Loading...
Tampilkan postingan dengan label tafsir. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label tafsir. Tampilkan semua postingan

Cinta Harta Melebihi Segalanya

Ceramah singkat adalah blog berbagi contoh ceramah dalam bentuk naskah ceramah dan videonya
Dalam sebuah cuplikan proposal thesis tertulis kalimat yang di duga oleh Pak Dosen kualitasnya 'kurang' ilmiah dan terlalu cepat men-generalisir kesimpulan (tasri’ut ta’miim) sehingga keilmiahan thesis kurang indah, cuplikan tersebut lengkapnya adalah sebagai berikut:
“Fakta telah berbicara bahwa kecondongan manusia mencintai harta mengalahkan kecintaan terhadap keluarga, wanita maupun tahta, seseorang mencintai harta tidakk terbatas usia, dari kecil, dewasa dan orang tua ”.
Kemudian dalam tulisan tersebut, disematkan footnote yang merujuk kepada, QS. al Munafiqun: 9, QS. al Kahfi: 46, QS. al Isra’:6.

Melalui tulisan pendek ini, saya hendak menjelaskan bahwa yang dimaksud tulisan tersebut di atas adalah, semua orang baik anak anak maupun orang dewasa lebih mencintai harta, bahwa dibanding gebyar duniawi lainnya termasuk keluarga, sebagai ilustrasi sederhana, anak balita laki laki dia tidak suka dengan wanita, tetapi si balita sudah sudah suka dengan harta, tentu bukan dalam arti uang gepokan atau bongkahan berlian, tetapi nalurinya memiliki mainan dan makanan adalah bagian dari bukti kecintaan terhadap harta, bukan?. Begitupula dengan orang tua renta sebut saja usia 90 tahun, ia tak butuh lagi wanita penghibur atau tahta, tetapi kecintaannya terhadap harta tetap saja melekat dalam hatinya, dengan motif ingin meninggalkan banya harta kepada keturunannya sebagai warisannya. Nah, saya kira tak berlebihan bila Dr. Musa Sahiin menafsirkan bahwa semua orang mempunyai kecondongan yang berlebih terhadap harta. Adapun tulisan lengkapnya adalah sebagai berikut:


Kutipan tulisan di atas merupakan hasil perasan dari tulisan al māl fil al Qur'an wa as-Sunnah h. 56 karya Dr. Musa Syahin seorang tenaga pengajar di Universitas Al Azhar Kairo, ketika menjelaskan panjang lebar surat Ali Imran: 14 tentang perhiasan dunia yang tersebut, Namun sayang sekali Pak Dosen yang tak perlu saya sebut namanya di sini, menurut saya juga terlalu cepat dalam mengambil kesimpulan tanpa meminta konfirmasi terlebih dahulu penjabaran arti cuplikan di atas kepada penulisnya, sehingga komentar bahwa tulisan di atas terkesan seperti bahasa-bahasa paparan khutbah, adalah sebuah komentar yang terburu buru dalam pula. Tapi saya perlu angkat topi tinggi-tinggi sebagai bentuk penghormatan atas masukan yang diberikan, oleh Pak Dosen, karena dengan demikian saya akanlebih berhati hati dalam memilih sajian narasi dan diksi untuk menjelaskan gagasan, belum lagi bila mengingat singkatnya tulisan itu saya buat.

Akhirnya, hanya bisa berdoa semoga bermanfaat untuk kita semua amiin.

Dahsyatnya Siksa Abu Lahab

Salah satu tokoh tercela dalam panggung sejarah kehidupan yang terabadikan dalam al Qur'an adalah Abu Lahab, dinobatkan sebagai penentang keras terhadap dakwah Nabi Muhammad saw, ia termasuk masih kerabat sendiri, secara nasab Abu Lahab adalah pamannya sendiri atau saudara dari ayah Nabi Muhammad saw yaitu Abdullah. Tidak seperti paman lainnya yang justru membantu dan melindungi seperti Hamzah ra. Abu Lahab berbeda dengan Abu Lahab plus isterinya.

Abu Lahab adalah nama julukan (alam laqab) nama aslinya adalah Abdul ‘Uzza bin Abdul Muthalib, masih sedarah dengan Ayahanda Nabi Muhammad saw itu sendiri yaitu Abdullah. Ia tergolong tokoh kaum kafir Quraisy yang sangat disegani dan ditakutim sebagai pelajaran bagi ummat ummat setelahnya karena saking istimewa buruknya ia hingga diceritakan dalam satu surat penuh.

تَبَّتْ يَدَا أَبِي لَهَبٍ وَتَبَّ. مَا أَغْنَى عَنْهُ مَالُهُ وَمَا كَسَبَ
Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan sesungguhnya dia akan binasa. Tidaklah berfaedah kepadanya harta bendanya dan apa yang ia usahakan.

Dalam ayat tersebut Allah menyebutkan ‘kedua tangan’ Abu Lahab, isyarat bahwa totalitas yang dilakukan oleh Abu Lahab dalam menentang dakwah Nabi saw berakibat sedikitpun amal perbuatannya tidak bermanfaat bagi dirinya di dunia dan masa depan akhiratnya. Isterinya se-ide dengan Abu lahab, tugas isterinya sebagai pihak penyebar isu dan fitnah yang dilancarkan kepada dakwah islamiyah, hakekatnya bukan menolong melainkan justru memperbesar kobaran api neraka jahannam yang akan membakar Abu Lahab termasuk diri isterinya sendiri.

Lebih jauh bila kita lihat perdalam diksi aghna yang disebut dalam bentuk kata kerja lampau memberikan pengertian, Abu Lahab tidak butuh pertolongan yang bisa menyelamatkan karena akan sia sia, saking dengki dan durhaka -nya dalam menentang ajaran tauhid yang disebarkan oleh pasangan keluarga pamannya itu.

Siksa pedih yang diterima sangat mengerihkan, sebagaimana firman Allah dalam ayat selanjutnya: “Kelak dia akan masuk ke dalam api yang bergejolak. Dan (begitu pula) isterinya, pembawa kayu bakar. Yang di lehernya ada tali dari sabut. (QS. al-Lahab: 3-5), isteri yang semestinya menjadi belahan jiwa, kepadanya apapun rela dikorbankan, justru digambarkan sebagai seorang istri yang tersiksa bersama sama, sama sekali harta dan usahanya tidak berguna, bahkan sang isteri seolah memperbesar kobaran api neraka, laksana pembawa kayu bakar yang menuangkan ke dalam nyala api yang sedang sengit-sengitnya.

Tidak hanya itu, isteri Abu Lahab nama aslinya adalah Arwa justru malah dihinakan dengan memakai kalung dari sabut, sejenis tali kuat yang dipakai orang Yaman. Keadaan ini mengesankan adanya penistaan keadaan dari semestinya. Wajarnya leher menjadi tempat perhiasan sejenis emas atau berlian, sebagai bentuk penghinaan siksanya, justru leher isterinya dikalungi sejenis tali saja yang kuat mencekik leher.

Surat al-Lahab sedemikian istimewa dalam menggambarkan dahsatnya siksa Abu Lahab, kalau kita cermati, kedua tokoh pelaku dalam surat al-Lahab tidak disebutkan nama aslinya, menurut Mutawalli Sya’rawi, bila sebuah tokoh nama aslinya memberikan isyarat kemungkinan adanya pengulangan dalam sejarah-sejarah hidup berikutnya. Atas dasar pijakan pendapat tersebut, kita mesti mengambil pelajaran dan mengantisipasi sejak dini agar tidak terjebak dengan sifat identiknya Abu Lahab.

Latar belakang turunnya surat al-Lahab (asbabun nuzul), suatu hari di waktu pagi di dekat bukit Shafa, Rasulullah saw mengumpulkan orang banyak, kemudian berkata:”Seandainya aku menyampaikan kepadamu bahwa akan ada musuh yang menyerang di pagi atau sore hari, apakah kamu akan mempercayaiku?”, mereka menjawab:”Kami tidak pernah mengetahui kamu berbohong.” Nabi kemudian menjelaskan tentang ancaman hari akhir, spontan Abu Lahab berkata:”binasalah engkau sepanjang hari!, Apakah untuk itu engkau mengumpulkan kami. (Tafsir Al Mishbah: XV, 2007) Kemudian turunlah surat al-Lahab.

Dahsyatnya siksa Abu Lahab sebagai penentang ajaran tauhid terlihat nyata dipenghujung hayatnya, ia meniggal diserang penyakit lepra, hingga tiga hari mayatnya tidak ada satupun yang berani menguburkannya karena takut tertulari penyakitnya, kemudian mereka sepakat dengan kayu panjang mendorong mayat Abu Lahab ke liang kuburnya. Sungguh sebuah pelajaran berharga bagi kita yang membaca dan memahami al Qur'an secara mendalam.

Terminologi Poligami dalam berbagai agama

CERAMAH SINGKAT, Terminologi poligami selalu menjadi perbincangan yang tak kunjung habis, semakin terminologi poligami dalam berbagai agama agama di dunia, dalam hal ini kami memasukkan agama ardhi sebagai sebuah kredo agama seperti hindu, budha, kristen dan terutama islam, karena penulis masih punya banyak tulisan yang berkaitan dengan poligami dan akan kami posting di beberapa hari ke depan, ikuti kelanjutannya.

Poligami semakin digali semakin bermunculan efek sosial dan problematika keluarga yang muncul, terlebih lagi bila kedua belah pihak sudah mempunyai tanggung jawab keluarga, dapat dipastikan efek dominonya akan bermunculan untuk menyandinginya, tulisan ini bukan bermaksud menjadi tulisan yang berbau sarkasme tetapi melihatfakta yang terjadi di beberapa kasus poligami, karena semua lintasan hidup manusia tentu berbeda antara individu satu dengan individu lainnya. mungkin atas dasar pertimbangan efek sosial dan keluarga inilah sehingga di beberapa negara poligami dipuskan seperti Tunisia dan Turki

Diakui atau tidak diakui ‘poligami’ seolah-olah menjadi sebuah nama monster menakutkan bagi sebagian besar kaum hawa, karena itu poligami harus mendapat ruang tersendiri untuk membicarakannya lebih detail namun dalam tulisan ini hanya sebatas memberikan muqaddimah pandangan agama agama di dunia tentang prinsip dasar yang dipakai sebagai batu pijakan kasus poligami. Kami tidak tahu persis apa landasan poligami agama-agama lain selain Islam, tetapi yang kami tahu dari beberapa sumber antara lain akan dikemukakan di bawah ini.

Dalam soal keluarga hampir tidak ada yang bertentangan kecuali soal poligami dan nikah beda agama, nikah beda agamapun mempunyai aturan tersendiri di dalam Islam, dan pada dasarnya pernikahan beda agama juga tidak di anjurkan. Hal itu dilakukan hanya semata mata sebagai alasan terakhir jika menemui jalan buntu. Pada mulanya arti Poligami adalah sistem perkawinan yang salah satu pihak memiliki atau mengawini beberapa lawan jenisnya dalam waktu yang bersamaan, bila istri memiliki beberapa pasangan biasanya lebih dikenal dengan nama poliandri, definisi ini sama halnya menurut antropologi sosial.

Menurut pagangan hukum Hindu, poligami adalah hal dilarang, biasanya hanya dilakukan oleh sebagian kecil penganutnya dari kasta tertentu saja denga alasan unsur politis dan strategis. Misalnya Manawa Dharmasastra Buku ke-3 (Tritiyo ‘dhayayah) ada pasal yang berbunyi "Asapinda ca ya matura, sagotra ca ya pituh, sa prasasta dwijatinam, dara karmani maithune." Artinya, Seorang gadis yang bukan sapinda dari garis-garis ibu, juga tidak dari keluarga yang sama dari garis bapak dianjurkan untuk dapat dikawini oleh seorang lelaki dwijati." Pengertiannya adalah perkawinan itu dianjurkan satu orang gadis mempunyai satu orang laki-laki (monogami) itupun dipilihkan suami iyang sudah dwijati (mapan dan mandiri). 

Kita tahu bahwa cerita maha bharata yang banyak diilhami agama Hindu memang banyak mengisahkan praktek poligami, sebut saja Prabu Pandhu Dewanata yang mempunyai isteri Dewi Madrim dan dewi Kunthi, atau Werkudara yang mempunyai isteri Dewi Nagagini, Dewi Arimbi dan Dewi Urang Ayu, tentu kisah ini kurang tepat jika dijadikan sebagai landasan poligami secara umum. Mereka memiliki kasta tersendiri. Begitupula dalam agama Yahudi, meskipun tidak melarang namun sebagian penganutnya, kini berbagai kalangan dalam agama Yahudi melarangnya

Lain lagi dengan Budha, yang tidak menegaskan relegiusitas boleh dan tidaknya berpoligami, Budha Gautama hanya memberikan nasehat tentang cara berumah tangga, tidak menyebutkan secara detail hukum berpoligami.

Dalam Agama Islam yang paling sering dipakai landasan untuk berpoligami adalah QS. An Nisa’: 2
وَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تُقْسِطُوا فِي الْيَتَامَى فَانْكِحُوا مَا طَابَ لَكُمْ مِنَ النِّسَاءِ مَثْنَى وَثُلَاثَ وَرُبَاعَ فَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تَعْدِلُوا فَوَاحِدَةً أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ ذَلِكَ أَدْنَى أَلَّا تَعُولُوا.
Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.

Dalam ayat tersebut di atas adalah ayat yang berkaitan dengan anak yatim yang kemudian berlanjut dengan menikah lebih dari satu, tentu ada makna implisit dari penyebutan anam yatim di sana, dan perlu dikaji ulang bahwa dalam surat an-Nisa ini beberapa ayat setelahnya masih berkaitan dengan pemeliharaan anak yatim sebelum membahas soal pembagian warisan. Poligami yang dilakukan oleh Rasul pada 8 Tahun usianya sebelum meninggal berpulang keharibaan-Nya adalah sebuah pernikahan yang berdimensi ibadah sosial untuk menaikkan derajat perempuan dikalangan Arab yang feodal pada masa itu, yang dinikahipun mayoritas adalah janda yang ditinggal suaminya meninggal dunia kecuali Aisyah ra.

Dalam sebuah riwayat diceritakan, Nabi Muhammad saw marah besar ketika mendengar putrinya, Fatimah akan dimadu oleh Ali bin Abi Thalib. Ketika mendengar kabar itu, nabi pun langsung masuk ke masjid dan naik mimbar, lalu berseru: “Beberapa keluarga Bani Hasyim bin al-Mughirah meminta izin kepadaku untuk mengawinkan putri mereka dengan Ali bin Abi Thalib. Ketahuilah, aku tidak akan mengizinkan, sekali lagi tidak akan mengizinkan. Sungguh tidak aku izinkan, kecuali Ali bin Abi Thalib menceraikan putriku, kupersilakan mengawini putri mereka. Ketahuilah, putriku itu bagian dariku; apa yang mengganggu perasaannya adalah menggangguku juga, apa yang menyakiti hatinya adalah menyakiti hatiku juga”. (Jami’ al-Ushul, juz XII, 162)

Dasar inilah yang dipakai oleh kalangan agamawan untuk menentang praktik poligami, Mahkamah Konstitusi sendiri menyatakan bahwa ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, menyatakan bahwa asas perkawinan adalah monogami, dan poligami diperbolehkan dengan alasan, syarat, dan prosedur tertentu tidak bertentangan dengan ajaran Islam dan hak untuk membentuk keluarga. Yang harus diingat adalah, suami tidak boleh bersifat egoistik mementingkan mawadah untuk dirinya sendiri tanpa memperhatikan mawaddah orang lain (isteri), karena prinsip dasar keluarga bahagia adalah saling memiliki tanpa pamrih (mawaddah). Sampai di sini tulisan terminologi poligami ditinjau dari berbagai agama, kami akan mempertajam pada postingan berikutnya tentang poligami menurut agama Islam, karena selalu memberikan peringatan kepada hati agar tetap istiqomah dan berjalan di rel agama yang sesungguhnya.. amiiiin.

Memberikan peringatan kepada hati

ceramah singkat Bila hati baik maka semua anggota tubuh akan dibawa kepada kebaikan, sebaliknya bila hati ini tidak baik maka sekujur tubuh akan berbuat kerusakan, begitulah isi hadits Nabi saw, atas dasar itulah menata hati menjadi aktifitas yang sangat vital dalam kaitannya dengan ibadah kepada Allah swt. Adapun caranya adalah dengan sesering mungkin memberikan peringatan kepada hati, bentuk peringatannya adalah memerintahkan hati agar selalu berjalan di koridor agama yang benar, sesuai petunjuk Allah swt.

Pertanyaan selanjutnya kepada adalah, benarkah kita sudah sering memperingatkan kepada hati untuk berbuat yang sebaik baiknyay secara fithrah, jawabnya jelas ‘tidak’, terbukti masih banyaknya kemungkaran yang terjadi, dan kebaikan yang masih ingin diakui oleh orang lain, demikian ini terjadi disebabkan terhalang oleh tabir yang merupakan bawaan sejak lahir, yakni ujian dan hiasan yang dibuat sedemikian rupa oleh Allah untuk menguji kemampuan setiap individu sufi dalam menjaga kefithrahan dirinya.

زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّهَوَاتِ مِنَ النِّسَاءِ وَالْبَنِينَ وَالْقَنَاطِيرِ الْمُقَنْطَرَةِ مِنَ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ وَالْخَيْلِ الْمُسَوَّمَةِ وَالْأَنْعَامِ وَالْحَرْثِ ذَلِكَ مَتَاعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَاللَّهُ عِنْدَهُ حُسْنُ الْمَآبِ.

Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga). (Ali Imran: 14)

Dijadikan indah atau sebuat saja hiasan, hiasan adalah sesuatu yang menutupi barang aslinya, seumpama kecantikan, sesungguhnya kecantikan bukanlah dari perhiasan bedak, gincu dan lain sebagainya, karena bedak dan gincu tidak akan bertahan lama tapi hanya untuk sesaat saja, ketika perhiasan itu terkikis maka kecantikannya akan menjadi habis. Orang yang cerdas tentu orang yang tidak tertipu dengan hiasan, bisa membedakan antara hiasan dan hakekat aslinya, bukan sekedar bayangannya saja tetapi benda aslinya. Pendek kata hiasan tidak akan bisa bertahan lama.

Hiasan tersebut bersifat menipu karena menutupi hakikat yang sebenarnya, hakekat sesungguhnya manusia adalah diciptakan dengan tabiat yang fithrah, berdasarkan hadits Nabi saw, 

كل مولود يولد على الفطرة فأبواه يهودانه أو ينصرانه أو يمجسانه
Setiap anak dilahirkan dalam keadaan bersih (fithrah), maka kedua orang tuanya yang menjadikannya Yahudi, Nasrani atau Majusi

Pada dasarnya semua orang dengan fithrahnya ia menginginkan kehidupan yang selamat di dunia dan akhirat, jangankan berbuat baik hatta orang orang yang berbuat maksiat sekalipun pasti akan mengharapkan selamat. Seorang koruptor pun ingin selamat dari jeratan hukum, meskipun pada saat melakukan tindak korupsi ia sadar bahwa perbuatanya adalah salah, apalagi orang orang yang berbuat baik, tentu akan sangat berharap untuk mencapai keselamatan di dunia dan di akhirat.

Keinginan selamat itu tidak lain adalah atas dasar dorongan fithrah yang diciptkan sejak lahir. Jadi pencitaannya manusia ini sejak lahir memang sudah bercampur aduk, pada saat bertemunya ruh dengan jasad, bercampur antara ruh yang fithrah dan nafsu. Untuk mengembalikannya kepada fithrah yang sesungguhnya maka kita harus berupaya semaksimal mungkin memberikan peringatan kepada hati agar selalu ingat kepada Allah (dzikrullah) dalam setiap langkah. Terkait dengan campuran penciptaan tersebut, Allah berfirman di dalam QS. Al-Insan: 2;

إِنَّا خَلَقْنَا الْإِنْسَانَ مِنْ نُطْفَةٍ أَمْشَاجٍ نَبْتَلِيهِ فَجَعَلْنَاهُ سَمِيعًا بَصِيرًا
Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari setetes mani yang bercampur yang Kami hendak mengujinya (dengan perintah dan larangan), karena itu Kami jadikan dia mendengar dan melihat.

Kalau kita merenungi awal penciptaan manusia berdasarkan ayat di atas, maka kita akan menemukan penyebab tabir menuju fithrah seperti permulaan penciptaan Allah kepada manusia adalah bercampur dengan ujian, nafsu, syahwat. Campuran inilah yang membuat tabir hati menghalangi nur diri kepada Allah.

Oleh karena itu, silahkan kita memiliki apapun termasuk jabatan tapi semua itu adalah ujian dari Allah, silahkan kita mempunyai, silahkan kita bernafsu untuk memperkaya diri dan lain sebagainya atau cinta terhadap lawan jenis, tetapi jangan sekali kali penampakan lahiriyah tersebut tembus hingga menutupi hati yang asalnya bersih (fithrah) karena semua itu adalah hanya hiasan duniawiyah saja. Semoga manfaat dan kita bisa menjauhkan diri dari setiap yang merusak kejernihan hati, sehingga kita kembali kepada Allah dalam keadaan suci, intinya utnuk menciptakan kejernihan hati adalah dengan cara maksimalisasi memberikan peringatan kepada hati

Kelahiran Nabi Isa dan Kuasa Tuhan

CERAMAH SINGKAT, Pada dasarnya ayat yang satu dengan ayat yang lain adalah saling berhubungan kelahiran Nabi Isa dan Kuasa Tuhan sebagai salah satu bentuk ayat yang berhubungan dengan ayat ayat sebelumnya.
dan saling mengikat, begitupula antara surat yang satu dengan surat yang lain mempunyayi keterkaitan pula yang erat dan mengikat, di bawah ini akan ada paparan tentang

Kisah natalitas Nabi Isa as diabadikan di dalam QS. Maryam juga di dalam surat Ali Imran. Dalam susunan mushaf Utsmani Surat Maryam termasuk surat ke-19, dalam surat tersebut di permulaan surat memuat kisah lahirnya Nabi Yahya as putra Nabi Ishaq as, dimana Nabi Yahya dilahirkan dari seorang ibu yang sudah memasuki usia senja dan mandul, peristiwa tersebut menurut pertimbangan akal manusia tak mungkin terjadi. Namun hal itu tidak mengherankan lagi karena setelah usai memuat kisah lahirnya Nabi Yahya kemudian berlanjut dengan kisah lahirnya Nabi Isa tanpa seorang bapak, di sinilah kelahiran Nabi Isa dan Kuasa Tuhan bertindak

Seolah-olah ayat tersebut ingin menunjukkan kepada pembacanya pada waktu itu dan masa mendatang bahwa Allah maha kuasa atas segala yang dikehendakinya. Lahir dari seorang ibu yang memasuki usia senja lagi mandul merupakan peristiwa fenomenal, namun hal itu belumlah seberapa fenomenalnya dengan seorang bayi yang dilahirkan Maryam bernama Isa as tanpa seorang Ayah.
Allah berfirman QS. Maryam 19-20

Ia (Jibril) berkata: "Sesungguhnya aku ini hanyalah seorang utusan Tuhanmu, untuk memberimu seorang anak laki-laki yang suci". Maryam berkata: "Bagaimana akan ada bagiku seorang anak laki-laki, sedang tidak pernah seorang manusiapun menyentuhku dan aku bukan (pula) seorang pezina!"

Kuasa tuhan tidak terbendung oleh kehendak serta tak terbatas oleh akal pikiran manusia, Tuhan Allah swt mempunyai kuasa yang benar benar diluar batas jangkauan manusia, untuk menjelaskannya agar ada kesinambungan maka bacalah ayat per ayat agar menemukan titik terang yang disampaikan oleh Al Quran, tanpa mengkaji secara detail, mustahil menumakan pesan inti ajaran Qur’an

Fenomena dalam masyarakat kita ini dengan banyaknya artikel di media (bc. Mbah google) membuat banyak orang yang hanya tahu lapisan kulit luarnya pengetahuan saja namun minim pengetahuan intinya. Untuk memahami kesinambungan ayat demi ayat tersebut, para ulama’ ahli ilmu tafsir memuat bahasan tersendiri dalam bahasan tanasubul ayat (hubungan ayat). Begitupula yang terjadi hubungan surat per-surat di dalam Al Qur’an yang diracik oleh ahli ilmu tafsir dengan nama tanassubus suwar (hubungan surat) di dalam al Qur’an.



Tugas manusia dan makhluk Allah lainya

Mempertegas kehidupan manusia dalam ceramah singkat kali ini adalah ingin mengajak untuk merenungi firman Allah tentang tugas manusia dan tugas makhluk Allah lainnya selain manusia (bc. alam) , namun sebelumnya tentu tidak hanya sebatas dua ayat dibawah ini, karena ayat tentang tugas makhluk Allah tersebar di dalam al Quran sangat banyak sekali, diantaranya dua ayat yang kami maksud adalah

وَأْمُرْ أَهْلَكَ بِالصَّلَاةِ وَاصْطَبِرْ عَلَيْهَا لَا نَسْأَلُكَ رِزْقًا نَحْنُ نَرْزُقُكَ وَالْعَاقِبَةُ لِلتَّقْوَى
Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta rezki kepadamu, Kamilah yang memberi rezki kepadamu. Dan akibat (yang baik) itu adalah bagi orang yang bertakwa.

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ. مَا أُرِيدُ مِنْهُمْ مِنْ رِزْقٍ وَمَا أُرِيدُ أَنْ يُطْعِمُونِ. إِنَّ اللَّهَ هُوَ الرَّزَّاقُ ذُو الْقُوَّةِ الْمَتِينُ
Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku. Aku tidak menghendaki rezki sedikitpun dari mereka dan Aku tidak menghendaki supaya mereka memberi Aku makan. Sesungguhnya Allah Dialah Maha Pemberi rezki Yang Mempunyai Kekuatan lagi Sangat Kokoh.

Dari kedua ayat tersebut diatas dapat kita ambil kesimpulan bahwa manusia diciptakan bukanlah bebas sebebasnya akan tetapi tugas utamanya adalah beribadah kepada Allah, sedangkan bekal untuk aktivita hidupnya telah ditanggung oleh Allah. Tidak dibenarkan manusia berpandangan bahwa kehidupannya diciptakan di alam persada adalah bebas seperti anak kecil yang berbuat semaunya, 

Lebih jauh jika kita perhatikan, semua makhluk Allah dari yang besar hingga yang kecil masing-masing mempunyai kepada Allah, hewan diciptakan ada yang diberi tugas berkembang biak kemudian dagingnya dipakai untuk memenuhi kebutuhan hajat manusia, atom tunduk mengitari intinya, pepohonan berbuah dan buahnya dimanfaatkan untuk kebutuhan manusia. Semua mempunyai tugas sesuai dengan yang di titahkan oleh sang maha pencipta. Mereka memahami sistem kepatuhannya kepada Allah swt. Sebagaimana friman Allah 

أَلَمْ تَرَ أَنَّ اللَّهَ يُسَبِّحُ لَهُ مَنْ فِي السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضِ وَالطَّيْرُ صَافَّاتٍ كُلٌّ قَدْ عَلِمَ صَلَاتَهُ وَتَسْبِيحَهُ وَاللَّهُ عَلِيمٌ بِمَا يَفْعَلُونَ
Tidakkah kamu tahu bahwasanya Allah: kepada-Nya bertasbih apa yang di langit dan di bumi dan (juga) burung dengan mengembangkan sayapnya. Masing-masing telah mengetahui (cara) sembahyang dan tasbihnya, dan Allah Maha Mengetahui apa yang mereka kerjakan.(QS. an-Nuur:42)

Masing-masing telah mengetahui (cara) sembahyang dan tasbihnya merupakan petunjuk bagi manusia bahwa semua makhluk ciptaannya mengetahui bagaimana ber-patuh kepada tuhannya, sebagai modal untuk patuh kemudian Allah menanggung jatah keberlangsungan hidupnya. Begitu pula manusia Rizki adalah tanggungan Allah, sedangkan tugas utama manusia adalah ibadah. Dengan kata lain, tugas manusia adalah beribadah, sedangkan tugas Allah adalah memberikan penghidupan (rizki), di sini rizki harus dipahami sekedar yang kita pakai untuk membalut aurat dan makanan sekedar untuk menegakkan tulang iga agar kuat untuk menunaikan perintah beribahdah, itulah yang disebut dengan rizki madhmun (rizki yang ditanggung)

وَمَا مِنْ دَابَّةٍ فِي الْأَرْضِ إِلَّا عَلَى اللَّهِ رِزْقُهَا وَيَعْلَمُ مُسْتَقَرَّهَا وَمُسْتَوْدَعَهَا كُلٌّ فِي كِتَابٍ مُبِينٍ.
Dan tidak ada suatu binatang melatapun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezkinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya. Semuanya tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh).(QS. Huud:6)

Adapun untuk hal lain, seperti kendaraan, makanan sesuai dengan selera, kebutuhan aksesoris hidup lainnya, tentu Allah akan membedakan antara makhluk yang satu dengan makhluk lainnya, antara manusia yang satu dengan manusia lainnya, rizki yang dibagikan sedemikian rupa sesuai dengan tingkat kesungguhannya disebut dengan rizki maqsuum (rizki yang dibagikan) 

وَاللَّهُ فَضَّلَ بَعْضَكُمْ عَلَى بَعْضٍ فِي الرِّزْقِ فَمَا الَّذِينَ فُضِّلُوا بِرَادِّي رِزْقِهِمْ عَلَى مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُمْ فَهُمْ فِيهِ سَوَاءٌ أَفَبِنِعْمَةِ اللَّهِ يَجْحَدُونَ.
Dan Allah melebihkan sebahagian kamu dari sebahagian yang lain dalam hal rezki, tetapi orang-orang yang dilebihkan (rezkinya itu) tidak mau memberikan rezki mereka kepada budak-budak yang mereka miliki, agar mereka sama (merasakan) rezki itu. Maka mengapa mereka mengingkari ni`mat Allah? (QS. An-Nahl: 71)

Dari penjelasalan ceramah singkat di atas dapat kita simpulkan bahwa semua makhluk mempunyai tugas masing masing untuk patuh kepada Allah melalui cara mereka masing masing. Segala yang diciptakan oleh Allah baik di langit maupun di bumi, matahari, bintang, gunung, pohon dan termasuk manusia mempunyai tugas untuk patuh terhadap aturan Allah, sebagaimana firman Allah swt. 

Apakah kamu tiada mengetahui, bahwa kepada Allah bersujud apa yang ada di langit, di bumi, matahari, bulan, bintang, gunung, pohon-pohonan, binatang-binatang yang melata dan sebagian besar daripada manusia? Dan banyak di antara manusia yang telah ditetapkan azab atasnya. Dan barangsiapa yang dihinakan Allah maka tidak seorangpun yang memuliakannya. Sesungguhnya Allah berbuat apa yang Dia kehendaki.(QS. Al-Hajj: 19)

Perbedaan yang mencolok antara tugas manusia dan makhluk Allah lainnya selain manusia, jika tugas untuk benda dan hewan adalah tugasnya bersifat pasti (idhthiroriy) sedang tugas manusia bersifat pilihan (ikhtiyariy). Manusia yang diberikan tugas ibadah bisa saja memilih sebagai hamba Allah yang membangkang dan melanggar sesuai dengan dorongan nafsunya.