Loading...

Menakar ukuran taqdir

Menyoal qadha dan qadar akan menjadi hal yang sangat pernting karena qadha dan qadar adalah salah satu rukun iman, yaitu beriman kepada qadha dan qadar, kedua kata ini lebih dikenal dengan nama takdir. pengertian taqdir, itu sendiri jika taqdir dikaitkan dengan manusia maka artinya kemampuna, sedangkan jika dikaitkan kepada Allah berarti menafikan ketidakmampuan Allah, atau dengan kata lain melemahkan yang lainnya, Allah Qadiir berarti Allah maha kuasa, menafikan keyakinan bahwa Allah mempunyai kelemahan. sebelum melajutkan bacaan simak terlebih dahulu kultum tentang takdir 

Imam Abu Ja’far ath-Thahawi rahimahullah menjelaskan kewajiban mengimani takdir Allah Ta’ala dalam ucapan beliau: “Ini termasuk ikatan iman (yang utama), landasan utama ma’rifatullah (pengenalan terhadap Allah Ta’ala), serta pengakuan (keyakinan) terhadap tauhid dan rububiyah-Nya

Qadha dan Qadar
Qadar secara bahasa adalah ukuran tertentu yang telah ditetapkan oleh Allah sejak zaman azali, dari pengertian ini berarti qadar mendahului qadha'. karena telah ditentukan itulah maka tidak bisa melampaui dari ukuran yang telah ditentukan sebelumnya

"Dan telah Kami takdirkan/tetapkan bagi bulan manzilah-manzilah, sehingga (setelah dia sampai ke manzilah yang terakhir) kembalilah dia sebagai bentuk tandan yang tua" (QS Ya Sin [36]: 39)

rembulan tidak akan bisa bergerak melampaui manzilah yang telah ditentukan sebelumnya, ia akan patuh sesuai dengan ukurannya yang berlaku. Begitu juga dalam kehidupan, takdir adalah pilihan hidup memilih dengan mengetahui kadar ukuran yang paling tepat untuk menunjang kehidupan ini

Namun ada yang tidak membedakan sama sekali, yang membedakan qadha lebih didasarkan atas ayat qur'an diberbagai tempat mendahulukn qadha daripada qadar. Bagi ulama' yang membedakan kedua kata tersebut. Qadha adalah ketentuan azali sedangkan waktu terjadinya disebut dengan kadar/taqdir. Semua tertulis rapi di lauh mahfudz.

Demikian tulisan singkat tentang menakar ukuran taqdir Silahkan rujuk juga 
Ayat Banjir

Ayat Banjir

Dibawah ini adalah salah satu rangkaian detail ayat banjir di QS. Hud dari ayat:32-49, posting ayat banjir ini semata-mata melengkapi posting sebelumnya yang diberi judul Banjir; Fenomena alam atau kutukan prespektif teologis

قَالُوا يَانُوحُ قَدْ جَادَلْتَنَا فَأَكْثَرْتَ جِدَالَنَا فَأْتِنَا بِمَا تَعِدُنَا إِنْ كُنْتَ مِنَ الصَّادِقِينَ
Mereka berkata: "Hai Nuh, sesungguhnya kamu telah berbantah dengan kami, dan kamu telah memperpanjang bantahanmu terhadap kami, maka datangkanlah kepada kami azab yang kamu ancamkan kepada kami, jika kamu termasuk orang-orang yang benar". (QS. Hud: 32)

قَالَ إِنَّمَا يَأْتِيكُمْ بِهِ اللَّهُ إِنْ شَاءَ وَمَا أَنْتُمْ بِمُعْجِزِينَ
Nuh menjawab: "Hanyalah Allah yang akan mendatangkan azab itu kepadamu jika Dia menghendaki dan kamu sekali-kali tidak dapat melepaskan diri. (QS. Hud: 33)

وَلَا يَنْفَعُكُمْ نُصْحِي إِنْ أَرَدْتُ أَنْ أَنْصَحَ لَكُمْ إِنْ كَانَ اللَّهُ يُرِيدُ أَنْ يُغْوِيَكُمْ هُوَ رَبُّكُمْ وَإِلَيْهِ تُرْجَعُونَ
Dan tidaklah bermanfaat kepadamu nasehatku jika aku hendak memberi nasehat kepada kamu, sekiranya Allah hendak menyesatkan kamu, Dia adalah Tuhanmu dan kepada-Nya-lah kamu dikembalikan". (QS. Hud: 34)


أَمْ يَقُولُونَ افْتَرَاهُ قُلْ إِنِ افْتَرَيْتُهُ فَعَلَيَّ إِجْرَامِي وَأَنَا بَرِيءٌ مِمَّا تُجْرِمُونَ
Malahan kaum Nuh itu berkata: "Dia cuma membuat-buat nasihatnya saja". Katakanlah: "Jika aku membuat-buat nasihat itu, maka hanya akulah yang memikul dosaku, dan aku berlepas diri dari dosa yang kamu perbuat". (QS. Hud: 35)

وَأُوحِيَ إِلَى نُوحٍ أَنَّهُ لَنْ يُؤْمِنَ مِنْ قَوْمِكَ إِلَّا مَنْ قَدْ ءَامَنَ فَلَا تَبْتَئِسْ بِمَا كَانُوا يَفْعَلُونَ
Dan diwahyukan kepada Nuh, bahwasanya sekali-kali tidak akan beriman di antara kaummu, kecuali orang yang telah beriman (saja), karena itu janganlah kamu bersedih hati tentang apa yang selalu mereka kerjakan. (QS. Hud: 36)

وَاصْنَعِ الْفُلْكَ بِأَعْيُنِنَا وَوَحْيِنَا وَلَا تُخَاطِبْنِي فِي الَّذِينَ ظَلَمُوا إِنَّهُمْ مُغْرَقُونَ
Dan buatlah bahtera itu dengan pengawasan dan petunjuk wahyu Kami, dan janganlah kamu bicarakan dengan Aku tentang orang yang zalim itu; sesungguhnya mereka itu akan ditenggelamkan. (QS. Hud: 37)

وَيَصْنَعُ الْفُلْكَ وَكُلَّمَا مَرَّ عَلَيْهِ مَلَأٌ مِنْ قَوْمِهِ سَخِرُوا مِنْهُ قَالَ إِنْ تَسْخَرُوا مِنَّا فَإِنَّا نَسْخَرُ مِنْكُمْ كَمَا تَسْخَرُونَ
Dan mulailah Nuh membuat bahtera. Dan setiap kali pemimpin kaumnya berjalan melewati Nuh, mereka mengejeknya. Berkatalah Nuh: "Jika kamu mengejek kami, maka sesungguhnya kami (pun) mengejekmu sebagaimana kamu sekalian mengejek (kami). (QS. Hud: 38)

فَسَوْفَ تَعْلَمُونَ مَنْ يَأْتِيهِ عَذَابٌ يُخْزِيهِ وَيَحِلُّ عَلَيْهِ عَذَابٌ مُقِيمٌ
Kelak kamu akan mengetahui siapa yang akan ditimpa oleh azab yang menghinakannya dan yang akan ditimpa azab yang kekal." (QS. Hud: 39)

حَتَّى إِذَا جَاءَ أَمْرُنَا وَفَارَ التَّنُّورُ قُلْنَا احْمِلْ فِيهَا مِنْ كُلٍّ زَوْجَيْنِ اثْنَيْنِ وَأَهْلَكَ إِلَّا مَنْ سَبَقَ عَلَيْهِ الْقَوْلُ وَمَنْ ءَامَنَ وَمَا ءَامَنَ مَعَهُ إِلَّا قَلِيلٌ
Hingga apabila perintah Kami datang dan dapur telah memancarkan air, Kami berfirman: "Muatkanlah ke dalam bahtera itu dari masing-masing binatang sepasang (jantan dan betina), dan keluargamu kecuali orang yang telah terdahulu ketetapan terhadapnya dan (muatkan pula) orang-orang yang beriman." Dan tidak beriman bersama dengan Nuh itu kecuali sedikit. (QS. Hud: 40)

وَقَالَ ارْكَبُوا فِيهَا بِسْمِ اللَّهِ مَجْرَاهَا وَمُرْسَاهَا إِنَّ رَبِّي لَغَفُورٌ رَحِيمٌ
Dan Nuh berkata: "Naiklah kamu sekalian ke dalamnya dengan menyebut nama Allah di waktu berlayar dan berlabuhnya." Sesungguhnya Tuhanku benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. Hud: 41)

وَهِيَ تَجْرِي بِهِمْ فِي مَوْجٍ كَالْجِبَالِ وَنَادَى نُوحٌ ابْنَهُ وَكَانَ فِي مَعْزِلٍ يَابُنَيَّ ارْكَبْ مَعَنَا وَلَا تَكُنْ مَعَ الْكَافِرِينَ
Dan bahtera itu berlayar membawa mereka dalam gelombang laksana gunung. Dan Nuh memanggil anaknya sedang anak itu berada di tempat yang jauh terpencil: "Hai anakku, naiklah (ke kapal) bersama kami dan janganlah kamu berada bersama orang-orang yang kafir." (QS. Hud: 42)

قَالَ سَآوِي إِلَى جَبَلٍ يَعْصِمُنِي مِنَ الْمَاءِ قَالَ لَا عَاصِمَ الْيَوْمَ مِنْ أَمْرِ اللَّهِ إِلَّا مَنْ رَحِمَ وَحَالَ بَيْنَهُمَا الْمَوْجُ فَكَانَ مِنَ الْمُغْرَقِينَ
Anaknya menjawab: "Aku akan mencari perlindungan ke gunung yang dapat memeliharaku dari air bah!" Nuh berkata: "Tidak ada yang melindungi hari ini dari azab Allah selain Allah (saja) Yang Maha Penyayang". Dan gelombang menjadi penghalang antara keduanya; maka jadilah anak itu termasuk orang-orang yang ditenggelamkan. (QS. Hud: 43)

وَقِيلَ يَاأَرْضُ ابْلَعِي مَاءَكِ وَيَا سَمَاءُ أَقْلِعِي وَغِيضَ الْمَاءُ وَقُضِيَ الْأَمْرُ وَاسْتَوَتْ عَلَى الْجُودِيِّ وَقِيلَ بُعْدًا لِلْقَوْمِ الظَّالِمِينَ
Dan difirmankan: "Hai bumi telanlah airmu, dan hai langit (hujan) berhentilah," Dan airpun disurutkan, perintahpun diselesaikan dan bahtera itupun berlabuh di atas bukit Judi, dan dikatakan: "Binasalah orang-orang yang zalim." (QS. Hud: 44)

وَنَادَى نُوحٌ رَبَّهُ فَقَالَ رَبِّ إِنَّ ابْنِي مِنْ أَهْلِي وَإِنَّ وَعْدَكَ الْحَقُّ وَأَنْتَ أَحْكَمُ الْحَاكِمِينَ
Dan Nuh berseru kepada Tuhannya sambil berkata: "Ya Tuhanku, sesungguhnya anakku, termasuk keluargaku, dan sesungguhnya janji Engkau itulah yang benar. Dan Engkau adalah Hakim yang seadil-adilnya." (QS. Hud: 45)

قَالَ يَانُوحُ إِنَّهُ لَيْسَ مِنْ أَهْلِكَ إِنَّهُ عَمَلٌ غَيْرُ صَالِحٍ فَلَا تَسْأَلْنِ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنِّي أَعِظُكَ أَنْ تَكُونَ مِنَ الْجَاهِلِينَ
Allah berfirman: "Hai Nuh, sesungguhnya dia bukanlah termasuk keluargamu (yang dijanjikan akan diselamatkan), sesungguhnya (perbuatannya) perbuatan yang tidak baik. Sebab itu janganlah kamu memohon kepada-Ku sesuatu yang kamu tidak mengetahui (hakekat) nya. Sesungguhnya Aku memperingatkan kepadamu supaya kamu jangan termasuk orang-orang yang tidak berpengetahuan." (QS. Hud: 46)

قَالَ رَبِّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ أَنْ أَسْأَلَكَ مَا لَيْسَ لِي بِهِ عِلْمٌ وَإِلَّا تَغْفِرْ لِي وَتَرْحَمْنِي أَكُنْ مِنَ الْخَاسِرِينَ
Nuh berkata: "Ya Tuhanku, sesungguhnya aku berlindung kepada Engkau dari memohon kepada Engkau sesuatu yang aku tiada mengetahui (hakekat) nya. Dan sekiranya Engkau tidak memberi ampun kepadaku, dan (tidak) menaruh belas kasihan kepadaku, niscaya aku akan termasuk orang-orang yang merugi." (QS. Hud: 47)

قِيلَ يَانُوحُ اهْبِطْ بِسَلَامٍ مِنَّا وَبَرَكَاتٍ عَلَيْكَ وَعَلَى أُمَمٍ مِمَّنْ مَعَكَ وَأُمَمٌ سَنُمَتِّعُهُمْ ثُمَّ يَمَسُّهُمْ مِنَّا عَذَابٌ أَلِيمٌ
Difirmankan: "Hai Nuh, turunlah dengan selamat sejahtera dan penuh keberkatan dari Kami atasmu dan atas umat-umat (yang mu'min) dari orang-orang yang bersamamu. Dan ada (pula) umat-umat yang Kami beri kesenangan pada mereka (dalam kehidupan dunia), kemudian mereka akan ditimpa azab yang pedih dari Kami." (QS. Hud: 48)

تِلْكَ مِنْ أَنْبَاءِ الْغَيْبِ نُوحِيهَا إِلَيْكَ مَا كُنْتَ تَعْلَمُهَا أَنْتَ وَلَا قَوْمُكَ مِنْ قَبْلِ هَذَا فَاصْبِرْ إِنَّ الْعَاقِبَةَ لِلْمُتَّقِينَ
Itu adalah di antara berita-berita penting tentang yang ghaib yang Kami wahyukan kepadamu (Muhammad); tidak pernah kamu mengetahuinya dan tidak (pula) kaummu sebelum ini. Maka bersabarlah; sesungguhnya kesudahan yang baik adalah bagi orang-orang yang bertakwa. (QS. Hud: 49)

Semoga ayat banjir di atas menjadi sumber pelajaran berharga bagi kita dalam memahami banjir yang segera tiba di musim penghujan akhir tahun. dan masih ada ayat lain yang tersebar di beberapa surat di dalam al Qur'an

BLOGGER INDONESIA

Banjir; Fenomena alam atau kutukan prespektif teologis

Dalam pandangan ilmiah, banjir dianggap sebagai fenomena ilmiah (sunnatullah). Biasanya terjadi secara periodik dari tahun ke tahun di musim penghujan, sayang sekali kejadian serupa terulang terus menerus terjadi secara periodik tanpa menyisakan pelajaran berharga untuk belajar memelihara alam agar semakin ramah terhadap penghuninya

Secara alamiah banjir disebabkan oleh akibat kerusakan yang dibuat oleh tangan manusia yang tidak mampu merawatnya dengan baik, sehingga kurangnya resapan pada setiap bangunan, penyumbatan selokan akibat buang sampah ngawur, sistem pengaliran air ke laut yang kuran terawat diperparah oleh penggundulan hutan dan penghilangan lahan untnuk dijadikan pemukiman dan lahan industri, ambil saja contohnya Jakarta, hampir 90.33 persen wilayahnya berupa bangunan.

Akibatnya tahun 1992 banjir di Jakarta mencapai 61 titik, meningkat di tahun 2002 menjadi 159 titik. Dalam sekala Nasional Selama tahun 2012 ditemukan 4.291 kasus banjir yang merugikan 186.125 warga. Bahkan menurut data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), 97 dari 180 kabupaten/kota yang ada di Pulau Jawa berpotensi banjir. Sungguh sebuh bilangan bencana yang mengerikan di negeri yang loh jinawi seperti ini. Pemerintah harus selalu mencarikan jalan keluar dan tidak menganggap ini adalah kejadian wajar tetapi pasti ada tata kelolah yang salah.

Sebagian orang memaknai banjir adalah sebagai bagian dari kutukan dan kemurkaan Tuhan kepada manusia yang terus bergelimang maksiat. Bahkan dalam pentas sejarah agama, Nabi-nabi terdahulu juga mengalami fenomena banjir bandang seperti yang terjadi pada ummatnya Nabi Nuh, Hud dan banjir yang melanda kaum Saba’. Karena ummat nabi-nabi tersebut tidak mau taat terhadap perintah Allah. Pemaknaan teologi semacam ini bukan tidak berdasar, karena di dalam al Qur’an dinyatakan secara gamblang, misalnya Fenomena banjir bandang Nabi Nuh as banjir dijelaskan secara detail dari prolog sampi epilognya tertuang dalam (QS. 11: 32-49)

Dalam beberapa ayat diantaranya peneggelaman orang orang yang tidak bersama Nabi Nuh disebabkan karena mendustakan ayat-ayat Allah, sebagaimana termaktub di dalam firmannya

فَكَذَّبُوهُ فَأَنْجَيْنَاهُ وَالَّذِينَ مَعَهُ فِي الْفُلْكِ وَأَغْرَقْنَا الَّذِينَ كَذَّبُوا بِآيَاتِنَا إِنَّهُمْ كَانُوا قَوْمًا عَمِينَ
Maka mereka mendustakan Nuh, kemudian Kami selamatkan dia dan orang-orang yang bersamanya di dalam bahtera, dan Kami tenggelamkan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami. Sesungguhnya mereka adalah kaum yang buta (mata hatinya). (QS. al A’raf: 64)

Dari kata “ayat-ayat kami..” dapat dipahami bukan hanya hanya ayat lafdziyah (teks) tetapi juga pengingkaran atas ayat ayat kauniyah, dalam teologi banjir ini adalah ayat ayat lingkungan. Jadi tidak menutup kemungkinan bahwa pemahaman banjir disebabkan oleh pengingkaran atau maksiat yang dimaksud bisa jadi karena perusakan alam yang semakin nyata dan riil, bukan murni karena kutukan.

Dalam sebuah desertasinya Dr. Mujiyono Abdillah, MA., ia tidak sepakat apabila fenomena alam berupa banjir ditafsiri sebagai murni karena kutukan dari Tuhan, tetapi justru sebalikanya hal-hal semacam ini lebih pada pola tafsir secara ekologis yang dapat di cari pola penyelesaiannya secara manusiawi dan alamiah bukan semata mata kutukan tuhan. Pemaknaan banjir; fenomena alam atau kutukan prespektif teologis harus didasarkan pada rasio sehat bahwa banjir yang terjadi sebab sunnah lingkungan yang dilanggar. Karena sunnah yang dilanggar itulah menimbulkan kutukan tuhan. Alam menjadi ‘tidak sabar’ menahan eksploitasi berlebihan yang dilakukan oleh tangan jahat manusia.

Ditantang Maut

[Ceramah Kematian] ada sesuautu yang ditakuti sehingga manusia enggan memikirnkannya yaitu datangnya maut, datangnya maut mendadak anti nego dan tak bisa dihindari walau sekejap. Meskipun enggan memikirkannya tetapi manusia sudah ditantang maut untuk pasrah dan takluk dibawah ketentuan ajal yang membatasi hidupnya, meskipun di tempat yang paling tersembunyi sekalipun. Allah berfirman

"Dimanapun kamu berada ,kematian akan mendapatkan kamu,meskipun ,kamu berada dalam benteng yg sangat tinggi dan kokoh ..(QS an-Nisa:78)

Kematian adalah sesuatu fenomena yang dekat karena setiap hari kita mengejarnya seiring dengan berkurangnya umur. Meskipun banyak orang yang menganggap bahwa dalam keadaan bugar maut masih sebaiknya kita berhenti menganggap bahwa kematian masih jauh karena dibantah oleh Imam Ghazali: "yang jauh itu waktu, yang dekat itu MAUT, yang besar itu nafsu, yang berat amanah, yang mudah itu berbuat dosa, yang panjang itu amal sholeh, dan yang indah itu saling mema'afkan".

Kemanapun manusia berlari maka MAUT selalu mengejarnya, sedangkan manusia dikejar tidak mampu menghindar, bukankah bertambahnya waktu berarti lari mendekati MAUT ???, jika demikian adanya maut sangatlah dekat dan makin mendekat untuk menjemputnya,

“Katakanlah: “Sesungguhnya kematian yang kalian lari daripadanya, maka sesungguhnya kematian itu akan menemui kalian, kemudian kalian akan dikembalikan kepada (Allah), yang mengetahui yang ghaib dan yang nyata, lalu Dia memberitahukan kepada kalian apa yang telah kalian kerjakan”. (Surat Al Jumu`ah: 8).

Manusia ditantang maut untuk mempersiapkan kematian yang terbaik, kematian yang datangnya mendadak anti negosiasi menuntut kita untuk selalu dalam kondisi berbuat baik dan muslim sehingga dalam keadaan maut menjemput, selalu dalam keadaan muslim sebagaimana pesan Nabi Ibrahim juga Nabi Ya'qub

“Hai anak-anakku! Sesungguhnya Allah telah memilih agama ini bagi kamu, maka janganlah kamu mati kecuali kamu dalam keadaan muslim, yakni memeluk agama Islam” (QS. al-Baqarah 2:132).

'Asyura 1 hari untuk 3 Agama, Tasu'a 1 hari untuk Islam saja

CERAMAH: Tak lama lagi kita akan memasuki momentum puasa 'asyura yakni puasa tanggal 10 muharram yang jatuh pada hari Kamis 14 Nopember 2013.

Secara historis puasa 'asyura mempunyai kaitan erat dengan perayaan kaum Bani Isra'il pada saat diselamatkannya Kaum Bani Isra'il yang dipimpin oleh Nabi Musa as dan Nabi Harun as dari kekejaman musuhnya yaitu Fir'un, oleh karena itu sebagai tanda syukur atas karunia Allah itu, Mereka berpuasa. kaum bani isra'il sangat mengagungkan hari bersejarah tersebut. (lihat: HR. Muslim, no. 1916) Berdasarkan hadits riwayat Imam Bukhari, Ummat Islam juga lebih berhak untuk bersyukur untuk keselamatan para Nabi Allah itu, hari 'asyura patut dirayakan, berbeda dengan puasa tasu'a yang khusus dirayakan oleh ummat Islam, cocok sekali jika judul posting ini adalah 'Asyura 1 hari untuk 3 Agama, tasu'a 1 hari untuk Islam saja
Keutamaan bagi orang yang berpuasa hari 'Asyura sangat melimpah berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Abu Qatadah Al-Anshari ra ketika Rasul saw ditanya tentang keutamaan puasa 'asyura

وَسُئِلَ عَنْ صَوْمِ يَوْمِ عَاشُورَاءَ؟ فَقَالَ: «يُكَفِّرُ السَّنَةَ الْمَاضِيَةَ»
“Rasulullah saw ditanya tentang puasa hari ‘Asyura, maka beliau bersabda: “Ia dapat menghapuskan dosa-dosa kecil setahun yang lalu.”(HR. Muslim no. 1162)

Rasul saw sendiri sangat antusias berpuasa di hari 'Asyura Ibnu Abbas berkata: “Saya tidak pernah melihat Rasul saw berpuasa pada suatu hari karena ingin mengejar keutamaannya selain hari ini (bc: ‘Asyura) dan tidak pada suatu bulan selain bulan ini (bc: Ramadhan)." (HR. Al-Bukhari.)

hadits sahih di atas sudah cukup kuat untuk dijadikan sebagai dalil ummat islam disunnatkan puasa tasu'a dan 'asyura.

Lahirnya puasa tasu'a
Tasu'a itu sendiri berasal dari kata tis'ah artinya sembilan maksudnya adalah tanggal 9 dzulhijjah. Sebenarnya Rasul saw tidak pernah melakukan puasa tasu'a, tetapi hal in menjadi cita cita beliau, jika diberi usia sampai pada tahun berikutnya

لَئِنْ عِشْتُ إلَى قَابِلٍ لاَصُومَنَّ التَّاسِعَ

“Jika saya masih hidup di tahun depan, pasti akan berpuasa pada hari kesembilan.” (HR. Muslim)

Rasul saw
Berkata Imam al-Syafi’i dan para sahabatnya, Ahmad, Ishaq dan selainnya, “Disunnahkan berpuasa pada hari kesembilan dan kesepuluh secara keseluruhan, karena Nabi saw telah berpuasa pada hari ke-10 dan berniat puasa pada hari ke-9 di bulan Muharram

Ibnu Hajar berpendapat bahwa cita-cita beliau untuk berpuasa pada tanggal 9 dimaksudkan agar tidak persis seperti yang dilakukan oleh umat pada masa Nabi sebelumya, yakni Yahudi dan Nashrani. (Fathul Bari 4: 245)

Secara historis puasa tasu'a merupakan jawaban dari pertanyaan sahabat soal kesamaan berpuasa 'asyura dengan kaum Yahudi dan Nasrani

عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا، قَالَ: حِينَ صَامَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَ عَاشُورَاءَ وَأَمَرَ بِصِيَامِهِ قَالُوا: يَا رَسُولَ اللهِ إِنَّهُ يَوْمٌ تُعَظِّمُهُ الْيَهُودُ وَالنَّصَارَى فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «فَإِذَا كَانَ الْعَامُ الْمُقْبِلُ إِنْ شَاءَ اللهُ صُمْنَا الْيَوْمَ التَّاسِعَ» قَالَ: فَلَمْ يَأْتِ الْعَامُ الْمُقْبِلُ، حَتَّى تُوُفِّيَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

Dari Abdullah bin Abbas ra berkata: “Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam melakukan puasa ‘Asyura dan memerintahkan para sahabat untuk berpuasa ‘Asyura, maka para sahabat berkata: “Wahai Rasulullah, ia adalah hari yang diagungkan oleh kaum Yahudi dan Nasrani.”

Maka beliau bersabda, “Jika begitu, pada tahun yang akan datang kita juga akan berpuasa pada hari kesembilan, insya Allah.”

Berdasarkan hadits riwayat Imam Bukhari yang berderajat sahih juga diriwayatkan ketika tiba di Madinah, Rasulullah melihat orang-orang Yahudi berpuasa pada hari ‘Asyura. Beliau bertanya: “Puasa apa ini?" Mereka menjawab: “Sebuah hari yang baik, ini adalah hari dimana Allah menyelamatkan Bani Israil dari musuh mereka, maka Musa berpuasa pada hari itu sebagai wujud syukur.” Maka beliau bersabda: “Aku lebih berhak terhadap Musa daripada kalian (Yahudi), maka kami akan berpuasa pada hari itu sebagai bentuk pengagungan kami terhadap hari itu.” (HR Bukhari)

Do'a Tahun Baru Hijriyah 1435 sebagai Obat Galau

Hari-hari melesat begitu cepat tak terbendung oleh tumpukan problem yang masih tersisa, nyaris tak terasa ternyata kini tahunpun sudah berganti, dari tahun yang lalu menuju tahun sekarang dan yang akan datang. bertambahnya tahun adalah berarti bertambahnya usia jika dimulai perhitungannya dari titik kelahiran, sebaliknya bertambahnya tahun adalah berkurangnya umur bila di hitung dari titika kematian, karena itu marilah kita pajat Do'a Tahun Baru Hijriyah 1435 dengan khusyu' dan seksama sekaligus dibarengi dengan muhasabah

Ya Allah ya rabb...
Di tahun yang sebelumnya, pasti ada banyak dosa yang menodai hati hingga mencipta karat yang mendorong berbuat maksiat sengaja atau karena lalai. Di awal tahun baru ini seraya mengucurkan air mata hina ini ampuni dan bersih bak bayi baru lahir, Sesungguhnya ampunanmu adalah jimat sakti yang menjadi kunci pembuka surgamu

Ya Allah.. ya rabbi
Asa yang sempat tersisa di tahun sebelumnya, semoga segera Kau penuhi di hari-hari dalam perjalanan tahun ini karena tak ada lagi selain engkau yang menolong hambamu ini, atas do'a yang telah kami panjatkan kabulkanlah, atas amal yang kami kerjakan terimalah

Ya Allah ya rabbi..
Jadikan keluarga kami sebagai rajutan mahligai rumahtangga laksana surga dunia yang tak tertandingi, anak yang Kau titipkan jadikan anak yang sholih-sholihah, terhadap amanah yang kau bebankan ringankan dan jadikan sebagai jembatan menuju ridhomu, pekerjaan yang kami lakukan jadikan sebagai bagian ibadah dan pengabdian kepadamu

Ya Allah ya rabb..
Angkatlah derajat kami di hadapan-Mu dan di hadapan semua makhluk-Mu, dengan derajat kemulyaan yang meningkat, agar kelak bisa kau kumpulkan bersama dengan nabiyyiin shiddiqiin, syuhada' dan sholihin

Ya Allah ya rabb...
Karuniakan ilmu yang manfaat, manfaat untuk pribadi dan manfaat untuk sesama, sungguh amat terhina orang pandai yang tidak bisa membimbing dirinya, keluarganya dan membimbing sesama ummat manusia. berilah kemampuan dengan ilmu yang kau titipkan untuk mengeluarkan semua insan keluar dari jalan kebathilan menuju jalan kebenaran, mampu hijrah personal maupun sosial dari tahun kedhaliman menuju ke tahun kemulyaan

Ya Allah ya rabbi
sisa umur yang ada, jadikan keberkahan setiap hembusan nafasnya dan jadikan pahala setiap tarikan nafasnya. Engkau maha mengabulkan semua do'a... aminn
Selasa Pon, 5 Nopember 2013// 1 Muharram 1435 H

Renungan Tahun Baru Hijriyah 1 Muharram 1435

Tak terasa waktu telah melesat begitu cepat bagai panah Rahwana, hari berganti hari, bulan berlalu dan musimpun berganti, tak berselang lama lagi kita tahunpun berganti. Tahun baru ini sempatkan diri hening sejenak memandang panorama belakang dan membaca riwayat masa lampau, hanyutkan diri dalam bingakai renungan tahun baru hijriyah 1 muharram 1435. dengan berbagai materi renungan dan menguji kemampuan sentakan do'a sembari, merenung dan terus merenung sampai mendapat rencana gemilang untuk bekal meniti tangga tahun depan


Setiap manusia dalam keadaan rela maupun terpaksa harus 'nurut' dengan perjalanan waktu, tak ada satupun yang bisa mengundur hadirnya tahun baru apalagi menolak kehadirannya. Selalu pertanyakan kepada setiap personal, bahwa PRESTASI apa yang sudah pernah kita raih tahun lalu, kok tiba-tiba sudah berganti tahun baru. PRASASTI baik apa yang sudah diukir dalam hati seseorang atas kebaikan yang pernah kita lakukan, kok tahun baru sudah bergulir pelan dengan penuh kepastian melindas kita

Jika waktu demikian cepatnya sedang kita tidak mempersiapkan dengan baik, lalu apalagi yang dicari dalam hidup ini, bukankah hidup didunia ini tak ubahnya seperti halte yang menghubungkan dengan alam kekekalan?? disaat kita telah masuk dalam alam yang kekal tersebut, sudah apa saja yang dipersiapkan??? kalau hidup hanya tidur-mencari pangan kemudian tidur lagi mirip lagunya almarhum Mbah Surip, lalu sampai kapan? sampai kapan? sampai kapan bisa bertahan. Bukankah akhirat itu dekat karena kita didekatkan, sedang kelahiran lambat laun kian menjauh

Rasanya kita perlu malu dengan hewan dan tumbuhan di sekeliling kita yang sudah banyak memberikan manfaat kepada alam sekitar, sedangkan kita yang notabene-nya manusia cerdas dengan perangkat akalnya hanya menyisakan seonggok daging dengan susunan tulang tertata tanpa manfaat menghiasinya, Maka dalam renungan tahun baru hijriyah ini, mari rencanakan sesuatu yang baik untuk menghadap dan "ngambah" di tahun yang baru.. semoga sukses selalu, terimakasih telah membaca Renungan Tahun Baru Hijriyah 1 Muharram 1435