanan sehari-hari beliau tidak berasal dari gajinya.

Beliau makan dari hasil jerih payahnya membuat anyaman. Dari kebiasaan itu, tidak hanya rakyat dari kalangan manusia yang kagum pada perilaku sabarnya Nabi Sulaiman, burung-burung bahkan bangsa jin menaruh kagum padanya. Ternyata bersabar dalam kelapangan tidak mengurangi sedikit pun kehormatan beliau. Bahkan, semakin meninggikan derajatnya di hadapan Allah SWT.

(Khalili Anwar dalam Suara Masjid Agung Tsm)
Bahaya Pujian

Bahaya Pujian

Mengapa orang memuji? Karena mereka tidak tahu siapa diri kita. Kalau mereka tahu siapa diri kita yang sebenarnya, pasti mereka tidak akan memuji. Celakanya kalau kita dipuji, kita akan menikmati sesuatu yang tidak ada pada diri kita itu. Pujian dapat membuat kita jadi yakin seperti apa yang dikatakan orang, sampai kita tidak jujur kepada diri sendiri. Sebenarnya yang tahu seperti apa diri kita adalah kita sendiri. Orang yang memuji, hanya menyangka saja.

Seharusnya, pujian itu membuat kita malu. Karena apa yang mereka katakan, sebenarnya tidak ada pada diri kita. Tapi, bagi para pecinta dunia, mereka akan menikmati sesuatu yang tidak ada pada dirinya. Artinya, dia berbohong pada dirinya sendiri.

Bahayanya pujian itu ada tiga. Yang pertama, kita jadi terpenjara oleh pujian orang. Kita takut kehilangan segala pujian pada diri kita. Akibatnha, kita akan melakukan apa saja supaya pujian itu tidak hilang. Orang yang dipuji dan mempercayai pujian itu, dia tidak akan menerima nasihat dari orang lain. Karena dia benar-benar termakan, terbelenggu dan terpenjara oleh pujian tersebut.

Kedua, dia akan sangat sulit sekali mengakui kekurangannya. Ini adalah malapetaka. Orang yang tidak bertaubat, dialah orang yang dzalim. Jadi, kalau kita telah menyakiti orang, tetapi tidak mengakui, berbarti kita sudah dzalim. Dzalim pada orang dan pada diri sendiri.

Ketiga, kalau orang sudah senang dipuji, maka tidak ada ikhlas dalam dirinya. Karena segala perbuatan yang dilakukannya hanya untuk mempertahankan pujian itu. Dia akan mengatur penampilan dan sikapnya agar terlihat baik bagi orang. Apakah mungkin orang seperti ini akan ikhlas? Jawabannya tidak! Karena dia melakukan apa pun bukan untuk Allah lagi, tapi karena untuk kemasannya. Tiap hari pekerjaannya hanya berpikir bagaimana agar tetap dianggap teladan. Seorang anak yang sudah terbiasa dipuji, berarti kita merusak dia. Dia akan merasa dirinya istimewa. Dia merasa dirinya khusus dan merasa dirinya lebih dari orang lain. Maka tunggulah ketika dia dewasa, dia tidak akan memandang orang tuanya. Karena dia dibesarkan untuk tidak jujur melihat dirinya. Dia dibesarkan untuk melihat dan membangun topengnya. Islam mengajarkan kita untuk menjadi orang yang asli. Murni tanpa rekayasa dan kepura-puraan. Apa yang kita perbuat, tujuannya cuma satu, agar Allah menerima. Tidak ada masalah dengan penerimaan dan penghargaan dari orang lain. Yang penting apa yang kita lakukan benar, tidak menyakiti dan melanggar hak orang lain. Tidak ada kepura-puraan, tidak ada kepalsuan. Antara perbuatan dan perkataan sama, maka akan tercipta rasa nyaman. Nyaman untuk kita, nyaman untuk orang di sekitar kita. Kalau kita berpura-pura, kita tidak akan merasa nyaman. Orang lain pun juga merasa sama, tidak nyaman.

Islam itu nyaman di hati betapa pun badai harus dihadapi. Kenapa? Karena tidak ada kepura-puraan.

Mudah-mudahan kita tidak termasuk orang yang penuh kepura-puraan dan selalu mengharapkan pujian orang lain. Semoga Allah mengampuni dosa-dosa kita.

(Sakinah No. 324, Oktober 2011)
Manusia bisa lebih dari Iblis

Manusia bisa lebih dari Iblis

Sombong termasuk sifat yang membahayakan keimanan, modalnya melakukannya tidak mahal, tetapi bisa membuat seseorang defisit amal baik yang luar biasa besar. Iblis pada mulanya adalah bala tentara Allah sejenis para malaikat Allah, ttapi menentang perintah Allah untuk sujud (penghormatan) kepada Adam as yang terbuat dari tanah, Allah pun berfirman dengan nada bertanya: "Apa yang membuatmu tidak bersujud ketika Aku perintahkan?" Iblis menjawab," Aku lebih baik dari pada dia. Engkau ciptakan aku dari api sedangkan ia Engkau ciptakan dari tanah." Menanggapi sikap sombong Iblis yang tidak mau bersujud itu kemudian Allah berfirman "Turunlah engkau dari surga karena tidak pantas engkau berlaku sombong di dalamnya. Keluarlah! Sesungguhnya engkau termasuk orang yang hina."(QS.al-A'raf: 13)

Iblis yang sebelumnya telah beribadah selama 6 ribu tahun lamanya –wallahu a’lam apakah tahun dunia atau alam lain--, melakukan kesombongan satu kali saja membuat dirinya terlempar jauh sekali dari rahmat Allah, meski Iblis mengakui bahwa Allah adalah tuhan semesta alam. Bagaimana dengan manusia yang melakukan kesombongan berkali-kali??

Surga diharamkan bagi orang orang yang di dalam hatinya masih bercokol sebiji atom sekalipun rasa sombong, Rasulullah saw bersabda; "Tidak masuk surga orang yang di dalam hatinya ada kesombongan meski sebutir atom."(HR. Muslim dari Abdullah bin Mas'ud ra). Sebutir atom yang tidak terlihat kasat mata saja dapat menghalangi perolehan kenikmatan surga seluas langit dan bumi, lalu bagaimana dengan pribadi kita yang seringkali menyombongkan diri dengan keberhasilan usaha dan ilmu pengetahuannya?? Tentu akan lebih jauhlagi ketimbang iblis laknatullah, kalau tidak mendapat rahmat dari Allah swt.

Hadits bahaya sombong di atas menggetarkan seorang laki-laki yang mendengarnya dan ia pun bertanya kepada Rasulullah saw," Seseorang itu tentu senang kalau pakaiannya bagus dan sandalnya pun indah. Apakah itu sombong?" Beliau saw menjawab pertanyaan tersebut dan menerangkan hakikat sombong," Allah itu Maha Indah dan menyukai keindahan. Sombong adalah menolak kebenaran (bathru al-Haq) dan merendahkan orang lain (ghamtu al-Nâs).

Rupanya kisah iblis, bukan berakhir di golongannya saja, Hamba Allah yang bernama manusia ini, ketika lepas kendali bisa berbuat lebih jahat daripada Iblis dalam sifat sombongnya, misalnya Fir'aun, ia lebih sombong daripada iIblis. Kesombongan Iblis masih mengakui bahwa Allah adalah tuhan penciptanya, tetapi Fir'aun mengaku sebagai tuhan sang pencipta, seperti yang dikatakan di dalam Al Qur’an: " Ana Rabbukum al-A'lâ (Akulah Rabb kalian yang paling tinggi)."

Kalau Fir’un sombong karena kekuasaannya, lain lagi dengan Qarun yang sombong karena hartanya. Saking berlimpahnya harta kekayaannya, untuk memikul kunci-kunci tempat penyimpanan hartanya saja tidak kuat dipikul orang-orang kuat sekalipun. Menjawab ajakan untuk beramal menggunakan Qorun dengan angkuh dan sombong mengatakan: "Harta ini aku dapatkan karena ilmuku."(QS.al-Qashash: 78). Kemudian Qarun dan hartanya dibenamkan oleh Allah swt.

Hanya Mengaku
Manusia pada hakekatnya adalah makhluk miskin, bumi tempat kita berpijak, sebelum kita dan orang tua kita terdahulu diciptakan, tanah ini sudah ada, itu berarti tanah ini bukan milik kita seutuhnya, bahkan sebelum Adam as tanah inipun sudah ada. Kalau saat ini kita katakan milik kita, itu hanya pengakuan manusia saja. Manusia tukang mengakui harta yang hakekatnya bukan milik pribadinya secara hakiki, karena itu tidak patut disombongkan.

Saat ini kita bisa mengatakan, ”ini tangan-ku, ini kakiku, ini pakaianku,” tapi 100 tahun lagi kita sudah tidak bisa mengatakan apa-apa lagi, bahkan nama kita-pun ikut terbenam ke dalam tanah yang kita injak setiap hari ini. Yang patut berlaku sombong hanya Allah swt. "Kebesaran adalah pakaian-Nya dan kesombongan adalah selendang-Nya. (Allah Ta'ala berfirman): Barang siapa menyaingi Aku pada keduanya pasti Aku azab ia." (HR. Muslim dari Abu Hurairah ra)

Semoga kita bukanlah hamba Allah yang masuk ke dalam bujuk rayu iblis terlaknat itu, dan marilah terus menyadari sepenuhnya bahwa apa yang kita miliki ini adalah pemberian Allah, sekecil apapun pemberian itu harus di syukuri, dengan ucapan dan tindakan.

.

Apa yang Terjadi pada Akun Facebook Kita Selepas Kita Mati?

Apa yang Terjadi pada Akun Facebook Kita Selepas Kita Mati?

B I S M I L L A H …

Satu peringatan sebenarnya untuk semua muslimah
mari kita renungkan bersama
fikir-fikirkan bersama

Jika satu hari nanti kita mati,
akun facebook ini hanya kita yang tahu password
hanya kita yang boleh access..
dan selepas kita mati..
apa yang jadi pada akun fb kita?
mungkin ada yang akan ucapkan takziah
mungkin ada yang selalu menjenguk sebagai obat rindu

T E T A P I ...

Sadarkah kita
Gambar-gambar/foto-foto kita..
Akan terus membuatkan kita tersiksa di alam kubur?
Gambar-gambar/foto-foto yang tidak ditutupi aurat dengan sempurna

Bagaimana nanti?
Para lelaki terus-terusan melihat dalam waktu yang sama, karena siapapun boleh ngtag pada gambar-gambar/foto-foto kita itu

Walau sudah bertahun-tahun kita mati, gambar itu terus ada..
Saham dosa terus meningkat..

Bagaimana?
Pernah terfikir tidak?

Kerudung singkat yang dipakai itu, akankah menyelamatkan kita dalam kubur nanti?
Legging dan jeans ketat, bisakah menyelamatkan kita?
Baju yang membalut aurat itu, bagaimana?

Mungkin kini kita masih merasa tak sabar ingin berbagi cerita dengan gambar-gambar/foto-foto yang cantik,
tempat-tempat yang kita sudah lewati di muka bumi-Nya

Tapi di akhirnya nanti..
Semua itu tidak akan membawa arti 
Semuanya hanya tinggal kenangan bagi yang masih hidup

Di alam kubur, semua itu tidak sedikipun menyelamatkan kita

Mari kita renungkan,
Saham dosa yang terus meningkat walau setelah ketiadaan kita di muka bumi sehingga hari akhirat

Tutupilah auratmu sebelum auratmu ditutupi kain kafan
Peliharalah dirimu sebelum dirimu dikapankan
Jagalah maruah/kehormatan diri sebagai seorang muslimah

Mati itu pasti
Persiapkan diri untuk mati itu perlu

Semoga Allah Azza wa Jalla ridha dengan renungan ini
Aamiin ya Mujibasa'illin ...

Salam ► Asiyah Muthmainnah

dari: http://www.facebook.com/media/set/?set=a.276244755762783.71603.156341124419814&type=3
Kisah Muallaf Koko Liem: Terisnpirasi Kisah Nabi Ibrahim

Kisah Muallaf Koko Liem: Terisnpirasi Kisah Nabi Ibrahim

Nama lengkap pria berkacamata ini adalah H. Mohammad Ustman Ansori, SQ, MA, al-Hafidz. Masa kecil, ia memiliki nama Tionghoa Liem Hai Thai, namun sekarang ia lebih akrab disapa Koko Liem. Sebagai muallaf, jalan hidupnya justru masuk di jalur dakwah Islam setelah berproses panjang untuk menemukan fitrahnya dan menekuni ilmu tafsir.

Namanya pertama kali berkibar sejak menjadi finalis dalam ajang Mimbar Dai yang digagas oleh TPI. Lantas ia giat berdakwah tidak hanya dari mimbar dakwah di beberapa daerah tapi juga tampil di berbagai media massa dan radio. Koko Liem juga sering tampil di berbagai acara bernuansa Islami di beberapa stasiun televisi nasional.


Sebagai seorang keturunan Tionghoa, Liem kecil dibesarkan dalam keluarga Budha yang taat. Setiap menjelang magrib, dia bersama keluarganya secara rutin menyembah Pay Pekkong, arwah leluhur dari orang ternama. Ayahnya adalah seorang aktivis Klenteng.

Liem lahir di Dumai, Riau, 17 Januari 1979 dari pasangan bernama Liem Guanho dan Laihua. Liem merupakan anak ketujuh dari sepuluh bersaudara. Perkenalannya dengan Islam terjadi ketika dirinya menginjak kelas dua di sekolah dasar negeri.

Ketika anak-anak non muslim seperti dirinya keluar kelas saat pelajaran agama Islam berlangsung, ia memilih tidak keluar kelas. Liem justru betah mendengarkan kisah Nabi-nabi yang diceritakan oleh guru agama Islam di sekolahnya. Ketertarikannya terhadap Islam pun tumbuh. Liem tetap menjalankan kewajibannya untuk menyembah Pey Pekkong bersama keluarganya.

Menginjak SMP, Liem yang diterima masuk SMP Syeikh Umar, Dumai, tetap melanjutkan pergaulannya dengan Islam melalui kebiasaanya mengikuti pelajaran agama Islam. Liem yang beranjak dewasa, begitu kagum dengan kisah keimanan Nabi Ibrahim AS yang memiliki keteguhan hati menegakkan kalimat Allah meski ditentang orang tuanya.

Kegundahan hati yang kian besar, membuat dirinya bertanya pada sang kakak, Liem Hai Seng. Kakak Liem yang juga muallaf dan mengganti namanya menjadi Muhammad Abdul Nashir ini menyarankan kepada sang adik untuk mengikuti kata hatinya.

Liem mengaku mendapatkan hidayah untuk memeluk Islam pada usia 15 tahun atau tepatnya 21 Juli 1994. “Setelah masuk Islam, saya terusir dari orang-orang yang saya sayangi. Saya mencoba pulang, namun diusir, begitu seterusnya. Tapi tidak pernah terbersit rasa benci terhadap keluarga saya,” ungkap Liem.

Setelah diusir, seorang ulama Riau bernama KH. Ali Muchsin mengasuhnya. Pengasuh Pondok Pesantren Jabal Nur di Kandis inilah yang mendorong tekadnya untuk menjadi da’i. Usai lulus SMP, Liem melanjutkan ke Pondok Pesantren Daar El Qolam, Balaraja, Banten pada 1995 hingga 1999. “Saya ingin mengenal Islam dengan menjadi penghafal Quran. Alhamdulillah, di tahun kedua setelah saya memeluk Islam, saya sudah hafal al-Quran,” ungkapnya.

Dia lantas melanjutkan pendidikan di Pondok Pesantren Tahfizul Qur’an Raudhatul Muhsinin, Malang. Pada tahun 2001, Liem melanjutkan studinya ke Fakultas Tarbiyah, Jurusan Pendidikan Agama Islam Perguruan Tinggi Ilmu Al-Qur’an (PTIQ) Jakarta hingga lulus 2005. Ia kembali melanjutkan studinya mengambil gelar master pada 2005-2008 di perguruan yang sama dengan mengambil Jurusan Konsentrasi Ilmu Tafsir.

Pada tahun  2001, Koko Liem dianugerahi jodoh dan menikah dengan Ima Ismawati, S.Thi, seorang hafidzah alumni Institut Ilmu Al-Qur’an (IIQ) Jakarta. Dari pernikahannya, Koko Lim kini dikaruniai dua orang putri.

republika.co.id