Loading...
Faktor Malas

Faktor Malas

Setiap manusia diperkaya dengan keinginan, kemauan dan rasa malas itulah yang disebut dengan sifat. Sifat-sifat tersebut sudah terberikan dari lahir (given), sifat-sifat tersebut dapat dijadikan sebagai modal dasar bagi manusia untuk memperbaiki aktifitas dan kreatifitasnya baik di hadapan allah amaupun dihadapan makhluknya.

Dengan sifat keinginan manusia dapat meraih sesuatu yang dicita-citakan, dengan sifat malas manusia bisa mencegah hal-hal yang tidak diinginkan, semua itu tergantung bagaiman me-manage apa yang disebut dengan sifat itu.

Dalam bahasa tasawuf, untuk lebih mudahnya ada dua hal yang perlu di pertarungkan yaitu keinginan untuk berbuat baik yang disebut dengan nurani, sedangkan keinginan untuk menentang perintah atau disebut dengan nafsu. Apabila dalam mempertarungkannya manusia lebih memenangkan atau condong kepada nuraninya maka segala tindakannya akan mengarah kepada perintah allah dan pahala tetapi sebaliknya apabilah aktifitasnya didominasi oleh kemenangan nafsu maka, tindakan orang tersebut akan lebih mengarah kepada perbuatan yang jahat dan cenderung menentang perintah.

Sifat malas semata-mata tidak disebabkan oleh betapa beratnya energi yang dikeluarkan untuk melakukan sebuah ibadah, tetapi lebih dikarenakan dominasi nafsu yang menghalanginya. Jika kita melihat seseorang yang jatuh dilakukan demi mendapatkannya akan terasa ringan semua, meski yang sebenarnya pekerjaan itu terbilang dalam kategori perbuatan yang berat. Begitu juga sebaliknya, perbuatan yang ringan seperti sholat, zakat, puasa dll adalah perbuatan yang ringan tetapi akan merasa berat dilakukan jika dalam diri ini di dominasi oleh kokohnya bangunan nafsu. Maka dari itu benar hadits Nabi, Bahwa pada saat ini kita telah berpindah dari jihad yang kecil menuju jihad yang besar yakni jihad melawan hawa nafsu dikatakn oleh Nabi saw,

رجعتم من جهاد الأصغار الى جهاد الأكبر
Engkau telah kembali dari jihad yang kecil ke jihad yang besar,

Sabda Nabi saw di atas memberikan warning kepada kita bahwa, yang paling seulit dalam hidup ini adalah memerangi hawa nafsu. Lih. Nashaihuddiniyah h.59, dan perjuangan ini membutuhkan waktu yang panjang, berbeda dengan peperangan yang melawan tentara musuh.

So, jadilah orang yang bisa mengendalikan hawa nafsu, karena hawa nafsu akan membuat kita sengsara sepanjang masa, di dunia dan di akhirat kelak

Meluruskan Persepsi Tentang Anak Yatim

Rasa dan titel yang mendalam adalah adalah ketika titel itu tersematkan sampai titik nafas terakhir yaitu, apasajalah titel tersebut, sperti haji, gelar sarjana dan yang termasuk titel yang membuat hati siapapun pilu dan sontak ikut merasakan kepedihannya adalah Yatim. Seorang anak yang belum akil baligh dan ditinggalkan ayahnya yang nota benenya sebagai tulang punggung keluarga, sedangkan jika ditinggal oleh ibunya kita sebut piatu.

Dapat disimpulkan jika seorang anak keci (belum akil baligh) ditinggal oleh orang yang menjadi tulang punggung keluarga disebut yatim, sedangkan bagi yang ditinggal pasangan tulang punggung keluarga disebut piatu. Karena itu seekor hewan menjadi yatim manakala ia ditinggal induk betinanya.

Mungkin selama ini ada persepsi yang agak berbeda dengan penulis. Begini, menurut saya anak yatim tidak hanya butuh uang akan tetapi butuh kasih sayang sebagai pengganti kasih sayang orang tuanya, karena kasih sayang tidak bisa di ukur dengan uang. Bagaimana seorang anak kecil yang kehilangan orang tua, sedangkan orang dewasa saja yang ditinggal oleh orang tuanya terbaring sakit saja larut dalam kesedihan. Mungkinkah hanya dengan uang kemudian semua menjadi selesai, saya kira tidak.

Karena itu Rasulullah s.a.w bersabda, yang artinya :"Sebaik-baik rumah kaum muslimin ialah rumah yang ada anak yatim yang diasuh dengan baik dan sejahat-jahat rumah kaum muslimin adalah rumah yang ada anak yatim yang selalu diganggu dan disakiti hatinya." Riwayat Ibnu Majah. Jika kita merenung dapat kita temukan bahwa orang tua pengganti bagi yatim dan yatimah adalah kita semua.

Mungkin, kita akan mengatakan masih mending kita sumbang, entahlah apa dasarnya tetapi itu tidak cukup, apalagi yang tidak menyumbang dan tidak memperhatikan. Nabi saw sangat menganjurkan untuk memelihara, dengan segala bentuk dan tekhnisnya, yang penting anak tersebut kelak menjadi anak yang mandiri. Nabi saw bersabda:”saya (Nabi saw) dan orang yang menanggung anak yatim adalah bagaikan ini, sembari memberikan isyarat kepada jari telunjuk dan jari tengah”. Sungguh mulia bagi orang yang masih ada kepedulian di dalam sisa kehidupannya kepada anak yatim.

Dan sungguh terlaknat sekali jika masih ada beberapa kalangan yang memakan harta anak yatim dengan dhalim, Rupanya kita juga butuh belajar dalam kaitannya pembagian zakat, zakat tidak sah dibagikan kepada anak yatim karena ke-yatiman-nya, ini menunjukkan bahwa anak yatim harus diperlakukan sebagaimana anak kita sendiri. Dan tidak sah membayar zakat kepada anak kita sendiri. Ya Tuhan… kami hanya bisa menulis dan belum bisa menjalankan perintahmu yang agung ini, berilah kesungguhan untuk menjalankan perintah ini.
Hal hal yang disunnatkan

Amalan di hari Asyura
Berkaitan dengan Asyura ini, ada beberapa prilaku yang sangat dianjurkan, lengkap sudah apa yang dianjurkan oleh agama, karena ada sisi sosial dan individual, diantaranya adalah, Melapangkan belanja untuk keluarga maka Allah akan melapangkan hidupnya, Memuliakan fakir miskin maka Allah akan melapangkannya dalam kubur nanti. Menahan marah, agar Allah ridho. Menunjukkan orang sesat, Allah akan memenuhkan cahaya iman dalam hatinya,

Menyapu / mengusap kepala anak yatim maka Allah akan memberikan karunia bagi tiap-tiap rambut yang di sapunya, pohon di surga, Bersedekah, Memelihara kehormatan diri, gar hidupnya diterangi cahaya oleh Allah, Mandi Sunat, agar dijauhkan dari penyakit, Bercelak, Membaca Qulhuwallah hingga akhir seribu kali, Sembahyang sunat empat rakaat, Membaca
'hasbiyallahhu wani'mal wakil wa ni'mal maula wa ni'mannasiiru', Menjamu orang berbuka puasa, Puasa,

Tentu bukan karena itu semua, akan tetapi kita melakukan hanya semata mata kecintaan kita kepada perintah Allah.

Kematian Dini

Kematian Dini

Tema ini terlihat agak miring, karena kematian itu terjadi hanya sekali, sehingga mengatakan kematian dini itu berarti kematian yang terjadi dipercepat dari kematian yang sebenarnya. Tetapi penulis mempunyai maksud tersendiri dalam mengurai kematian yang dimaksud. Lawan kata dari mati adalah hidup karena itu untuk mengetahui makna mati harus terlebih dahulu kita mengetahui apa yang dimaksud dengan hidup itu sendiri.

Hidup atau hayat adalah sebuah aktifitas baik positif maupun megatif, aktifitas yang baik disebut dengan hayatan tayyibah sedangkan aktifitas yang jelek disebut dengan hayatan sayyiatan. Oleh karena makna hidup adalah beraktifitas maka orang yang secara jasadi hidup namun tidak beraktifitas, atau aktifitas tidak memberikan imbas kepada kebaikan orang lain maka, kematian seperti ini disebut dengan kematian dini.


Terlebih lagi jika secara jasadi hidup akan tetapi dalam aktifitasnya meresahkan dan membuat kesengsaraan terhadap orang lain maka aktifitas seperti ini tidak disebut mati lagi, jauh dari penyebutan tersebut yang cocok adalah bangkai busuk. Bangkai mempunyai sifat meresahkan bagi orang yang nelihatnya, atau meski tidak melihat tapi mencium bau busuk yang dikeluarkan oleh bangkai tersebut.

Karena itu perkataan : Be the person who is dead a life don’t make your life are like the dead, because the decay of the living that death is more troublesome than the dead animal reptile.

The Therminology of Human

Al Insan adalah terminologi yang dapakai oleh al quran untuk menggambarkan manusia sebagai makhlog secara psikologis, meskipun juga banyak sekali yang menggunakan kata unas atau an-nas yang bermakna manusia sebagai makhluk sosial. Karena pada dasarnya terkadang prilaku sosial berbeda dengan prilaku individual. Seorang individu yang pendiam terkadang dalam kanca sosial menjadi beringas.

Manusia pada dasarnya lebih mengenal keburukan dari pada kaebaikan, karena itu didalam surat As Syams: 8

فألهمها فجورها وتقواها (الشمس: 8)
Dan akan mengilhamkan kepda jiwa perbuatan dosa dan taqwanya,

Di dahulukannya Fujur adalah memberikan tendensi makna keburukan lebih cepat terdeteksi oleh fithrah manusia ketimbang kebaikannya. Manusia untuk berbuat jahat terasa sangat berat melawan hati nuraninya laha ma

لَهَا مَا كَسَبَتْ وَعَلَيْهَا مَا اكْتَسَبَتْ -٢٨٦-
“…..Dia mendapat (pahala) dari (kebajikan) yang dikerjakannya dan dia mendapat (siksa) dari (kejahatan) yang diperbuatnya. …..”
Kasabat dan iktasabat makna kata dasarnya sama, tetapi iktasabat mengandung arti yang susah untuk mengerjakan berbeda dengan kasabat yang mengandung arti mudah. atau baca dulu substansi waktu

Sedangkan mmanusia secara biologis biasanya al Qur’an menggunakannya dengan kata Basyar

قُلْ إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ مِّثْلُكُمْ يُوحَى إِلَيَّ أَنَّمَا إِلَهُكُمْ إِلَهٌ وَاحِدٌ فَمَن كَانَ يَرْجُو لِقَاء رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلاً صَالِحاً وَلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَداً -١١٠-

Katakanlah (Muhammad), “Sesungguhnya aku ini hanya seorang manusia seperti kamu, yang telah menerima wahyu, bahwa sesungguhnya Tuhan kamu adalah Tuhan Yang Maha Esa.” Maka barangsiapa mengharap pertemuan dengan Tuhan-nya maka hendaklah dia mengerjakan kebajikan dan janganlah dia mempersekutukan dengan sesuatu pun dalam beribadah kepada Tuhan-nya.”

Substantsi Waktu

Hari berganti, bulan berlalu, tahun pun pergi tanpa di suruh. Semua boleh berubah namun semangat keimanan dan kesalihan harus terus bergelora dalam dada. Kemudian diwujudkan secara nyata dalam konteks realitas yang sebenarnya, karena kebaikan yang hanya bersifat bathiniyah tanpa direalisasikan tak ada bedanya dengan mitos belaka.

Dengan semangat menatap masa depan, manusia harus bergerak secara linear meski dalam agenda hidup yang bersifat spiral yaitu makan, tidur kerja dan terus begitu berulang hingga kelak kita masuk ke liang kubur. Langkah tegap tanpa ragu menuju apa yang dikehendaki tuhan yang satu menjadi alasan tunggal yang tak akan terbantahkan oleh dalih apapun. Hari terus berganti dan setiap hari adalah baru.

Hari ini berbeda dengan esok, hari esok berbeda dengan hari yang akan datang, karena itu ‘hari’ yang kita lalui ini selalu berpesan kepada manusia:”wahai manusia, aku adalah makhluk yang baru” mungkin momentum sekarang dengan momentum masa silam bertepatan harinya, tapi tentu ada perbedaan tanggal dan bulannya, kalau hari, tanggal dan bulannya sama pasti tahunnya berbeda, memberikan kesimpulan kepada kita bahwa secara substansi hari itu selalu baru, dan kita dilahirkan di hari hari yang selalu baru. Ulang tahun setiap hari, every day is birthday.

Hari yang baru itu merekam semua tindak tanduk manusia yang ada dalam pelukannya. Tidak perduli, tua atau muda, bandit atau ustadz, petani atau kyai, semua rekaman akan diputar sebagai saksi kelak dihari kiamat kelak. Patut bagi semua orang untuk menyesal, yah... menyesal atas perbuatan dosa dan menyesal kurangnya berbuat amal kebaikan.

قال ابن مسعود رضي الله عنه : مَا نَدِمْتُ عَلَى شَئٍ نَدَمِيْ عَلَى يَوْمٍ غَرَبَتْ شَمْسُهُ نَقَصَ فِيْهِ أَجَلِيْ وَلَمْ يَزْدَدْ فِيْهِ عَمَلِيْ
Ibnu Mas’ud Radhiyallahu ‘Anhu berkata, “Tidak ada yang lebih aku sesali melebihi penyesalanku ketika matahari terbenam di mana umurku berkurang sedangkan amalanku tidak bertambah.” (Mawaridu adh-Dham’an : 3/30).

Secara sunnatullah alam semesta ini selalu regenerasi dan terus menerus meregenerasi, akankah kita berdiam diri untuk pintar sendiri, kaya sendiri, canggih sendiri, berkuasa sendiri terus mati sendiri, sehingga berbuat seenak udele dewe. tanyakan kepada isi kepala masing masing, karena setiap kepala akan punya jawabannya sendiri-sendiri ???

Untuk memproduksi amal kebaikan maka Imam Syafi’i mengatakan Barangsiapa yang mempelajari alqur’an maka akan tinggi nilainya, Dan barangsiapa yang berbicara dalam fiqh maka akan tinggi kedudukannya, Dan barangsiapa menulis hadits maka akan kuat hujjahnya, Barangsiapa mempelajari bahasa maka akan lembut perangainya, Barangsiapa mempelajari ilmu hitung maka akan encer otaknya, Dan barangsiapa yang tidak menjaga dirinya maka tidak akan bermanfaat ilmunya.


Revitalisasi Niat

Semua manusia yang didedikasikan hidup di alam fana ini sebagai khalifah meyakini seteguh hati bahwa ada hari lain yang jauh lebih nyaman dan asyik dibanding hari hari yang kita jalani di dunia ini. Hari yang indah dan mengasyikkan itu adalah hari-hari yang akan dijalani oleh orang orang yang baik di dunianya.

Untuk memperolehnya tentu butuh usaha keras dengan platform akhirat oriented. Pondasi niat menjadi pilar utama menuju hal itu, karena niat berimplikasi terhadap semua aktifitas kekhalifahan di dunia, sedangkan dunia sendiri adalah ladang (mazra’ah) akhirat. Garisbawahilah dengan tebal terhadap salah satu pesan Rasulullah yang disampaikan kepada Abu Dzar al Ghiffari yakni,

جدِّدِالَّفِيْنَةَ فَإِالْبَحْرَ عَمِيْقٌ
perbaruhilah perahumu, karena sesungguhnya lautan itu dalam

Pesan rasulullah kepada Abu Dzar ini bersifat metaforis, mengumpamakan niat sebagai perahu dan kehidupan ini seperti lautan yang dalam dan luas, perahu untuk menampung semua unsur dan materi yang hendak di bawa ke suatu tempat (bc: akhirat), tempat yang damai dan asyik serta membahagiakan.

Lautan punya gelombang yang mampu menggeser manusia dari tujuan semula, yang benar berubah menjadi salah, dari yang lurus menjadi belok, dari pemberani menjadi pengecut, dari penyabar menjadi pemarah, licik dan gentar, serta ketersinggungan yang dominatif dan abadi bersemayam ke dalam hati orang orang yang dibelokkan oleh gelombang lautan duniawi

Makna lain yang mungkin tersembunyi adalah buih, Lautan juga banyak dihuni buih yang indah dalam panorama pandangan mata namun minus fungsinya. Buih sebagai simbol bayang bayang duniawi yang ‘menipu’, besar secara eksistensi akan tetapi kerdil secara substansi.

Dengan berbagai iming iming keindahan, dunia mampu menjebak orang-orang bodoh terkurung dalamlangkah kehidupan praktis dan berorientasi ekonomis (economic-oriented), ketimbang berbicara konsep ideologis, atau landasan epietemologis. Terkadang hal ini diperparah lagi dengan perasaan serba benar, ketersinggungan, menggerutu dan congkak terhadap nasehat kawan, apalgi jika dihinggapi sifat kebal kritik. Manusia yang tertipu oleh buih lautan seperti ini akan senang berjalan seribu langkah dalam bayang-bayang ilusi ketimbang satu langka namun pasti.

Hiruk pikuknya kegiatan tidak bernilai future oriented namun hanya berbicara dan menyelesaikan masalah yang bersifat sesaat, tidak ada konsistensi (istiqamah) dan lebih condong terhadap tathayyur sehingga semua tapak dan jejak langkahnya terkesan ngawur dan ngelantur.
Terkadang orang hanya mengandalkan kemewahan dan model performance, tapi melupakan kemampuan dan tanggung jawabnya didunia, di dunia adalah ibadah dan akhirat adalah nganggur, selama nafas kita tertulis di dunia maka proses belajar menjadi insan kaamilah tak boleh terhenti.
Niat memegang kendali untuk membawa gerbong besar semua aktifitas yang menyangkut tanggung jawab kepada Allah secara total, tidak hanya terbatas atas kewajiban ibadah mahdhoh yang lebih terkesan individulis tetapi manusia juga bertanggung jawab terkait ritual sosial.

Pendek kata. Manusia adalah simbol kekhalifahan Allah secara total di dunia, sebagai buku panduannya adalah al Qur'an dan petunjuk rasul utusan-Nya. Kepada manusia semua ditundukkan, dibumi dan dilangit tunduk terhadap perlakuan manusia (QS. Al Jatsiyah:13), dan Allah juga memberikan mandat kepada khalifah di dunia untuk menundukkan siang dan malam (QS. Ibrahim:33), bahtera juga tunduk agar bisa dimanfaatkan untuk kebutuhan manusia (QS. Ibrahim;32). Lalu apa yang menjadikan tidak “bisa”. Pertanyaan itu seolah mengalir tidak tertampung jawabannya.

Sejatinya yang menjadikan manusia tidak mampu adalah karena malas dan keengganannya dalam melaksanakan tugas kekhalifahan yang di emban. Tentu, masih ada kamus yang dirujuk oleh orang orang yang berstatus tidak becus dengan mengatakan “tidak bisa”, tetapi tidak ada kamus yang dapat menjawab sebuah problema mana kala yang dikatakan adalah “saya malas”.
Disitulah efektifitas perbaikan niat untuk menggapai kebahagiaan di akhirat.

Waduh jadi kelihatan serius banget ini. Mau yang lebih serius lagi tentang kesabaran silahkan klik sabar

Kekuatan Suprarasional di balik do’a

Entah secara sadar atau tidak, yang pasti, setiap individu menyadari bahwa ada kekuatan supra rasional, dibalik kekuatan manusia yang secara phisickly lemah. Manusia dengan akalnya mampu merekayasa kekuatan besar. Manusia yang hanya tingginya maksimal tiga meter dengan akalnya mampu menciptakan alat berat untuk membuat gedung gedung bertingkat yang tingginya berlipat lipat dari tinggi badannya, manusia yang tidak punya sayap mampu menciptakan alat yang membuatnya bisa terbang dengan leluasa ke angkasa raya, manusia yang tidak mempunyai sirip mampu berjalan di atas air dengan kapal pesiar ciptaannya. Akan tetapi, dibalik rekayasa kekuatan manusia yang luar biasa tersebut ada kekuatan lain yang lebih dahsyat yaitu kekuatan Tuhan yang serba supra.

Kekuatan supra tersebut berada di bawah otoritas tunggal Tuhan, dan mampu meluluh lanthakkan seluruh kekuatan rekayasa manusia, yang tidak mungkin menjadi mungkin dan sebaliknya. Kekuatan supra itu bisa kita minta melaui media yang namanya do’a, asalkan kita mampu negosiasi terhadap sang pemilik-Nya di sinilah pentingnya makna do’a. Dalam setiap jengkal langkah kaki membutuhkan do’a supaya lagkah kaki terarah kepada perbuatan sukses dan terpuji.

Dalam hadits Nabi saw bersabda “do’a adalah senjatanya orang yang beriman”, do’a adalah alat menuju kemenangan, tentunya dibarengi dengan usaha. Kemenangan dalam peperangan bukan ditentukan oleh kekuatan fisik semata, namun juga ditentukan alat yang dipergunakan, jika pedang adalah alat maka keampuhan pedang terletak pada bahan pedangnya dan orang yang mempergunakan pedang tersebut. Sekuat apapun dan sebaik apapun strategi yang ia pergunakan untuk berperang tetapi jika alatnya sederhana tentu tidak akan berdaya di hadapan kekuatan tentara lawan yang bersenjata canggih. Jika masalah yang kita hadapi demikian rumit maka tidak cukup hanya mengandalkan kekuatan fikiran saja, tetapi juga kualitas pemecahannya melalui kekuatan do’a.

Karena itulah buku yang berada ditangan ini berguna sekali untuk negosiasi dan mengetuk kekuatan supra kepada Tuhan seperti yang dijelaskan di atas, berdasarkan “..... Aku mengabulkan permohonan orang yang berdo`a apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah) Ku dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku…..” QS.Al Baqarah[2]:186. Syarat utama dikabulkannya do’a dalam ayat tersebut adalah memenuhi perintah-Nya dan yakin akan do’a yang dipanjatkan. Mungkin saat ini do’a kita tidak terkabul, temukan dalam beberapa faktor yang menghalangi dikabukannya do’a yaitu pilihan do’anya, tidak menjalankan perintahNya atau mungkin kurang yakin.

Senada dengan ayat di atas, “Dan Tuhanmu berfirman: Berdo`alah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu......” QS. Al mu’min [40]:60, ayat tersebut seolah memberi garansi kepada hamba hambanya yang mau mengetuk kuasa Tuhan dengan do’a, dalam ayat tersebut juga mencela orang orang yang menyombongkan diri (merasa mampu) dengan rekayasanya sendiri. Seolah ayat ini memberi tamparan keras kepada orang orang sombong yang mengabaikan do’a dalam meraih sukses aktifitas dan proyek yang sedang ia kerjakan.

Ya Tuhan… Kami datang bersimpuh di hadapanmu untuk mengetuk kuasamu. Berilah sukses selalu dihari ini, dan hari hari yang akan datang. dan jadikan kami orang yang sabar.

Ya Tuhan…Mudahkan segala urusan yang kami hadapi, temukan jalan terbaik dari setiap urusan yang baik dan gagalkan semua usaha kami yang tak terpuji serta gagalkan rekayasa orang orang yang berbuat dhalim kepada kami.