Loading...
Tampilkan postingan dengan label artikel singkat. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label artikel singkat. Tampilkan semua postingan

Terminologi Poligami dalam berbagai agama

CERAMAH SINGKAT, Terminologi poligami selalu menjadi perbincangan yang tak kunjung habis, semakin terminologi poligami dalam berbagai agama agama di dunia, dalam hal ini kami memasukkan agama ardhi sebagai sebuah kredo agama seperti hindu, budha, kristen dan terutama islam, karena penulis masih punya banyak tulisan yang berkaitan dengan poligami dan akan kami posting di beberapa hari ke depan, ikuti kelanjutannya.

Poligami semakin digali semakin bermunculan efek sosial dan problematika keluarga yang muncul, terlebih lagi bila kedua belah pihak sudah mempunyai tanggung jawab keluarga, dapat dipastikan efek dominonya akan bermunculan untuk menyandinginya, tulisan ini bukan bermaksud menjadi tulisan yang berbau sarkasme tetapi melihatfakta yang terjadi di beberapa kasus poligami, karena semua lintasan hidup manusia tentu berbeda antara individu satu dengan individu lainnya. mungkin atas dasar pertimbangan efek sosial dan keluarga inilah sehingga di beberapa negara poligami dipuskan seperti Tunisia dan Turki

Diakui atau tidak diakui ‘poligami’ seolah-olah menjadi sebuah nama monster menakutkan bagi sebagian besar kaum hawa, karena itu poligami harus mendapat ruang tersendiri untuk membicarakannya lebih detail namun dalam tulisan ini hanya sebatas memberikan muqaddimah pandangan agama agama di dunia tentang prinsip dasar yang dipakai sebagai batu pijakan kasus poligami. Kami tidak tahu persis apa landasan poligami agama-agama lain selain Islam, tetapi yang kami tahu dari beberapa sumber antara lain akan dikemukakan di bawah ini.

Dalam soal keluarga hampir tidak ada yang bertentangan kecuali soal poligami dan nikah beda agama, nikah beda agamapun mempunyai aturan tersendiri di dalam Islam, dan pada dasarnya pernikahan beda agama juga tidak di anjurkan. Hal itu dilakukan hanya semata mata sebagai alasan terakhir jika menemui jalan buntu. Pada mulanya arti Poligami adalah sistem perkawinan yang salah satu pihak memiliki atau mengawini beberapa lawan jenisnya dalam waktu yang bersamaan, bila istri memiliki beberapa pasangan biasanya lebih dikenal dengan nama poliandri, definisi ini sama halnya menurut antropologi sosial.

Menurut pagangan hukum Hindu, poligami adalah hal dilarang, biasanya hanya dilakukan oleh sebagian kecil penganutnya dari kasta tertentu saja denga alasan unsur politis dan strategis. Misalnya Manawa Dharmasastra Buku ke-3 (Tritiyo ‘dhayayah) ada pasal yang berbunyi "Asapinda ca ya matura, sagotra ca ya pituh, sa prasasta dwijatinam, dara karmani maithune." Artinya, Seorang gadis yang bukan sapinda dari garis-garis ibu, juga tidak dari keluarga yang sama dari garis bapak dianjurkan untuk dapat dikawini oleh seorang lelaki dwijati." Pengertiannya adalah perkawinan itu dianjurkan satu orang gadis mempunyai satu orang laki-laki (monogami) itupun dipilihkan suami iyang sudah dwijati (mapan dan mandiri). 

Kita tahu bahwa cerita maha bharata yang banyak diilhami agama Hindu memang banyak mengisahkan praktek poligami, sebut saja Prabu Pandhu Dewanata yang mempunyai isteri Dewi Madrim dan dewi Kunthi, atau Werkudara yang mempunyai isteri Dewi Nagagini, Dewi Arimbi dan Dewi Urang Ayu, tentu kisah ini kurang tepat jika dijadikan sebagai landasan poligami secara umum. Mereka memiliki kasta tersendiri. Begitupula dalam agama Yahudi, meskipun tidak melarang namun sebagian penganutnya, kini berbagai kalangan dalam agama Yahudi melarangnya

Lain lagi dengan Budha, yang tidak menegaskan relegiusitas boleh dan tidaknya berpoligami, Budha Gautama hanya memberikan nasehat tentang cara berumah tangga, tidak menyebutkan secara detail hukum berpoligami.

Dalam Agama Islam yang paling sering dipakai landasan untuk berpoligami adalah QS. An Nisa’: 2
وَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تُقْسِطُوا فِي الْيَتَامَى فَانْكِحُوا مَا طَابَ لَكُمْ مِنَ النِّسَاءِ مَثْنَى وَثُلَاثَ وَرُبَاعَ فَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تَعْدِلُوا فَوَاحِدَةً أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ ذَلِكَ أَدْنَى أَلَّا تَعُولُوا.
Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.

Dalam ayat tersebut di atas adalah ayat yang berkaitan dengan anak yatim yang kemudian berlanjut dengan menikah lebih dari satu, tentu ada makna implisit dari penyebutan anam yatim di sana, dan perlu dikaji ulang bahwa dalam surat an-Nisa ini beberapa ayat setelahnya masih berkaitan dengan pemeliharaan anak yatim sebelum membahas soal pembagian warisan. Poligami yang dilakukan oleh Rasul pada 8 Tahun usianya sebelum meninggal berpulang keharibaan-Nya adalah sebuah pernikahan yang berdimensi ibadah sosial untuk menaikkan derajat perempuan dikalangan Arab yang feodal pada masa itu, yang dinikahipun mayoritas adalah janda yang ditinggal suaminya meninggal dunia kecuali Aisyah ra.

Dalam sebuah riwayat diceritakan, Nabi Muhammad saw marah besar ketika mendengar putrinya, Fatimah akan dimadu oleh Ali bin Abi Thalib. Ketika mendengar kabar itu, nabi pun langsung masuk ke masjid dan naik mimbar, lalu berseru: “Beberapa keluarga Bani Hasyim bin al-Mughirah meminta izin kepadaku untuk mengawinkan putri mereka dengan Ali bin Abi Thalib. Ketahuilah, aku tidak akan mengizinkan, sekali lagi tidak akan mengizinkan. Sungguh tidak aku izinkan, kecuali Ali bin Abi Thalib menceraikan putriku, kupersilakan mengawini putri mereka. Ketahuilah, putriku itu bagian dariku; apa yang mengganggu perasaannya adalah menggangguku juga, apa yang menyakiti hatinya adalah menyakiti hatiku juga”. (Jami’ al-Ushul, juz XII, 162)

Dasar inilah yang dipakai oleh kalangan agamawan untuk menentang praktik poligami, Mahkamah Konstitusi sendiri menyatakan bahwa ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, menyatakan bahwa asas perkawinan adalah monogami, dan poligami diperbolehkan dengan alasan, syarat, dan prosedur tertentu tidak bertentangan dengan ajaran Islam dan hak untuk membentuk keluarga. Yang harus diingat adalah, suami tidak boleh bersifat egoistik mementingkan mawadah untuk dirinya sendiri tanpa memperhatikan mawaddah orang lain (isteri), karena prinsip dasar keluarga bahagia adalah saling memiliki tanpa pamrih (mawaddah). Sampai di sini tulisan terminologi poligami ditinjau dari berbagai agama, kami akan mempertajam pada postingan berikutnya tentang poligami menurut agama Islam, karena selalu memberikan peringatan kepada hati agar tetap istiqomah dan berjalan di rel agama yang sesungguhnya.. amiiiin.
Faktor Penunjang Keluarga Sakinah

Faktor Penunjang Keluarga Sakinah

Makna Sakinah Pada suatu ceramah yang cukup singkat, saat kami di daulat sebagai penceramah dalam acara pernikahan di sebuah komplek di kawasan Bintaro, saya mengambil tema yang berkaitan dengan makna sakinah, dalam ceramah singkat tersebut, saya menjelaskan kata faktor penunjang keluarga sakinah yang membutuhkan proses tersendiri. Kata sakinah berarti, mantab, ketenangan, terhormat, pembelaan dan beberapa padanan arti lain. Allah berfirman:

 . وَمِنْ ءَايَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ 
"Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir." (Ar-Ruum: 21)

Yang pasti, kata “sakinah” sebagaimana tercantum dalam QS. Ar Ruum: 21 didahului dengan kata “khalaqa lakum” yang berarti “Allah menciptakan bagimu”. Khalaqa biasanya dipergunakan oleh Al Qur’an untuk menyebutkan penciptaan sesuatu yang membutuhkan prosesnya. Dalam konteks ayat ini, keluarga sakina tidak serta merta merupakan faktor yang terberikan (given) dari sang maha pencipta. Tetapi didalamnya masih membutuhkan upaya dan proses menuju ke arah “sana”. 
Paling tidak, ada tiga proses yang harus dilalui dalam rangka mencapai keluarga yang sakinah 

 Pertama, menjadikan pasangan hidup sebagai pakaian seperti yang disebutkan dalam QS. Al Baqarah:187, fungsi pakaian itu sendiri meliputi; perhiasan, menutup aurat dan melindungi. Pasangan suami isteri hendaknya mempersiapkan dirinya untuk saling dibanggakan bukan meremehkan, saling melindungi dan melengkapi kekurangan, bukan membanding-bandingkan dengan pasangan orang lain, karena setiap orang mempunyai latar belakang yang berbeda antara yang satu dengan lainnya. Pasangan hidup sebagai pakaian yang bisa saling melindungi, melindungi dari segala macam gangguan yang mengancam baik secara fisik maupun psikis. Kedua belah pihak berusaha sekuat tenaga untuk berperan serta secara aktif menciptakan iklim perdamaian adan kesejukan dalam kehidupan rumah tangga.. 

Kedua, kelaurga sakinah harus ditempuh dengan cara pergaulan keseharian yang baik (ma’ruf) seperti dalam al Qur'an surat An-Nisa':19, al ma’ruf itu sendiri berarti suatu kebaikan yang mafhum oleh khalayak umum. Mempergauli dengan pergaulan yang makruf berari saling memberikan perhatian, menghormati dan saling menjaga perasaan antara suami isteri. Jika ada kesalahan diantara salah satunya maka pribadi pema’af harus dikedepankan. 

Ketiga, dalam keluarga sakinah harus ada mawaddah, cinta yang menggebu-nggebu, cinta membara “nggemesi”. Kecintaan terhadap sesuatu suatu saat akan hilang karena itu harus adapula kasih sayang (rahmah). Ketika seseorang mencintai sisterinya karena kecantikannya, suatu saat kecantikan yang melekat terhadap isteri akan hilang ditelan usia senja, akan tetapi kasih sayang tak pernah hilang. Karena itu disamping membutuhkan Cinta (mawaddah), juga membutuhkan kasih sayang (rahmah) 

Tiga hal di atas aabila terjaga dengan baik maka sakinah dalam rumah tangga akan menghampiri keluarga tersebut.Selanjutnya saya merekomendasikan untuk meneruskan bacaan penting yang berkaitan dengan tema ini di yang berkaitan dengan memilih rahim sebagai ladang menabur benih keturunan kita.
Penyakit Manusia di Trend Dunia Modern

Penyakit Manusia di Trend Dunia Modern

trend dunia global yang serba modern, disadari atau tidak, telah membawa beberapa dampak postitf dan negatif, dampak postifnya adalah memberikan pelayanan serba nyaman dan mudah, meski terkadang berakibat negatif yaitu kehidupan yang instan memicu kehidupan yang 'manja' bagi masyarakatnya, namun itu semua tergantung dari pribadi masing masing. Tak terkecuali dalam dunia islam itu sendiri. Menurut Abuddin Nata, sekurang-kurangnya ada delapan penyakit yang menghinggapi masyarakat modern. Saya sarankan anda untuk membaca posting yang lalu, antara takdir dan usaha

1. Desintegrasi ilmu pengetahuan (spesialisasi yang terlampau kaku) antara ilmu pengetahuan Agama dan Umujm yang berimbas terjadinya kapling kapling akal fikiran manusia dan cenderung membingungkan masyarakat.

2. Kepribadian yang terpecah (splite personality) sebagai akibat dari kehidupan yang dipolakan oleh ilmu pengetahuan yang terlampau terspesialisasi dan tidak berwatak nilai-nilai ketuhanan.

3. Rasa keimanan, ketaqwaan, serta kemanusiaan, sebagai akibat kehidupan yang terlampau rasionalistik dan bercorak individualistik.

4. Timbulnya pola hubungan yang materialistik sebagai akibat dari kehidupan yang mengejar duniawi yang berlebihan.


5. cenderung menghalalkan segala cara, sebagai akibat dari paham hedonisme yang melanda kehidupan.

6. Stres dan frustasi, sebagai akibat dari terlampau percaya dan bangga terhadap kemampuan dirinya, tanpa dibarengi sikap tawakal dan percaya pada ketentuan Tuhan.

7. Perasaan terasing di tengah-tengah keramaian (lonely), sebagai sifat individualistik, dan

8. Kehilangan harga diri dan masa depannya, sebagai akibat dari perbuatan yang menyimpang.

Ke- delapan pont yang dikemukakan oleh Abuddin Nata tersebut merupakan akibat dari kehidupan yang telah begitu jauh terhegemoni oleh budaya global yang didominasi oleh peradaban Barat. Sekularisasi ilmu pengetahuan adalah ciri khas dari peradaban Barat yang sekuler dan liberal. Demikian juga munculnya sifat hedonistik dan individualistik merupakan implikasi dari kapitalisme yang materialistik.

Dampak globalisai yang begitu kuat harus diantisipasi oleh dunia pendidikan khususnya Islam jika tidak ingin terlibas oleh arus hegemoniasi budaya global Barat. Dalam konteks ini, pendidikan harus mampu menyiapkan sumber daya manusia (SDM) yang tangguh yang tidak sekedar sebagai penerima arus informasi global, tetapi juga harus memberikan bekal kepada mereka agar dapat mengolah, menfilter, menyesuaikan dan mengembangkan segala hal yang diterima melalui arus informasi itu tanpa terhegemoni oleh kekuatan eksternal.

Berkenaan dengan hal di atas para pengelola pendidikan Islam harus menyadari terhadap ancaman ini. Orientasi pendidikan Islam yang sejak awal tidak semata-mata menekankan pada pengisian otak, tetapi juga pengisian jiwa, pembinaan akhlaq dan kepatuhan dalam menjalankan ibadah tidak boleh bergeser. Disamping itu juga harus dipikirkan upaya menciptakan manusia yang kreatif, inovatif produktif dan mandiri sehingga mempunyai ketegaran dalam menghadapi tantangan tanpa mudah terhegemoni. Visi pendidikan Islam harus mengintegrasikan berbagai pengetahuan yang terkotak-kotak ke dalam ikatan Tauhid. Di samping itu pendidikan Islam harus mampu memberikan filter dan arahan dalam penyerapan ilmu pengetahuan yang tidak sesuai dengan kaidah Islam.
Sok Bisa

Sok Bisa

Di dalam setiap kepribadian manusia tersimpan secara dalam jauh di lubuk hatinyawatak kepemimpinan, hal ini secara sadar atau tidak sadar sebenarnya sesuatu yang bersifat given dari Tuhan, ia merasa bisa dan mempunyai kapasitas bisa menjadi seorang pemimpin yang ideal di masanya, karena itu lihat saja berebut tahta dan jabatan meng-kandidatkan dirinya dalam pemilihan pilkada dan lain lain, dengan iklan yang mentereng contreng nomor sekian . ho ho ho karena itu hampir semua manusia merasa bisa (baca:sok bisa) menjadi seorang pemimpin, padahal kalau memang tahu hakekatnya sesungguhnya menjadi pemimpin adalah berat, karena harus mengemban sekian amanat dari, baik amanat tersebut secara konstitusional maupun amanat berupa moral individual kepada tuhan sebagai manusia yang bertanggung jawab yang bertitel amanah.

Terkadang jarang bisa diterima oleh akan sehat bagaimana manusia berebut dan berupaya sepenuh hati untuk menjadi orang yang nomor 1 di kalangan masyarakat sekelilingnya. Coba saja kita bayangkan, betapa lelahnya jika melakukan sesuatu yang benar dinilai wajar dan ketika berbuat kesalahan yang tak disengaja sekalipun sudah dianggap berbuat kurang ajar, atau dengan kata lain benar tidak dipuji tetapi kalau salah dicaci maki.

Untungnya dengan menjadi pimpinan Allah serta merta memberikan kesabaran derta keteguhan hati untuk selalu melakukan yang benar meski harus berhadapan dengan badai yang menghadang. Tuhan … engkau pasti mendengar dengan segala apa yang kumohonkan.

Tiada henti dan entah setiap hari berapa kali lisan ini berucap seraya berdo’a ya tuhan berilah ketenangan kepada siapa saja yang sudi untuk bekerja sama, berilah kesejahteraan kepada mereka. Do’a itu seringkali keluar dari lisan hambamu yang lemah ini dan tak jarang kata tersebut keluar tanpa kusadari.
Barzanji

Barzanji

Al-Barzanji atau Berzanji seperti yang telah kita ketahui bersama berisi suatu do’a-do’a dan puji-pujian dan penceritaan riwayat Nabi Muhammad saw yang biasa dilantunkan dengan irama atau nada. Isi Berzanji bertutur tentang kehidupan Nabi Muhammad saw yakni silsilah keturunannya, masa kanak-kanak, remaja, dewasa, hingga diangkat menjadi rasul. Didalamnya juga mengisahkan sifat-sifat mulia yang dimiliki Nabi Muhammad serta berbagai peristiwa untuk dijadikan teladan umat manusia. ada tradisi di masyarakat kita membaca barzanji pada saat aqiqah

Nama Barzanji diambil dari nama pengarangnya, seorang sufi bernama Syaikh Ja’far bin Husin bin Abdul Karim bin Muhammad Al – Barzanji.

Beliau adalah pengarang kitab Maulid yang termasyur dan terkenal dengan nama Mawlid Al-Barzanji. Karya tulis tersebut sebenarnya berjudul ‘Iqd Al-Jawahir (kalung permata) atau ‘Iqd Al-Jawhar fi Mawlid An-Nabiyyil Azhar.Barzanji sebenarnya adalah nama sebuah tempat di Kurdistan, Barzanj. Nama Al-Barzanji menjadi populer tahun 1920-an ketika Syaikh Mahmud Al-Barzanji memimpin pemberontakan nasional Kurdi terhadap Inggris yang pada waktu itu menguasai Irak.

Kitab Maulid Al-Barzanji karangan beliau ini termasuk salah satu kitab maulid yang paling populer dan paling luas tersebar ke pelosok negeri Arab dan Islam, baik Timur maupun Barat. Bahkan banyak kalangan Arab dan non-Arab yang menghafalnya dan mereka membacanya dalam acara-acara keagamaan yang sesuai. Kandungannya merupakan Khulasah (ringkasan) Sirah Nabawiyah yang meliputi kisah kelahiran beliau, pengutusannya sebagai rasul, hijrah, akhlaq, peperangan hingga wafatnya. Syaikh Ja’far Al-Barzanji dilahirkan pada hari Kamis awal bulan Zulhijjah tahun 1126 di Madinah Al-Munawwaroh dan wafat pada hari Selasa, selepas Asar, 4 Sya’ban tahun 1177 H di Kota Madinah dan dimakamkan di Jannatul Baqi`, sebelah bawah maqam beliau dari kalangan anak-anak perempuan Junjungan Nabi saw.

Sayyid Ja’far Al-Barzanji adalah seorang ulama’ besar keturunan Nabi Muhammad saw dari keluarga Sa’adah Al Barzanji yang termasyur, berasal dari Barzanj di Irak. Datuk-datuk Sayyid Ja’far semuanya ulama terkemuka yang terkenal dengan ilmu dan amalnya, keutamaan dan keshalihannya. Beliau mempunyai sifat dan akhlak yang terpuji, jiwa yang bersih, sangat pemaaf dan pengampun, zuhud, amat berpegang dengan Al-Quran dan Sunnah, wara’, banyak berzikir, sentiasa bertafakkur, mendahului dalam membuat kebajikan bersedekah,dan pemurah.

Nama nasabnya adalah Sayid Ja’far ibn Hasan ibn Abdul Karim ibn Muhammad ibn Sayid Rasul ibn Abdul Sayid ibn Abdul Rasul ibn Qalandar ibn Abdul Sayid ibn Isa ibn Husain ibn Bayazid ibn Abdul Karim ibn Isa ibn Ali ibn Yusuf ibn Mansur ibn Abdul Aziz ibn Abdullah ibn Ismail ibn Al-Imam Musa Al-Kazim ibn Al-Imam Ja’far As-Sodiq ibn Al-Imam Muhammad Al-Baqir ibn Al-Imam Zainal Abidin ibn Al-Imam Husain ibn Sayidina Ali r.a.

Semasa kecilnya beliau telah belajar Al-Quran dari Syaikh Ismail Al-Yamani, dan belajar tajwid serta membaiki bacaan dengan Syaikh Yusuf As-So’idi dan Syaikh Syamsuddin Al-Misri.Antara guru-guru beliau dalam ilmu agama dan syariat adalah : Sayid Abdul Karim Haidar Al-Barzanji, Syeikh Yusuf Al-Kurdi, Sayid Athiyatullah Al-Hindi. Sayid Ja’far Al-Barzanji telah menguasai banyak cabang ilmu, antaranya: Shoraf, Nahwu, Manthiq, Ma’ani, Bayan, Adab, Fiqh, Usulul Fiqh, Faraidh, Hisab, Usuluddin, Hadits, Usul Hadits, Tafsir, Hikmah, Handasah, A’rudh, Kalam, Lughah, Sirah, Qiraat, Suluk, Tasawuf, Kutub Ahkam, Rijal, Mustholah.

Syaikh Ja’far Al-Barzanji juga seorang Qodhi (hakim) dari madzhab Maliki yang bermukim di Madinah, merupakan salah seorang keturunan (buyut) dari cendekiawan besar Muhammad bin Abdul Rasul bin Abdul Sayyid Al-Alwi Al-Husain Al-Musawi Al-Saharzuri Al-Barzanji (1040-1103 H / 1630-1691 M), Mufti Agung dari madzhab Syafi’i di Madinah. Sang mufti (pemberi fatwa) berasal dari Shaharzur, kota kaum Kurdi di Irak, lalu mengembara ke berbagai negeri sebelum bermukim di Kota Sang Nabi. Di sana beliau telah belajar dari ulama’-ulama’ terkenal, diantaranya Syaikh Athaallah ibn Ahmad Al-Azhari, Syaikh Abdul Wahab At-Thanthowi Al-Ahmadi, Syaikh Ahmad Al-Asybuli. Beliau juga telah diijazahkan oleh sebahagian ulama’, antaranya : Syaikh Muhammad At-Thoyib Al-Fasi, Sayid Muhammad At-Thobari, Syaikh Muhammad ibn Hasan Al A’jimi, Sayid Musthofa Al-Bakri, Syaikh Abdullah As-Syubrawi Al-Misri.

Syaikh Ja’far Al-Barzanji, selain dipandang sebagai mufti, beliau juga menjadi khatib di Masjid Nabawi dan mengajar di dalam masjid yang mulia tersebut. Beliau terkenal bukan saja karena ilmu, akhlak dan taqwanya, tapi juga dengan kekeramatan dan kemakbulan doanya. Penduduk Madinah sering meminta beliau berdo’a untuk hujan pada musim-musim kemarau.

Antara Mencontreng dan Mencoreng

mencontreng dan mencoreng sekilas terdengar sama di ruang dengar, tapi punya makna yang sama sekali beda serta tujaun yang berbeda pula. Mencontreng dalam tanda kutip seperti yang sering disebut-sebut saat ini adalah rangkaian pesta demokrasi memilih pemimpin yang sebentar lagi juga akan digelar.

Mencontreng sudah menjadi kewajiban kita semua untuk memilih pemimpin yang sesuai dengan nurai dan mempunyai kepekaan terhadap segala jenis masalah yang beredar di sekeliling kita. Sedangkan mencoreng adalah menghapus nama baik atau jasa baik yang sudah dibina dalam kurun waktu yang cukup lama.

lalu apa hubungannya dengan pemilihan seorang pemimpin, tentu hubungannya sangat erat sekali, mencontreng adalah membantu agar pilihn pemimpin yang kita contreng itu menjadi pemimpin yang dapat mengayomi kewarganegaraan kita disuatu wilayah, agar dibangun dan dibina sedemikian rupa sehingga menjadi orang daerah yang aman, makmur atau baldatun thayyibatun warabbun ghafur. Tetapi kalau ternyata yang kita contreng kelak berbuat semaunya, seenak’e udele dewe, tentu akan menjadi berubah nama, bukan mencontreng tetapi mencoreng.


Karena itu haruslah menimbang sebisa mungkin, dan jangan menimbang pesangon yang diberikan. Semua yang kita lakukan akan diminta pertanggunan jawabnya kelak dihadapan Allah dan Allah Maha Adil dan Bijaksana.

Semoga contrengan terbanyak kepada orang orang yang jujur dan benar benar mengusung kemauan rakyat yang baik-baik dan menumpas keinginan para penjahat yang buruk buruk. Sehingga ke depan bangsa ini menjadi bangsa yang bisa bersaing dihadapan bangsa bangsa lain di dunia.

Pemimpin yang baik adalah pemimpin yang mengutamakan kepentingan rakyat di atas kepentingannya diri sendiri atau golongan.. namun bagaimana praktik-nya sudahlah kita mafhum dan sudah ditulis di beberapa artikel yang tersebar di media-media massa tanah air. Setiap isi kepala mempunyai kriteria yang berbeda beda, kami juga mempunya kriteria-kriteria yang dibutuhkan oleh seorang pemimpin, meski ada yang mengatakan kita saat ini krisis pemimpin

Kita tunggu hasil akhir dari semua yang telah dilakukan oleh masyarakat kita ini, kekalahan adalah hal yang biasa karena memang kita hanya butuh satu pasangan.. andaikan kita butuh dua pasang tentu semua itu akan kita pilih dan kita daulat untuk menjadi imam kita.